Suatu pagi, di Bulan Ramadhan, Pak Fahmi Gaus (45 Tahun) seorang guru senior dengan sepeda motor bututnya berhenti di sebuah rumah. Ia lantas memanggil dari luar tanpa masuk atau turun dari sepeda motor. Seorang anak muda berumur 26 Tahun, lantas bergegas keluar. Nampak sangat tergesa-gesa. Rambutnya masih setengah basah. Tanda ia baru selesai mandi.
“ Maaf Pak Fahmi semalam saya begadang,” ujar Faisal Yamin, memberi alasan. Ia lantas buru-buru mengambil posisi sebagai penyetir.
“Cepat. Perjalanan kita jauh ,” Tegas Pak Famhi.
Keduanya langsung tancap gas menuju Kecamatan Pulau Makian, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Mejajal jalanan tanah, atau jalan kebun yang menghubungkan antar desa. Naik turun bukit. Jalan bersetapak didapat ketika lewat dalam kampung. Hasil pembangunan dari dana desa. Namun Ketika sudah lepas dari kampung, jalan tanah kembali menyambut.
Ketika melawati kali mati, satu diantara mereka harus turun guna memudahkan penyebrangan sepeda motor ke sebelah. Mereka juga sesekali harus bekerja keras mendorong sepeda motor lantaran ban tertanam di pasir yang mengendap di kali mati. Kondisi ini dilakukan lantaran tak ada jembatan penghubung.
Dua jam perjalanan dari desa Mateketen Kecamatan Makan Barat ke Kecamatan Makian Pulau dengan jaraknya sekitar 10 KM ditempuh. Tujuan perjalanan keduanya lantaran diutus langsung oleh Kepala Sekolah tempat mereka mengabdi yakni di SDN 3 Kabupaten Halmahera Selatan, guna mengikuti sosialisasi Kurikulum Merdeka Belajar. Kegiatan yang diprakarsai oleh Koordinator Pendidikan Wilayah Kecamatan Makian Pulau Makian dan Makian Barat.
Faisal sendiri sangat antusias ketika diberi kepercayaan mewakili Sekolah. Meski hanya sebagai guru honorer, ia tampak begitu bersemangat hadir agar bisa memetik sari pati pengetahuan kurikulum merdeka belajar. Walaupun belum akrab bagi guru-guru di pesisir, tetapi bagi Faisal, kurikulum merdeka belajar yang dipelajari sesaat di internet merupakan angin perubahan bagi dunia pendidikan berbasis karakter impiannya.
Di ruangan, Faisal dan rekan guru lainnya lantas mempelajari lebih dalam tentang Merdeka Belajar. Materi-materi yang dijabarkan oleh fasilitator dan tim Ahli lambat laun mulai dipahami. Peserta yang hadir diberi landasan konsep dan praktek. Mulai dari sekolah diajarkan membuat akun belajar dengan sistem administrasi bisa diakses lewat daring. Tak lupa guru membuat akun guru guna dapat mengakes berbagai materi di platform merdeka belajar secara mandiri.
Jawaban atas Problem Disparitas Pendidikan di Pesisir
Disparitas pendidikan merupakan salah satu problem dasar yang selalu membelenggu daerah pesisir. Baik dari infrastruktur, ketersedian perpustakaan, laboratorium, implementasi digitalisasi, kualitas guru hingga kualitas lulusan.
Selain itu, penerapan pendidikan tidak berbasis sektoral kebudayaan setempat menyebabkan disprupsi sosial budaya bagi siswa. Rendahnya sikap gotong royong, sikap saling menghargai nilai-nilai tradisi, budaya dan sejarah bangsa Indonesia menjadi yang aspek-aspek utama pendidikan karakter.
Contohnya bahasa daerah, Generasi pro bomer dalam laporan Badan Pusat Statistik 2022 menunjukan presentase penggunaan bahasa daerah turun menjadi 62,94 di lingkungan keluarga dan 61,70 persen di lingkungan tetangga. sebuah kondisi yang turut serta menyumbang kepunahan bahasa.
Dalam internal sekolah, proses belajar mengajar sangat kaku lantaran guru hanya sebagai aktor aktif dan siswa sebagai pendengar, terpaku pada rambu-rambu, polemik pembelajaran berbasis tema di mana guru harus mampu mencernah mata pelajaran dalam suatu waktu, adiministrasi yang rumit serta beban kerja guru yang besar seperti penyiapan silabus dan rencana pembelajaran. Dan, proses akhir dari pendidikan yang terfokus pada penilaian kriteria ketuntasan minimal (KKM). Sementara siswa terlalu monoton diberi materi tanpa pengulangan. Alhasil siswa kehilangan fokus dan tertampung begitu banyak pelajaran yang mengendap di kepala.
Hubungan antara siswa dan murid hanya sebatas belajar mengajar di sekolah. Ada sekat nyata karena strata sosial. Murid sangat takut pada guru. Kadang ketika bertemu, mereka harus memilih jalan lain dan cenderung menghindari guru. Sikap arogansi kadang terjadi. Saya menemukan perkara ini berkali-kali terutama di desa saya di mana pukulan, tamparan bahkan tindakan kekerasan fisik terjadi. Kondisi yang juga menyulut konflik antar orang tua dan guru. Hubungan yang diharapkan pun tidak pernah terjadi, sehingga murid selamanya terkekang dan merasa terbebani. tak heran jika murid kadang membandel dan minim kreasi akibat tekanan-tekanan tersebut.
Polemik-polemik mendasar dari dunia pendidikan tersebut lambat laun mulai teratasi ketika kebijakan kurikulum Merdeka Belajar dicetuskan. Partisipasi sebagai tongkak utama pendidikan bermutu tinggi, hasil pembelajaran yang berkualitas, mutu pendidikan merata secara geografis maupun ekonomi, dengan kemajuan arah pendidikan kebudayaan, pemantapan budaya dan karakter bangsa. Dan paling penting ialah pelestarian nilai-nilai luhur budaya bangsa dan penerapan nilai baru kebudayaan global secara positif dan produktif. (Kemendikbud, 2022)
Merdeka belajar kemudian disambut baik oleh guru-guru di pesisir. Ketika sosialisasi yang diterima oleh Faisal dan Pak Fahmi di demonstrasikan di sekolah, harapan akan perubahan pendidikan karakter yang selama ini diharapkan nampak menemukan wadah. Mereka semakin terlejit belajar utamanya mencipatakan suasana belajar yang tidak kaku, tugas berganti proyek bersama, hingga mendesain paradigma belajar satu arah ke paradigma partisipatif dua arah yang lebih paripurna agar mampu menjelajahi Khsanah pendidikan yang terus berkembang.
Faisal sendiri menangkap makna yang lebih besar yakni, Memanusiakan Manusia. Terangkum dalam pilar pilar Pelajar Pancasila (kebinekaan global, bergotong royong, kreatif, bernalar kritis, mandiri, dan beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia).
Individu dalam dunia pendidikan harus berkembang secara alamiah berdasarkan kebebasan berpikir, bermoral dan berada sosial seuai konteks perkembangan jaman. Karakter yang tumbuh harus selaras dengan kemajuan jaman sehingga melahirkan generasi yang kompeten di masa depan.
Faisal sangat mengedepankan kemerdekaan dan kebebasan berpikir. Itulah yang mendorong pria pemegang Gelar Sarjana Pendidikan dasar ini mendirikan rumah Baca di kampung tahun 2019 silam. Bersama beberapa guru muda bahu membahu membangun melek literasi bagi siswa Sekolah dasar dan menengah pertama. Mulai dari baca tulis, mengespolorasi minat dalam diri seperti menulis puisi, cerpen, menggambar, dan belajar bahasa inggris.
Dipilihnya kelompok umur ini lantaran minat, bakat, kreatifitas, emosional harus dibangun sejak dini agar tercipta generasi yang bebas berpikir secara kritis. Sehingga memiliki fondasi nalar kritis dalam memproses informasi secara kualitiatif dan kuatitatif.
sebab, Kebebasan berpikir yang terkungkung dalam pikiran sejak kecil dapat mematikan kemerdekaan berpikir, kreatifitas dan inovasi seseorang.
Selain, Faisal, beberapa guru yang saya kenal juga mengembangkan kreativitas dengan mengedepankan nilai sosial dan karakter kebangsan. Pak Ujud radijulun misalnya, ia belakangan menjadi pelopor kegiatan seni tari togal; tarian suku Makian. Ia mendorong agar generasi pre-bomeer diajarkan togal sebab, generasi post milennial telah meninggalkan tarian tradisional ini dan lebih condong ke tarian joget modren.
Bersama wali murid, dan warga, upaya itu lambat laun berhasil. Siswa-siswi yang semula hanya dilatih untuk ditampilkan pada Upacara hari kemerdekaan, kini berangsur lebih intens. Dari satu sekolah kini telah dipelajari semua sekolah. Perhelatan dan lomba togal pun sering dilakukan.
Sementara Ardila berbeda, ia memanfaatkan kondisi lingkungan dengan mendorong siswa-siswi menciptakan produk-produk dari laut. Seperti gelang dan kalung dari kerang, bunga dari sampah di laut dan gantungan kunci dari buah pala dll.
Sehingga dengan kehadiran program Merdeka Belajar, maka Semarak Merdeka Belajar yang semula hanya dilakukan di luar sekolah dapat disinergikan hingga ke lingkungan sekolah lewat berbagai program inovatif dan kreatif sesuai minat siswa. Bagi Faisal, Pak Ujud maupun Ardila, semarak merdeka belajar bakal lebih inovatif lagi terutama implementasi dalam proyek-proyek keilmuan yang didukung berbagai kemudahan seperti pendanaan, perancangan kegiatan hingga ouput kegiatan.
Semarak Merdeka Belajar di Tengah Keterbatasan
Semenjak sosialisasi penerapan Kurikulum Merdeka Belajar, saya memperhatikan ada perubahan signifikan dalam praktek baik yang dilakukan guru-guru inspiratif ini. Dalam minggu ini, kolaborasi pihak masyarakat, sekolah dan kampus menghasilkan gerakan menumbuhkan minat dan bakat dengan menggelar pertandingan sepakbola. Anak-anak SD kelas 1-kelas enam turut serta dalam pertandingan tersebut. Keseruan yang ditampilkan menjadi tontonan tersendiri.
Guru-guru lain juga mulai melakukan inovasi dan kreasi, seperti menumbuhkan cinta lingkungan dengan sama-sama membersihkan pantai, sosialisasi tidak buang sampah sembarangan, memanfaatkan alam sebagai laboratorium, hingga berkunjung ke sekolah lain guna melakukakan kolaborasi Semarak Merdeka Belajar.
Studi tour juga mulai diprogramkan. Itu saya ketahui dari kepala sekolah yang hendak berangkat ke Ibu Kota Kabupaten Halmahera Selatan guna menghadiri Sosialisasi Sekolah Penggerak dan Bimtek Platfrom Raport Pendidikan. Baginya studi tour bakal menjadi program utama dan pertama kali di Pulau Makian sebab selama ini tidak pernah ada studi tour.
Sementara Faisal saat ini membangun proyek bersama siswa-siswi menggali gagasan orisinal menghasilkan karya yang bakal dibukukan sebagai bagian dari memotivasi siswa-siswi lain untuk terus berkarya.
*
Semarak Merdeka Belajar lambat laun mulai dikuatkan dengan peran aktif antara berbagai pihak. Meski harus diakui bahwa kurikulum merdeka belajar belum sepenuhnya dilaksanakan dan masih dalam tahap penjajakan. Tetapi inisiatif secara mandiri mulai digalakan.
Kendala jaringan yang selama ini terjadi di desa tak menyurutkan niat utamanya guru-guru mempelajari platfrom merdeka belajar. Setiap malam saya melihat mereka berkumpul di depan Balai Desa, tempat internet gratis hasil inisiatif desa. Baik guru senior maupun junior, duduk berdampingan mempelajari satu persatu materi yang ada dalam platfrom merdeka belajar.
Diskusi alot jika salah satu dari mereka tidak paham. Terutama megakses materi, mencerna hingga tahap bagaimana memasukan akun. Rasa frustasi karena lemotnya jaringan juga sering muncul dengan ngomel-ngomel. Meski pada akhirnya selalu ada tawa mengiringi hingga larut malam. Materi yang berhasil di pelajari kemudian ditulis pada buku yang mereka bawa. Hal ini dilakukan agar ketika pulang dapat dipelajari. Selain dari masalah utama ialah handpone tak menangkap jaringan jika di rumah
sumber : Renstra Kemendikbud, 2022-2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H