Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harta Karun yang Terabaikan

6 Juni 2023   18:17 Diperbarui: 6 Juni 2023   18:19 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap pagi terutama ketika masing-masing tidak memiliki kesibukan di kebun, mereka berempat menuju lokasi pembuatan arang tempurung. memulai aktvitas yang dipelajari secara otodidak. Tentu dengan alat produksi yang juga sederhana dan berbeda dengan Cindy yang sudah kelas briket berstandar internasional. Mereka hanya menggunakan dua drum bekas sebagai wadah pembakaran dan selebihnya improvisasi. Hasil produksi mereka dipasarkan ke pedagang makanan bakar-bakaran di Kota Ternate. 

Sejauh ini, mereka sudah dua kali mengirim arang tersebut ke pembeli dengan harga perkarung 50 kg sebesar 75 ribu rupiah. Dalam setiap produksi mereka hasilkan empat sampai lima karung. 

Ide bisnis yang mereka lakukan terpantik dari salah satu pelatihan yang dilakukan oleh Asri sendiri. Yakni pelatihan pembuatan minyak kelapa kampung. Sebagai ketua organisasi perkumpulan mahasiswa di desa, ia menghadirkan narasumber dari Kota Ternate ke desa. Dari situlah ia melihat peluang betapa kelapa dan turunannya sangat bernilai tinggi.

Daun kelapa yang hanya dibuat sapu lidi, serabut yang terbuang percuma, kulit buah kelapa beserta batok kelapa yang selama ini hanya menjadi sumber perapian pembuatan kopra atau digunakan dalam setiap hajatan, mulai dilirik. Dan lambat laun, ia berhasil mengajak tiga orang lainnya. Pedagang kenalannya di Kota Ternate ia ajak kerjsama untuk membeli arang yang mereka produksi.

Pembuatan Kopra Hitam (dokpri)
Pembuatan Kopra Hitam (dokpri)

aktivitas ini awalnya berjalan mulus, namun lambat laut, atau sejak tulisan ini dibuat, produksi arang tempurung sudah berhenti total. Permasalahannya beragam, minimnya perhatian, manajemen dan akses pasar. Pedagang yang membeli hanya itu-itu saja. Paling berat dari masalah yang dihadapi ialah kualitas arang tempurung yang mereka produksi. Tidak masuk kategori pasar. Tentu saja semua dilakukan secara otodidak. Tanpa pelatihan atau transfer keilmuan dari eksportir maupun piha-pihak terkait.

Pada Akhirnya, sumber pendapatan selain kopra tersebut kembali ke tungku perapian.

Potensi yang Terabaikan

Dok Suhardi
Dok Suhardi
Perhatian terhadap potensi pada negeri yang dikelilingi pohon kelapa memang santer digalakan. Baik pihak kampus, pemerintah maupun swasta. Banyak dari mereka gemar melakukan kajian ilmiah hingga menggelar pelatihan kompetensi. Baik di kota hingga ke desa. Namun kondisi tersebut hanya sekedar kegiatan. Selebihnya, tidak ada pendampingan hingga promosi maupun akses pasar

Di Maluku Utara sudah lumrah terjadi. Pelatihan demi pelatihan hanya melahirkan pelatihan. Datang, beri materi, foto, publis dan selesai.  Tidak ada tindak lanjut bagaimana proses sebuah desain bisnis dijalankan atau diterapkan ke masyarakat. Sementara di sisi masyarakat yang tidak punya keahlian value added karena sudah terbiasa melakukan produksi turun temurun juga pasti abai. 

Skema dalam mendorong desa mandiri secara bisnis lewat dana desa dengan Bumdesnya tak juga efektif. Desa butuh bimbingan dan pendampingan teknis lebih dalam ketimbang hanya melakukan revitalisasi minsed hingga hanya sebatas pemberian alat yang pada akhirnya rusak dengan sendirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun