Kehidupan di desa tidak membuatnya hilang komunikasi dengan teman-temannya dulu di Perguruan Tinggi. Walau di desa, ia mampu melakukan komunikasi karena ketersediaan internet cepat di desa.
Dari situ pulah karya-karya yang ditulis oleh Ical kemudian menginspirasi beberapa kawan dan membentuk sebuah komunitas menulis. Ical sendiri dalam sebulan bisa menemui mereka untuk berbagi pengalaman.Â
Komunitas ini belakangan cukup banyak mengeluarkan karya utamanya fiksi. Keaktifan komunitas menulis ini membawa mereka selalu terpanggil mengisi acara-acara literasi.
***
Ical bagi saya adalah pemuda pejuang. Di tengah ketertinggalan baik infrastruktur, dan banyaknya pemuda yang memilih jalur utama, ia tidak demikian.Â
Perjuanganya membumikan literasi di pesisir sejengkal demi sejengkal dilakukan. Mengajak serta para pemuda, warga hingga mahasiswa.Â
Saat ini, gerakan dari kreativitas pemuda mulai menampakan hasil. Aktivitas yang mereka lakukan dengan memanfaatkan platform media sosial dengan internet cepat telah menarik minat Desa untuk bekerjasama mengembangkan perpustakaan desa.
Gagasan itu lahir dan dalam tahap pembangunan. Tentu bukan pekerjaan muda bagi Ical dan pemuda lain. Perpustakaan desa tentu memiliki ranah yang berbeda. Namun satu yang pasti, kehadiran perpustakaan itu setidaknya dapat mengobati kelangkaan buku di desa.Â
Harapannya sederhana, yakni warga, mahasiswa, dan siswa dapat memperoleh sumber primer utama bahan bacaan agar budaya literasi di peisisir dapat terbentuk. (Sukur dofu-dofu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H