Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pengalaman Menjajal Jawa Tengah

15 Oktober 2022   09:56 Diperbarui: 16 Oktober 2022   07:24 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani sedang menggarap lahan tembakau (Dokpri)

Sebulan sudah melakukan perjalanan. Dimulai dari Jakarta dan Depok bergeser ke Semarang, Magelang, Solo, Wonogiri, Klaten, pindah lagi ke Surabaya, Jember dan dua hari mampir ke Bali.

Dalam sekian perjalanan itu, banyak hal tertangkap mata. Budaya, tradisi, dialek, karateristik wilayah, makanan, cuaca, wisata hingga birokrasi. Satu kesukaan saya ialah bertemu orang baru, cerita-cerita baru.

Perjalanan di mulai dari Kota Semarang, bersama seorang teman dari Surabaya, teman seangkatan sewaktu di IPB University, kami melaju membelah jalanan antar kabupaten di Jawa Tengah.

Bermodal sepeda motor yang baik hati dipinjamkan oleh kenalan di Kabupaten Magelang, kami menjajal jalan menuju setiap kabupaten kota di atas. Tak hanya sekali pergi, butuh dua sampai tiga kali bolak balik.

Dalam seminggu, tujuh puluh persen waktu dihabiskan di jalan baru rehat pada hari Sabtu dan Minggu.

Salah satu pemandangan menarik di Kabupaten Wonogiri (Dokpri)
Salah satu pemandangan menarik di Kabupaten Wonogiri (Dokpri)

Penelitian Jawa-Bali membawa saya bisa menjajal kabupaten/kota ini. Sebuah kesempatan langkah yang langsung saya iyakan. Saya yang awalnya hanya ditugasi di Jakarta-Depok harus bergeser membantu pengambilan data di Jawa Tengah dan Bali.

Pengalaman yang luar biasa tentunya. Merubah cara pandang wong ndeso yang masih melekat. 

Sentimen pembangunan, menjadi hilang hanya dengan melihat jalanan berlubang, ibu-ibu yang dibahunya tertikat bawaan berat menjajal medan terjal pegunungan diantara Merbabu-Merapi, hingga istri yang setia menemani suaminya berjualan di samping jalan menuju Kabupaten Wonogiri. Dan banyak hal lagi.

Bermula di Kabupaten Klaten. Di sini, dua hari saya rehat dan di ajak jalan-jalan. Ngopi di Candi Mendut lalu keliling ke Borobudur. Tidak masuk, hanya keliling mengingatkan kembali kenangan tahun 2019 silam.

Di Candi Mendut, saya memasuki sebuah toko. Seorang pria setengah baya menyambutku. Tentu sebagai seorang penjual dan konsumen. Toko dengan menjual berbagai olahan tembakau dari seluruh Indonesia. 

Salah satu sosok yang saya temui di Kab. Magelang (Dokpri)
Salah satu sosok yang saya temui di Kab. Magelang (Dokpri)

Tembakau belakangan ku ketahui merupakan salah satu komoditi yang paling banyak juga di tanam dan diusahakan. Banyak produk rokok tak bermerek dengan harga dibawah pasar. 

Tembakau-tembakau oleh petani dan tidak terserap industri menjadi produk rumahan yang cukup terkenal. Tembakau memang masih menjadi dilema dalam kajian potensi di bidang pertanian. Pro kontra sudah menjadi hal umum bahkan tidak menjadi pilihan bijak dalam penelitian ilmiah.

Ia menyambutku, mempersilahkan saya mencicipi apa saja yang saya mau. Beberapa serutan tembakau saya coba. Kemudian ngobrol sebentar. Satu yang saya ingat, ia tak kesal karena tak membeli. Toh selera konsumen tak bisa dipaksakan.

Dua hari di Magelang, cuaca yang sangat dingin. Saya kurang terbiasa dengan cuaca begini. Terbiasa dengan hawa panas pesisir rupanya menjadi sedikit kendala. 

Saya jujur, sedikit heran dengan kota destinasi wisata ini. Kehidupan seperti berjalan sangat lambat. Keheranan saya hadir berulang kali ketika pagi, tidak ada aktivitas ekonomi berarti. Pada pukul 9-10 pun masih banyak toko-toko yang belum buka.

Pun malam hari, di atas pukul 8, banyak sudah toko-toko yang tutup. Dan aktivitas merenggang. Namun saya ketahui, ketika bertandang ke pasar tradisional, justru aktivitas di pasar justru dilakukan malam hari. Ramai pada pukul satu dini hari. 

Petani sedang menggarap lahan tembakau (Dokpri)
Petani sedang menggarap lahan tembakau (Dokpri)

Dua hari kemudian, kami menuju Kota Solo. Menjajal jalan diantara Gunung Merbabu-Merapu. Saya begitu kagum dengan kehidupan di sini.

