Selain itu, hasil identifikasi menunjukkan biaya transaksi ekonomi yang tinggi dalam sistem logistik maritim sangat dipengaruhi oleh faktor infrastruktur pelabuhan, ketidakpastian muatan, cuaca, perilaku, skala ekonomi pulau, dan regulasi.
Permasalahan berikutnya ialah belum maksimalnya pemanfaatan tol laut oleh pengusaha lokal. Kapal yang terparkir lama tersebut mengindikasikan adanya ketimpangan timbal balik pengiriman antar daerah.
Kapal jasa tol laut kadang harus menunggu berminggu-minggu untuk melakukan pelayaran kembali ke daerah Jawa. Padahal salah satu fungsi adanya jasa ini ialah adanya timbal balik pengiriman barang dari dan daerah asal. Sehingga biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pelayaran seimbang.Â
Saya masih ingat betul kala salah satu surat kabar mengungkapkan, kapal tol laut yang hendak kembali ke Surabaya memiliki muatan yang tidak full alias hanya setengah dari volume angkut kapal tersebut.
Tentu ini menjadi salah satu kelemahan tersendiri. Meski dampak yang diberikan tol laut tidak memberikan efek pada penurunan harga komoditas tetapi di sisi biaya pemuatan barang masih cukup murah sebab dibiayai dengan pola subsidi.
Kendala ini terletak pada kelemahan pemerintah daerah melakukan sosialisasi pemanfaatan jasa tol laut. Saya sendiri hampir tidak mendapatkan informasi sosialisasi seperti ini. Bahkan saya yakin ranah kebijakan pun turut luput diperhatikan.
**
Pada dasarnya kehadiran tol laut adalah program yang perlu didukung penuh. Tetapi jika permasalahan-permasalahan yang mendasari tidak segera ditindaklanjuti maka bukan tidak mungkin program ini hanya menjadi program belaka dan tidak memberikan dampak apa-apa. (sukur dofu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H