Mulai 2022 -- 2024 pemerintah melalui kemendikbudristek mulai menerapkan kurikulum darurat yaitu sebuah kurikulum yang katanya efektif memitigasi learning loss karena membantu guru untuk fokus pada materi esensial dan menerapkan pembelajaran yang lebih mendalam untuk mengembangkan karakter dan kompetensi dasar.
Di samping itu sebagai opsi tambahan ada juga kurikulum yang dinamakan kurikulum prototype. Kurikulum ini mendorong pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa, serta memberi ruang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar. Kebijakan kurikulum nasional akan dikaji ulang pada 2024 berdasarkan evaluasi selama masa pemulihan pembelajaran.
Kurikulum prototype memiliki beberapa karakteristik utama yang mendukung pemulihan pembelajaran:
1. Pengembangan soft skills dan karakter (akhlak mulia, gotong royong, kebinekaan, kemandirian, nalar kritis, kreativitas) mendapat porsi khusus melalui pembelajaran berbasis projek.
2. Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.
3. Fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid (teach at the right level) dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.
Sejauh mana efektivitasnya, waktu 2022 hingga 2024 yang akan memberikan pembuktiannya.
Bangsa kita memang belum menemukan satu tipe kurikulum yang benar-benar sesuai dengan karakter dan jiwa bangsa Indonesia. Bayangkan saja, sejak kurikulum 1947, kita sudah berganti-ganti kurikulum sepuluh kali (Ruslansyah Anwar dalam binus.ac.id).Â
Kurikulum yang terakhir adalah kurikulum 2013 yang sudah direvisi dengan penekanannya pada empat (4) aspek, yaitu penilaian, pengetahuan, keterampilan dan aspek sikap atau tingkah laku. Inilah yang menjadi tolak ukur untuk membuat assesment kepada siswa. Sayangnya, K13 revisi belum juga sampai benar-benar dipahami oleh guru, kurikulum sudah harus diganti.
Saya menjadi guru selama delapan tahun. Saya mulai mengajar tahun 2009 ketika kurikulum telah berganti nama menjadi kurikulum berbasis kompetensi. Tidak lama berselang muncul lagi kurikulum 2013. Padahal waktu itu sedang gencar-gencarnya pengadaan diklat untuk pemahaman lebih lanjut apa itu KBK agar guru benar-benar paham sehingga ketika action di kelas ia bisa tahu ke mana arahnya ia harus membawa para siswanya.
Mentri Muhadjir, datang dengan K13. Pelatihan juga begitu gencarnya diberikan kepada para guru. Miliaran rupiah habis hanya untuk melatih para guru agar memahami apa yang dikehendaki K13 bagi para siswa.Â
Kemudian datang lagi mentri Anis dengan K13 revisi. Bagi para penyusun kurikulum di kementrian mungkin merasa ini adalah sesuatu yang sederhana saja karena memang mereka ahli di bidang kurikulum ini. Yang tidak mereka pikirkan adalah para guru di lapangan.Â
Para guru harus bekerja ekstra. Â Bagaimana harus mengajar siswa-siswanya agar menjadi pintar, sementara di sisi lain harus berurusan dengan pelbagai administrasi kurikulum yang berganti setiap saat.
Pengalaman sebagai guru membuat saya paham bahwa yang menjadi persoalan utama siswa-siswa adalah kesulitan mereka dalam memahami konsep. Karena itu jangan heran bila prestasi siswa kita yang diukur dengan PISA terus berada di rangking terbawah. Hal ini bukan disebabkan karena kurikulum kita jelek tetapi karena daya tangkap siswa terhadap konsep sangat lemah baik itu konsep litetasi, numerasi maupun pengetahuan umum lainnya.