Kanan kiri terhampar berbagai banyak komoditi holtikultura, kehidupan ramai penduduknya, aktivitas bertani. Bukit-bukit sejauh mata memandang, terpampang jelas tanaman-tanaman. Tidak ada lahan yang tersisa sejengkal pun digarap. Sungguh penompang pangan luar biasa bagi penduduk di bawah sana.

Di jalur ini, tiga kali kami bolak balik dan bertemu beberapa sosok, salah satunya penyeduh kopi di Jalur Selo Banyuwangi hingga Petani Tembakau. Saya menyukai pemandangam asri di sini. 

Di Solo, kami ngekos. Keputusan ini lantaran untuk ke Wonogiri dan Klaten bisa ditempuh pulang pergi. Di sini, saya terkendala bahasa. Dan kadang tidak bisa berbuat apa-apa. Tutur bahasa Jawa halus, Kromo, membuat saya kebalakan. Lidah saya kaku, sudah tabiat lidah timur.

Satu cerita lucu ialah ketika saya ke Kantor Dinas Kesehatan. Mengurus surat untuk perizinan. Kawanku seharusnya yang mengurus ini, namun keisengannya lah yang membuat saya harus pergi.

Ketika masuk, saya ditanya menggunakan dialek Jawa Kromo. Tentu saya tak tau bilang apa. Pun dengan beberapa ruangan yang saya masuki hingga saya pulang. Sungguh sebuah pengalaman dari keunikan. Mulai saat itu, saya tak pernah maj lagi disuruh mengurus izin-izin.

Di Solo, karakter dan kepribadian orang-orang sangat kuat, halus dan santun. Tidak hanya di Solo namun hampir di semua lokasi. Orang-orangnya sangat santun, dari tutur bahasa dan perilaku. 

Aku berulang kali mendapati obrolan-obrolan pembuka dengan bahasa permisi dll. Bahkan untuk lewat saja, saling menghormati dan menggangukan kepala. Sebuah tradisi yang begitu kuat.

Makanan dan harga juga menjadi perhatian saya. Ada yang murah ada juga yang mahal. Walau antar daerah tersebut berbatasan langsung. Paling terasa ialah harga makanan. Faktor aktivitas dan pertumbuhan ekonomi menjadi landasan utama. 

Di ranah birokrasi, tentu berbeda-beda. Ada yang cepat, ada yang lambat dan ada yang biasa saja. Begitupun dengan keperluan dan ketersediaan data. Sejauh ini, tidak banyak yang lengkap. Tentu sebuah pekerjaan rumah. 

Dokpri (Dokpri)
Dokpri (Dokpri)

Dalam perjalanan ini, saya menemukan bahwa setiap birokrasi memiliki sistem yang berbeda dan berbelit-belit. Tergantung pemimpin. 

Bolak balik, oper sana sini seperti menjadi hal lumrah. Belum ada sistem terintegrasi satu satu data yang di terapkan menjadi salah satu masalah tersendiri. Padahal, satu data menjadi prioritas daei efisiensi pelayanan birokrasi.

Saya memimpikan ada sebuah sistem dari pusat hingga daerah yang terintegrasi dalam hal akses, perizinan dll. Walaupun saya paham hal tersebut sedikir ribet karena kebutuhan, visi dan misi, karakter setiap daerah berbeda.

Apapun itu, perjalanan menjajal Jawa-Bali memberikan saya banyak pandangan. Sebagai orang timur, melihat akses jalan penghubung dengan segala jenis moda transportasi tentu membuat iri. Namun itu mulai terbuka ketika masuk lebih dalam.

Transportasi dan jalan penghubung memang tersedia, akses kemana-mana bisa dijangkau namun tak lepas dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan.

Sementara dalam gambaran saya, atau umum di daerah timur, pembangunan yang condong ke tengah sepertinya harus dipikur-pikir kembali. 

Dokpri (Dokpri)
Dokpri (Dokpri)

Masih banyak hal kesejateraan yang menjadi kisah klasik bersama. Jauh ke dalam, jauh pula diketahui bahwa manusia, pembangunan dan ekonomi rupanya hampir sama setiap daerah. 

Satu yang tertangkap dari pandangan dan obrolan ialah, betapa Covid mempengaruhi segalanya. Di beberapa kabupaten kota, itu sangat nampak terlihat. Gairah ekonomi melemah. Tak banyak aktivitas konsumsi yang terjadi.

Karakter wilayah menjadi bagian berikutnya yang menarik. Ada yang tumbuh pesat ada pula yang biasa saja. Walaupun dalam kacamata PAD capaiannya begitu tinggi. Bersambung (Sukur dofu-dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun