Semua dimulai lima belas hingga sepuluh tahun belakangan. Perusahan-perusahan pertambangan diizinkan mengesploitasi isi pulau kami, Kepulauan Obi, Kabupaten HalmaherabSelatan. Letaknya tak jauh dari kampung-kampung penduduk.
Nikel, hingga bahan Baterai mobil listrik dihasilkan di sini. Investasi besar-besaran dilakukan.
Perusahan loging juga tak mau ketinggalan. Raksasanya pohon-pohon membuat gairah kekayaan menjadi-jadi. Tebang sana tebang sini. Usir sana usir sini.
Di permukaan akar-akar ditebang, di dasaran tanah di keruk. Â Jadilah itu. Hasil-hasil pembuangan kerukan dan runtuhnya pohon-pohon membikin laut jadi coklat.Â
Padahal, wilayah ini adalah wilayah potensi perikanan, dari pelagis, demersal hingga ikan karang. Keagungan bahari sebentar lagi sirna, nampak dari produksi-produksi yang  semakin menurun.
Sungguh belum terlalu lama. Baru seumur jagung perusahaan-perusahaan itu beroperasi. Sementara di satu sisis, usulan, kritikan, penelitian dengan hasil-hasilnya tak pernah mau diterima. Berdalil operasi produksi di atas sudah sesuai prosedur.
Lalu, bagaimana dua atau tiga puluh tahun lagi? Membayangkannya saja aku tak sanggup.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H