Tempe dan tahu memang menjadi makanan favorit untuk semua kalangan. Hal ini wajar karena selain harganya terjangkau dan cenderung murah, tempe dan tahu juga bisa menggantikan daging dan ikan sebagai sumber protein untuk tubuh.
Indonesia memang pernah beriktiar untuk swasembada padi, jagung, dan kedelai di tahun 2014 saat Jokowi baru menjabat sebagai Presiden. Tapi sampai saat ini, nilai import kita untuk ketiga komoditas pangan ini masih sangat tinggi. Swasembada masih sebatas pemanis mulut, masih kata-kata kosong yang belum menjadi kenyataan.
Karena itu tidak heran, kita pun akhirnya tidak bisa berdiri di kaki sendiri. Kita masih sangat tergantung kepada negara-negara eksportir. Lalu bagaimana dengan harga?
Inilah yang dikeluhkan oleh para pengusaha tempe dan tahu saat ini. Harga kacang kedelai yang tinggi  saat ini. Para pengusaha dan pengrajin tempe dan tahu sampai bingung harus bagaimana.
Sementara mereka tidak mau kehilangan pelanggan dan para penikmat tempe dan tahu.
Kita tahu ukuran tahu begitu-begitu saja dari dulu. Begitu pula dengan tempe. Untuk tempe mungkin disiasati oleh para pengusaha tempe dengan mengurangi ketebalannya. Setelah dihitung-hitung para pengusaha dan pengrajin ini mengalami kerugian.
Harga kacang kedelai impor di pasaran Internasional saat ini memang mengalami fluktuasi sebagaimana dijelaskan oleh Rahmat Gobel, wakil ketua DPR RI. Namun, ia mendesak pemerintah agar segera menstabilkan harga.
Gobel mengharapkan agar pemerintah memberikan kepastian kepada masyarakat dan jangan membiarkan mereka bergulat sendiri dengan keadaan yang tidak menguntungkan ini.
Sebagai imbas dari kenaikan harga inilah, sejumlah pengrajin dan pengusaha tempe di Kota Depok menggelar unjuk rasa meminta pemerintah menurunkan kembali harga tempe.
Harga kacang kedelai yang mencapai Rp 1.125.000 per kwintal dari semula yang hanya Rp 800.000, sungguh memberatkan para pengusaha dan pengrajin tempe dan tahu ini.
Kalau sampai para pengusaha dan pengrajin tahu tempe mogok, maka bisa dibayangkan tempe tahu akan langka.Â