Saya lari ke kembali ke kampus. Dan pulang melalui jalan belakang, jalan hutan yang jarang dilalui warga. Sementara Amar, dilarikan ke rumah sakit. Itulah pertemyan terakhir dengan dirinya.Â
Berdasarkan cerita rekan-rekan, akibat insiden itu, ia pada akhirnya tak melanjutkan kuliah. Trauma adalah alasannya. Dan sejak saat itupulah, ia bak ditelan bumi. nformasi tentang dirinya hilang seiring berjalannya waktu.
Barulah di video itu, saya mulai mengetahui posisinya. Ia kini telah menjadi motoris kayu rute Tidore-Ternate. Dan sekali bertemu dan mengobrol singkat. Meski ia harus meraba-raba ingatannya mengenali saya.
Dalam perjumpaan singkat, pernah aku menanyakan dalam obrolan singkat di Pelabuhan Rum Tidore. Kesibukan dirinya tak banyak membuat saya melancarkan interogasi.Â
Waktu itu saya hanya bertanya "bagaimana bisa berakhir seperti sekarang?". Namun ia hanya menjawab singkat, "kehidupan berjalan dan keputusan telah dibuat. Apapun kejadian masalalu itu cukup diceritakan, bahwa saya pernah menjadi bagian dari pergerakan. Selebihnya jalan hidup atas keputusan harus dijalani"
"Juga pertanyaanmu salah. Harusnya kamu menanyakan kabarku dan apa impianku kedepan". Lanjutnya.
Tentu saya tak melanjutkan lagi. Sepeda motor telah terangkut di atas kapal dan ia harus balik lagi menuju Ternate.Â
Sekilas, saya melihat nasih ada trauma di wajahnya. Mungkin ia tak ingin membicarakan lebih jauh. Ia sendiri tak malu dan merasa bersukur. Setiap hari bisa memperoleh rejeki halal dari keringat sendiri. Juga halal bagi keluarganya. Baginya dunia mahasiswa sudah berlalu. Dan dunia nyata adalah pergerakan sesungguhnya. (Sukur dofu)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H