Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harta Karun yang Terabaikan

6 Juni 2023   18:17 Diperbarui: 6 Juni 2023   18:19 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" Kamu dari Maluku Bang,?" tanya Cindy di sela-sela ngopi darat

" Iya lebih tepatnya Maluku Utara,"

" Wah banyak pohon kelapa dong," 

"Sangat melipah. Saking melimpahnya, mandi pun bisa pakai air kelap. Solusi mengtasi krisis air," Jawabku sembari bercanda.

Cindy tak sediktpun tertawa. Ia tak tertarik. 

" Lalu untuk saat ini apa saja produk yang dihasilkan dari kelapa ?,"Tanya ia serius.

" Untuk saat ini, petani hanya membuat kopra hitam"

" Batok kelapanya diapain Bang?'

" sebagai bahan baku tungku perapian membuat kopra hitam,"

"Aduh sayang sekali. Padahal itu komoditas potensial yang sangat menguntungkan,"

" Ya bagaimana, hanya itu keahlian dari petani,"

" Bukan petaninya, tapi kalian sebagai anak yang harus mengembangkan potensi tersebut menjadi bisnis yang mendongkrak penghasilan petani,"

Pada akhirnya percakapan tersebut barulah saya tau,  perempuan lulusan Universitas Indonesia ini merupakan ini  berkecimpun di dunia bisnis briket. Terhitung sudah 5 tahun. Pantas saja ia begitu geram ketika saya menjawab acuh. 

Produk briketnya telah merambah pasar luar negeri. Atau dengan kata lain, produk briketnya punya pangsa pasar terbesar di eropa dan asia. Tentu dengan kualitas dan standar yang diterapkan negara tujuan. 

Beberapa kali ia menunjukan foto proses ia memulai bisnis tersebut. Dari produksi skala kecil dengan dua karyawan, kemudia proses verifikasi dari tim ahli sebagai syarat memasuki pasar Luar Negeri hingga saat produknya benar-benar di kirim ke konsumen.

Skala bisnisnya pun lambat meningkat dengan jejaring sumber daya bahan baku yang semakin meluas. Ia menjalin kerjasama dengan petani di Maluku (Ambon) sebagai upaya pemberdayaan.  

Baginya petani adalah pemilik sumber daya yang harus ikut sejaterah dengan perkembangan bisnis briket yang menguntungkan. Selain briket, produk lain yang kini merambah pasar luar negeri ialah Gula Aren..

*

pembuatan kopra (dokpri)
pembuatan kopra (dokpri)

Terik mentari begitu menyengat kala saya melihat dua mahasiswa, Asri dan Gareng berjalan tanpa alas kaki dan dengan baju yang digantung di pundak. Keduanya tampak begitu dekil dengan wajah letih. Mereka pulang untuk makan siang.

Selama di desa, saya melihat kedua mahasiswa pertanian ini nampak sangat sibuk. Keluar pagi hari, pulang makan siang dan benar-benar rehat di sore hari.

" Dari mana kalian berdua " Tanyaku pada Gareng yang masih punya hubungan saudara.

" Dari kebun kak,"

" Panen pala?" 

" Bukan Kak. Bikin arang,"?

" Arang? arang tempurung?" 

" Iya kak".

" Gimana hasilnya," 

" Baru jual sekali. Ini mau produksi lagi"

Pertanyaan meluncur deras layaknya seorang wartawan mencari jawaban. Hasil percakapan tersebut saya akhirnya tau, Gareng dan Asri yang sedang libur semester memanfaatkan waktu mencari pundi-pundi rupiah bersama dua orang warga desa, Om Mus dan Ajili.

Keempat orang ini sudah sebulan mencoba memanfaatkan batok kelapa menjadi barang bernilai yakni arang tempurung. Bahan baku hasil pembuatan kopra yang di miliki keluarga empat orang ini tidak semuanya di jadikan sumber perapian. Mereka menyisahkan sekarung dua karung dan dibawa ke lokasi produksi yang juga masih dalam kebun.

Kelapa sisa pembelahan yang sudah di ambil dagingnya kemudian dibuka serabutnya dan menyisahkan batok kelapa. Serabutnya dijadikan sebagai sumber perapian. 

Setiap pagi terutama ketika masing-masing tidak memiliki kesibukan di kebun, mereka berempat menuju lokasi pembuatan arang tempurung. memulai aktvitas yang dipelajari secara otodidak. Tentu dengan alat produksi yang juga sederhana dan berbeda dengan Cindy yang sudah kelas briket berstandar internasional. Mereka hanya menggunakan dua drum bekas sebagai wadah pembakaran dan selebihnya improvisasi. Hasil produksi mereka dipasarkan ke pedagang makanan bakar-bakaran di Kota Ternate. 

Sejauh ini, mereka sudah dua kali mengirim arang tersebut ke pembeli dengan harga perkarung 50 kg sebesar 75 ribu rupiah. Dalam setiap produksi mereka hasilkan empat sampai lima karung. 

Ide bisnis yang mereka lakukan terpantik dari salah satu pelatihan yang dilakukan oleh Asri sendiri. Yakni pelatihan pembuatan minyak kelapa kampung. Sebagai ketua organisasi perkumpulan mahasiswa di desa, ia menghadirkan narasumber dari Kota Ternate ke desa. Dari situlah ia melihat peluang betapa kelapa dan turunannya sangat bernilai tinggi.

Daun kelapa yang hanya dibuat sapu lidi, serabut yang terbuang percuma, kulit buah kelapa beserta batok kelapa yang selama ini hanya menjadi sumber perapian pembuatan kopra atau digunakan dalam setiap hajatan, mulai dilirik. Dan lambat laun, ia berhasil mengajak tiga orang lainnya. Pedagang kenalannya di Kota Ternate ia ajak kerjsama untuk membeli arang yang mereka produksi.

Pembuatan Kopra Hitam (dokpri)
Pembuatan Kopra Hitam (dokpri)

aktivitas ini awalnya berjalan mulus, namun lambat laut, atau sejak tulisan ini dibuat, produksi arang tempurung sudah berhenti total. Permasalahannya beragam, minimnya perhatian, manajemen dan akses pasar. Pedagang yang membeli hanya itu-itu saja. Paling berat dari masalah yang dihadapi ialah kualitas arang tempurung yang mereka produksi. Tidak masuk kategori pasar. Tentu saja semua dilakukan secara otodidak. Tanpa pelatihan atau transfer keilmuan dari eksportir maupun piha-pihak terkait.

Pada Akhirnya, sumber pendapatan selain kopra tersebut kembali ke tungku perapian.

Potensi yang Terabaikan

Dok Suhardi
Dok Suhardi
Perhatian terhadap potensi pada negeri yang dikelilingi pohon kelapa memang santer digalakan. Baik pihak kampus, pemerintah maupun swasta. Banyak dari mereka gemar melakukan kajian ilmiah hingga menggelar pelatihan kompetensi. Baik di kota hingga ke desa. Namun kondisi tersebut hanya sekedar kegiatan. Selebihnya, tidak ada pendampingan hingga promosi maupun akses pasar

Di Maluku Utara sudah lumrah terjadi. Pelatihan demi pelatihan hanya melahirkan pelatihan. Datang, beri materi, foto, publis dan selesai.  Tidak ada tindak lanjut bagaimana proses sebuah desain bisnis dijalankan atau diterapkan ke masyarakat. Sementara di sisi masyarakat yang tidak punya keahlian value added karena sudah terbiasa melakukan produksi turun temurun juga pasti abai. 

Skema dalam mendorong desa mandiri secara bisnis lewat dana desa dengan Bumdesnya tak juga efektif. Desa butuh bimbingan dan pendampingan teknis lebih dalam ketimbang hanya melakukan revitalisasi minsed hingga hanya sebatas pemberian alat yang pada akhirnya rusak dengan sendirinya.

Belum lagi arah pembangunan ekonomi yang condong pada ekstraksi sumber daya alam mineral yang lambat laun mengabaikan perhatian kepada masyarakat luas. Sehingga kebijakan-kebijakan cenderung tak stabil. sementara anak muda? lebih abai lagi.

Potensi dan keunggulan kelapa yang banyak diusahakan masyarakat di Maluku Utara sangat besar. Peluang bisnis untuk mengembangkan masih terbuka lebar. Ketersediaan stok yang melipa terutama serabut kelapa hingga batok kelapa dapat ditemukan di mana-mana, namun belum dilirik secara serius oleh berbagai pihak. Padahal, briket misalnya, memilik nilai pedagangan yang sangat tinggi. 

Dikutip dari BPS, pada 2019 eskpor arang briket meningkat 4.69 persen (USD 14,51 Juta menjadi USD 151.9 juta ahun 2022. Tujuan pasar pun terbuka lebar yani turki, Brazil, Amerika Latin dan Timur tengah dan Negara ainnya. (1) sementara berdasarkan data Comrade 2021, beberapa Negara tujuan ekspor Indonesia paling tinggi ialah Arab Saudi (USS 232,388,870), Iraq (USS 127,454), Korea (USS 120,068), Jepang (USS 79,855,6) dan Malaysia (USS 40,715,5)

Berdasarkan data ini, peluang untuk meningkatkan perekonomian dengan komoditi kelapa baik primer maupun manufakatur (Minyak kelapa, bungkil kelapa, serat kelapa, dan arang kelapa) masih sanga tinggi. Peluang permintaan selain dari pasar luar negeri semakin tahun terus meningkat. Sehingga sangat di sayangkan jika potensi dari keunggulan komparatif ini masih belum terurus dengan baik. (sukur dofu-dofu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun