Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Ganti Kurikulum Lagi, Apakah Pendidikan Kita akan Semakin Baik?

28 Desember 2021   09:15 Diperbarui: 28 Desember 2021   09:25 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Mulai 2022 -- 2024 pemerintah melalui kemendikbudristek mulai menerapkan kurikulum darurat yaitu sebuah kurikulum yang katanya efektif memitigasi learning loss karena membantu guru untuk fokus pada materi esensial dan menerapkan pembelajaran yang lebih mendalam untuk mengembangkan karakter dan kompetensi dasar.

Di samping itu sebagai opsi tambahan ada juga kurikulum yang dinamakan kurikulum prototype. Kurikulum ini mendorong pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa, serta memberi ruang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar. Kebijakan kurikulum nasional akan dikaji ulang pada 2024 berdasarkan evaluasi selama masa pemulihan pembelajaran.

Kurikulum prototype memiliki beberapa karakteristik utama yang mendukung pemulihan pembelajaran:
1. Pengembangan soft skills dan karakter (akhlak mulia, gotong royong, kebinekaan, kemandirian, nalar kritis, kreativitas) mendapat porsi khusus melalui pembelajaran berbasis projek.
2. Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.
3. Fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid (teach at the right level) dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.

Sejauh mana efektivitasnya, waktu 2022 hingga 2024 yang akan memberikan pembuktiannya.

Bangsa kita memang belum menemukan satu tipe kurikulum yang benar-benar sesuai dengan karakter dan jiwa bangsa Indonesia. Bayangkan saja, sejak kurikulum 1947, kita sudah berganti-ganti kurikulum sepuluh kali (Ruslansyah Anwar dalam binus.ac.id). 

Kurikulum yang terakhir adalah kurikulum 2013 yang sudah direvisi dengan penekanannya pada empat (4) aspek, yaitu penilaian, pengetahuan, keterampilan dan aspek sikap atau tingkah laku. Inilah yang menjadi tolak ukur untuk membuat assesment kepada siswa. Sayangnya, K13 revisi belum juga sampai benar-benar dipahami oleh guru, kurikulum sudah harus diganti.

Saya menjadi guru selama delapan tahun. Saya mulai mengajar tahun 2009 ketika kurikulum telah berganti nama menjadi kurikulum berbasis kompetensi. Tidak lama berselang muncul lagi kurikulum 2013. Padahal waktu itu sedang gencar-gencarnya pengadaan diklat untuk pemahaman lebih lanjut apa itu KBK agar guru benar-benar paham sehingga ketika action di kelas ia bisa tahu ke mana arahnya ia harus membawa para siswanya.

Mentri Muhadjir, datang dengan K13. Pelatihan juga begitu gencarnya diberikan kepada para guru. Miliaran rupiah habis hanya untuk melatih para guru agar memahami apa yang dikehendaki K13 bagi para siswa. 

Kemudian datang lagi mentri Anis dengan K13 revisi. Bagi para penyusun kurikulum di kementrian mungkin merasa ini adalah sesuatu yang sederhana saja karena memang mereka ahli di bidang kurikulum ini. Yang tidak mereka pikirkan adalah para guru di lapangan. 

Para guru harus bekerja ekstra.  Bagaimana harus mengajar siswa-siswanya agar menjadi pintar, sementara di sisi lain harus berurusan dengan pelbagai administrasi kurikulum yang berganti setiap saat.

Pengalaman sebagai guru membuat saya paham bahwa yang menjadi persoalan utama siswa-siswa adalah kesulitan mereka dalam memahami konsep. Karena itu jangan heran bila prestasi siswa kita yang diukur dengan PISA terus berada di rangking terbawah. Hal ini bukan disebabkan karena kurikulum kita jelek tetapi karena daya tangkap siswa terhadap konsep sangat lemah baik itu konsep litetasi, numerasi maupun pengetahuan umum lainnya.

Soal literasi misalnya, bagaimana para siswa bisa mempunyai pemahaman yang baik terhadap literasi apabila membaca saja enggan. Mengapa demikian? Karena guru ketika mengajar di dalam kelas hanya mengikuti apa yang diperintahkan kurikulum tanpa mengeskplor lebih jauh kemampuan dan minat siswa. 

Siwa hanya membaca pelajaran yang diajarkan guru agar bisa lulus ujian. Membaca yang seharusnya menjadi kewajiban siswa mereka abaikan.

K13 revisi pun sudah memasukan peminatan di dalam pembelajaran di kelas, tetapi menurut saya itu hanyalah samacam formalitas saja. 

Guru mewajibkan siswa untuk memilih mata pelajaran peminatannya hanya sekedar untuk memenuhi kewajibannya sebagai siswa. Bukan berangkat dari kesadarannya yang utuh terhadap pilihannya yang nanti akan mempunyai konsekuensi untuk masa depannya.

Memang hal ini bukanlah kesalahan 100 % pada siswa. Akan tetapi kesalahan juga bukan mutlak pada guru. Kurikulum yang terus berubah membuat fokus para guru terbagi antara mengajar atau menyelesaikan administrasi kurikulum yang terus berubah dari waktu ke waktu.

Menurut saya kurikulum darurat dan kurikulum prototype ini juga akan mengalami nasib yang sama. Walaupun kebebasan diberikan sepenuhnya kepada guru untuk menggali kemampuan siswa.

Tetapi apa yang menjadi muatan dan isi kurikulum ini sangatlah positif. Kita lihat bahwa penguatan literasi akan dilakukan sejak Paud dan TK, sementara di tingkat sekolah dasar akan ada penguatan kompetensi dasar dan pemahaman holistik. 

Di tingkat SMP akan ada penyesuaian dengan perkembangan tekhnologi digital sehingga mata pelajaran tekhnologi dan informatika menjadi wajib. Sedangkan di tingkat SMA lebih fleksibel disesuaikan dengan minat siswa karena pilihannya sudah pada level mata pelajaran dan bukannya pemintan atau penjurusan sebagaimana yang diamanatkan oleh K13 revisi. 

Pada level SMK ada dua kelompok mata pelajaran yaitu umum dan khusus. Mata pelajaran khusus ditingkatkan porsinya dari 60% menjadi 70%. Dunia kerja dilibatkan pengembangan pembelajaran. Perubahan ini bagus. Namun perubahan ini begitu tiba-tiba dan drastis.

Bisa dibayangkan bagaimana perubahan drastis ini untuk para guru. Kurikulum ini tidak serta-merta akan jalan. Karena itu pasti akan ada banyak pelatihan lagi baik secara daring/virtual maupun luring/tatap muka.

Pola proyek akan dimulai lagi Proyek karena sudah pasti milyaran rupiah akan digelontorkan untuk mematangkan pemahaman para guru tentang kurikulum ini.  

Ya, untuk menghasilkan suatu model pendidikan yang baik harus mempunyai cost yang tinggi. Akan tetapi kalau cost yang dikeluarkan hanya untuk sesuatu yang sementara apa gunanya.  

Semoga kurikulum prototype ini bisa dikembangkan menjadi kurikulum yang paten untuk menjawabi persoalan pendidikan kita baik di masa pandemi ini maupun untuk kebutuhan dunia pendidikan kita yang masih morat-marit ini.

Akhirnya mau tidak mau para guru harus siap dengan kurikulum baru ini. Besar harapan kita semua, dan juga menjadi doa kita bersama agar dunia pendidikan kita semakin baik dari saat ke saat.
Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun