Apapun itu, pertemuan dengannya memberikan pelajaran penting betapa pentingnya sudut pandang dan cara menghargai sudut pandang seseorang tanpa mengucilkan pandangan orang lain.
Saya jadi mengingat seorang dosen pernah bertanya di ruang kelas "apakah belok kanan harus dari kiri,"Â
Pertanyaan yang membikin gaduh karena masing-masiang argumen. Saya sendiri seingat saya menjawba tidak perlu. Bisa lewat tengah atau samping.
"Hakikatnya belok kanan harus lebih dulu dari kiri. Pun dari belok kiri harus dari kanan dulu," begitu dosen saya.
Lalu apa semua itu? Sudut pandang atau presepsi. Tergantung dari mana mereka berada pada intinya tetap belok. Kanan atau kiri. Sama halnya jika saya menggangap pantai itu indah. Namun belum tentu indah bagi yang lain.
Pertemuan dengan Pak Muliansyah sedikit membuka tabir bahwa manusia harus berlaku adil; begitu ungkapan Pram. Namun lebih-lebih, sudut pandang adalah keindahan dalam kehidupan.
Sudut pandang seseorang kadang menaruh semuanya pada kebenaran dan  mengabaikan fakta dari yang lain. Hal yang kemudian membikin banyak pertikaian. Namun seni menjadi manusia tentu sangat bermakna. Ketika proses mengantarkan sudut pandang menerima kebenaran lain.Â
Sudut pandang yang baik membikin seseorang dapat menyelesaikan perkara dan masalahnya dengan bijak. Dan berlaku bagi siapapun yang mempraktekan itu. (Sukur dofu-dofu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H