Menarik membahas tentang tempe dan tahu, yang merupakan makanan khas Indonesia. Bukan saja khas tapi memang disukai semua lapisan masyarakat.
Lebih tepatnya menarik karena tempe dan tahu khas Indonesia tetapi bahan pembuatnya yaitu kacang kedelai berasal dari Negeri Paman Sam.
Suatu saat saya pergi membeli tahu langsung di tempat pembuatan tahu dan tempe. Ketika melihat karung-karung berisi kacang kedelai yang disusun rapi dekat pojokan, ternyata semuanya tertulis Amerika Serikat.Â
Iseng, saya bertanya kepada pemilik pabrik, mengapa semua karung tulisan Amerika Serikat? Jawabnya, karena kacang-kacang kedelai ini diimpor dari Amerika.
Wow, luar biasa. Kita suka sekali makan tempe dan tahu tapi kacang kedelainya dari Amerika.
Terperanjat saya. Ternyata kita mengagung-agungkan makanan khas Indonesia tempe dan tahu tapi kacang kedelai-nya sebagian besar bukan hasil dari para petani kita.
Sebuah artikel yang diturunkan oleh Kompas.com menyebutkan kebutuhan kacang kedelai di tanah air per tahun bisa mencapai 2,8 juta ton.Â
Sedangkan di dalam negeri sendiri, kacang kedelai yang dihasilkan oleh para petani kita hanya 800.000 ton. Defesitnya sangat jauh.
Untuk itu jalan satu-satunya adalah impor dari  beberapa negara. Tetapi dari semua negara yang menjalin kerja sama dalam impor-mengimpor kacang kedelai ini, impor yang terbesar adalah dari Amerika Serikat.
Rerata impor kacang kedelai per tahun dari USA yaitu 2,23 juta ton hingga 2,67 juta ton per tahunnya. Sisanya, pemenuhan dari dalam negeri dan juga beberapa negara seperti Argentina, Kanada, Uruguai, Malaysia, Brazil, Prancis, dan Cina.
Dari kebutuhan kacang kedelai per tahun, kita sudah bisa berasumsi bahwa tingkat konsumsi kacang kedelai di Indonesia memang cukup tinggi. Terutama untuk pembuatan tempe dan tahu.
Tempe dan tahu memang menjadi makanan favorit untuk semua kalangan. Hal ini wajar karena selain harganya terjangkau dan cenderung murah, tempe dan tahu juga bisa menggantikan daging dan ikan sebagai sumber protein untuk tubuh.
Indonesia memang pernah beriktiar untuk swasembada padi, jagung, dan kedelai di tahun 2014 saat Jokowi baru menjabat sebagai Presiden. Tapi sampai saat ini, nilai import kita untuk ketiga komoditas pangan ini masih sangat tinggi. Swasembada masih sebatas pemanis mulut, masih kata-kata kosong yang belum menjadi kenyataan.
Karena itu tidak heran, kita pun akhirnya tidak bisa berdiri di kaki sendiri. Kita masih sangat tergantung kepada negara-negara eksportir. Lalu bagaimana dengan harga?
Inilah yang dikeluhkan oleh para pengusaha tempe dan tahu saat ini. Harga kacang kedelai yang tinggi  saat ini. Para pengusaha dan pengrajin tempe dan tahu sampai bingung harus bagaimana.
Sementara mereka tidak mau kehilangan pelanggan dan para penikmat tempe dan tahu.
Kita tahu ukuran tahu begitu-begitu saja dari dulu. Begitu pula dengan tempe. Untuk tempe mungkin disiasati oleh para pengusaha tempe dengan mengurangi ketebalannya. Setelah dihitung-hitung para pengusaha dan pengrajin ini mengalami kerugian.
Harga kacang kedelai impor di pasaran Internasional saat ini memang mengalami fluktuasi sebagaimana dijelaskan oleh Rahmat Gobel, wakil ketua DPR RI. Namun, ia mendesak pemerintah agar segera menstabilkan harga.
Gobel mengharapkan agar pemerintah memberikan kepastian kepada masyarakat dan jangan membiarkan mereka bergulat sendiri dengan keadaan yang tidak menguntungkan ini.
Sebagai imbas dari kenaikan harga inilah, sejumlah pengrajin dan pengusaha tempe di Kota Depok menggelar unjuk rasa meminta pemerintah menurunkan kembali harga tempe.
Harga kacang kedelai yang mencapai Rp 1.125.000 per kwintal dari semula yang hanya Rp 800.000, sungguh memberatkan para pengusaha dan pengrajin tempe dan tahu ini.
Kalau sampai para pengusaha dan pengrajin tahu tempe mogok, maka bisa dibayangkan tempe tahu akan langka.Â
Ini pun menarik. Bila ini benar-benar terjadi, maka ini akan menjadi kelangkaan untuk yang kesekian kali setelah sebelumnya sempat langka BBM, lalu menyusul kelangkaan cabe dan kelangkaan bawang.
Baru-baru ini, minyak goreng juga langka. Sekarang mau lagi tahu dan tempe.
Fenomena apa sebenarnya yang terjadi dengan kita. Kita mesti menemukan benang merahnya agar kelangkaan-kelangkaan semacam ini tidak boleh terjadi lagi di masa depan.
Saya pikir, kelangkaan tahu tempe ini tidak boleh terjadi. Saya sependapat dengan Rahmat Gobel bahwa pemerintah tidak boleh berdiam. Langkah-langkah strategis perlu diambil.
Untuk jangka pendek, carilah solusi untuk menstabilkan harga kacang kedelai agar bisa dijangkau oleh para pengusaha dan pengrajin tahu tempe.Â
Jangka panjangnya, pemerintah melalui kementerian pertanian harus bekerja serius manata pertanian kita agar  swasembada terhadap Kacang Kedelai seperti yang didengungkan beberapa tahun lalu itu bisa terwujud.
Mulai dengan memberikan perhatian serius kepada para petani kacang kedelai kita. Bayangkan dari kebutuhan kacang kedelai 2,8 ton per tahun, petani kita hanya bisa memenuhi 800.000 ton. Sedikit sekali dan memang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang import.
Sebenarnya ini adalah market yang besar bagi petani kacang kedelai kita. Hanya sekarang tinggal bagaimana pemerintah mendampingi dan memberikan perhatian serius untuk sektor pertanian yang satu ini.
Tempe dan Tahu milik kita, kacang kedelai juga harus milik kita. Jangan tempe dan tahu milik kita tetapi kacang kedelai milik Amerika Serikat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H