Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Naiknya Pertamax dan Koreksi terhadap Mental Bangsa

2 April 2022   19:15 Diperbarui: 8 April 2022   15:30 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Warga terpaksa mengangtre BBM jenis pertamax karena kekosongan stok pertalite di Lumajang, Kamis (7/4/2022). (Foto: KOMPAS.com/Miftahul Huda)

Seorang teman saya belum lama ini beralih dari pertalite ke Pertamax untuk bahan bakar mobilnya. Katanya mesin mobilnya akan lebih awet bila bahan bakarnya Pertamax.

Hal ini benar sebab dibandingkan dengan pertalite, nilai oktan pertamax memang di atas dan masuk dalam kualifikasi bahan bakar ramah lingkungan.

Bahan bakar ramah lingkungan memang sangat dianjurkan guna mengurangi gas emisi yang dilepas ke atmosfer. Kualifikasi bahan bakar ramah lingkungan haruslah yang nilai oktannya 91 ke atas. Sedangkan pertalite atau Ron 90, nilai oktannya jelas ada di bawah syarat itu.

Secara logik, teman saya ini sudah berpikir ke arah yang benar. Sayangnya, setelah tahu harga Pertamax naik per 1 April kemarin, buru-buru ia kembali ke Pertalite.

Dan benar memang, harga Pertamax per 1 April telah naik menjadi Rp 12.500 per liter dari yang sebelumnya di kisaran Rp 9.000 per liter.

Kenaikan ini merupakan satu pukulan telak bagi para pemilik kenderaan pribadi yang selama ini menggunakan Pertamax sebagai bahan bakar.

Dari mental teman saya ini, saya jadi tahu bahwa ada ambiguitas pada mental kita sebagai bangsa. Kita menginginkan sesuatu yang berkualitas dan bermutu tinggi tetapi tidak mau membayar ongkos lebih, malahan menginginkan yang gratis.

Akan tetapi kalau mau jujur kenaikan ini memang menimbulkan ketimpangan harga di sana. Pertalite harganya jauh di bawah Pertamax.

Walaupun demikian kenaikan ini memang wajar. Sebab harga pertalite masih disubsidi oleh pemerintah sedangkan pertamax adalah BBM non subsidi yang harus menyesuaikan dengan harga BBM dunia.

Harga BBM dunia saat ini sedang melonjak sebagai dampak dari perang Rusia-Ukraina.

Melonjaknya harga BBM dunia berimbas pada kenaikan harga BBM di Indonesia yang mau tidak mau harus disesuaikan dengan harga BBM dunia terutama BBM non subsidi.

Kenaikan ini mengharuskan pemerintah dan DPR cepat-cepat menaikkan harga BBM non subsidi yaitu Pertamax.

Sebelumnya, kepada detik.com, Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah memastikan harga Pertamax naik pada 1 April 2022.

Ahok mengatakan, harga Pertamax ini nantinya akan lebih rendah dari harga BBM sejenis yang dijual kompetitor Shell. Hal itu dilakukan agar masyarakat tidak terlalu berat. Di sisi lain, SPBU swasta tak mengerek harga terlalu tinggi.

Sejumlah pihak menyebutkan, apabila harga Pertamax tidak dinaikkan, maka Pertamina akan jebol atau mengalami kerugian. 

Sebab harga asumsi crude oil (minyak mentah) di APBN hanyalah 63 dollar AS perbarrel. Sementara sekarang ini harga minyak mentah dunia per barrel sudah 98 atau 100 dollar AS.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kepada para wartawan sebagaimana dikutip Kompas.com, menyebutkan Indonesia menjadi salah satu negara yang paling lambat menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi harga keekonomian atau batas atas BBM RON 92 jenis Pertamax bisa menembus Rp 16.000 per liter pada April 2022.

Di antara negara-negara Asia Tenggara, harga BBM di Indonesia masih tergolong di bawah harga BBM mereka per liter-nya kecuali Malaysia yang BBM-nya masih disubsidi pemerintah.

Di Thailand misalnya, harga bensin E20, Ron 91, dan 95  berada di rentangan harga Rp 16.000 -- Rp 17.000, an. Sedangkan di Singapura, bensin Ron 95 dan 98 berada di kisaran harga Rp 32.341 per liter dan Rp 37.537.

Sementara di Malaysia, bensin RON 95 harganya Rp 6.990 per liter, bensin RON 97: Rp 13.075 per liter.

Di Indonesia, pemerintah telah menetapkan Pertalite sebagai BBM penugasan sebagai ganti Premium atau Ron 88. 

Di samping itu ada juga Pertamax atau bensin Ron 92 dan Pertamax Turbo atau Ron 98. Harga masing-masingnya per 31/3/2020 Pertalite (RON 90): Rp 7.650, Pertamax (RON 92): Rp 9.000, sedangkan Pertamax Turbo (RON 98): 14.500.

Yang mengalami kenaikan per 1 April adalah pertamax. Di wilayah DKI Jakarta, harga BBM Pertamax menjadi Rp 12.500 per liter dari sebelumnya hanya Rp 9.000 per liter. Sehingga, harga Pertamax naik Rp 3.500 per liter.  

Sedangkan di luar Pulau Jawa, harga Pertamax bisa menyentuh angka Rp 12.750 per liter hingga Rp 13.000 per liter. Kemudian untuk pertalite, harganya tidak berubah tetap berada Rp 7.650 per liter untuk seluruh Indonesia.

Melihat perbandingan dengan sesama negara lain ASEAN, kenaikan ini dirasa masih wajar.

BBM ini harusnya diatur secara bijak agar menyelamatkan muka kita sebagai bangsa. Sebab di antara 8 negara yang masih menggunakan bahan bakar dengan nilai oktan rendah, Indonesia salah satunya.

Kita tidak mengharapkan agar negara terus mensubsidi BBM. Sebab subsidi yang terjadi selama ini lebih menguntungkan orang-orang berduit ketimbang rakyat miskin.

Mengapa saya berani mengatakan demikian? Kenyataan membuktikan kenderaan-kenderaan yang banyak, pemiliknya adalah orang-orang kaya. Sementara orang miskin mana punya kenderaan, makan saja susah.

Subsidi yang seharusnya menolong orang miskin, malah tidak sampai pada sasarannya.

Kiranya wacana pemerintah mengganti kenderaan bermotor dengan kenderaan listrik dapat segera terealisasi.

Ini akan menjadi lebih mudah karena kita memiliki Baterai Lithium yang sudah bisa kita produksi sendiri berkat kerja sama dengan Cina.

Baterai Lithium bahan dasarnya adalah nikel. Dan Indonesia disebut-sebut memiliki cadangan nikel dalam jumlah sangat besar dan diprediksi bisa mengambil peran strategis dalam perkembangan kendaraan listrik ke depan.

Dari pada kita selalu ribut soal BBM yang harganya selalu fluktuatif sesuai dengan pasar dunia, lebih baik kita mulai perlahan-lahan mandiri dalam energi yang tak terbarukan dengan memanfaatkan Sumber Daya Alam kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun