Batu yang dipecah menjadi kerikil berdiameter sekira 9 dan 3 Cm ini kemudian dikumpulkan dan dijual dengan harga yang lumayan tinggi.Â
Bila dijual satu dam truk berkisar antara 1-1,5 juta rupiah. Sementara untuk mobil LC300 dijual seharga 650-700 ribu rupiah. Dan, ukuran kerikil kecil dijual perkarung (25 kilo) dikisaran 20 ribu rupiah.
Pendapatan yang sangat besar, tetapi pendapatan besar bukan berarti pekerjaan tersebut mudah dilakukan. Terutama menghasilkan kerikil satu dam. Sebab, prosesnya sangat panjang. Bisa berbulan-bulan atau satu tahun memecahkan batu.
Apalagi, mayoritas mereka tidak berkelompok. Hanya bekerja sendirian. Kadang untuk memenuhi target, para perempuan ini urunan batu hingga memenuhi permintaan pembeli. Yang hasilnya akan dibagi sesuai dengan berapa banyak kerikil yang mereka berikan. Meski begitu, profesi tetap profesi. Apapun dijalankan demi kebutuhan hidup.
Tantangan terbesar ialah adanya teknologi pemecah batu. Rata-rata dari mereka masih menggunakan metode tradisional. Sementara teknologi pemecah batu banyak digunakan oleh pengusaha skala industri.Â
Di sekitar Togafo misalnya, ada satu usaha penambangan yang sudah menggunakan mesin pemecah batu. Yang tentu jauh lebih cepat dan efisien. Sementara di lokasi yang sama, para pemecah batu tradisional juga bekerja. Bila di kalkulasikan maka sangat jauh tingkat produktivitas antara mesin dan manusia.
Sejauh ini, beberapa pihak mulai menyalurkan alat pada kelompok pemecah batu. Utamanya di Kelurahan Tofafo. Namun yang jadi pertanyaan bagaimana manajemen dan tata kelolanya ketika beberapa mesin itu digunakan semua anggota pemecah batu.
Tantangan lainnya ialah mulai berkurangnya material. Sebab di musim paceklik seperti ini, hujan tidak terjadi. Sementara material yang diharapkan terbawa banjir ketika turun hujan merupakan berkah. Di mana, secara otomatis material tersedia.Â
Berbeda dengan lokasi di Tobolo di mana hamparan Batu Angus berada. Lava yang mengeras ratusan tahun ini tidak pernah habis. Hanya butuh sedikit kerja keras dan usaha untuk sebongkah batu yang kemudian diketok menjadi kerikil. Rata-rata para penambang di sini khususnya batu ukuran besar menggunakan alat. Sementara mereka para pemecah batu harus melalui proses pemahatan.
Terlepas dari itu, adanya para pemecah batu secara tidak langsung memberikan andil pada pembangunan fisik (rumah, kantor, pemukiman, proyek, dan sebagainya) di Kota Ternate.