.... fitnah, tuduh-menuduh hingga kekerasan fisik sering menyertai proses berlangsungnya tahapan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).....
Dua malam sebelumnya, seorang Calon Kepala Desa (Cakades) menelpon. Entah dari mana nomor kontak saya diperoleh. Saya mengenalnya, tapi saling menelpon bukan kebiasaan kami berdua.
Basa-basi beberapa saat, ia lantas menyampaikan tujuan " Saya ikut calon, bertarung dengan si A dan si B. Dan sudah sampai tahapan penyerhan berkas ke BPMD Kabupaten. Kiranya mungkin ada jaringan yang bisa mengamankan saya di kabupaten agar lolos hingga tahapan pemilihan,"Â
Ketakutannya ini lumrah terjadi. Berkas bakal calon (balon) yang sudah di saring dan ditetapkan lolos, akan diserahkan ke dinas terkait. Dinas ini akan melakukan tahapan seleksi lebih lanjut.Â
Dalam tahapan inilah, biasanya para Balon akan kuatir. Jaga-jaga kalau mereka akan terjegal. Sehingga segala jejaring akan digunakan untuk mengawal berkas mereka. Ada istilah " orang dalam" punya peran. Jegal menjegal biasanya sudah di mulai dari sini.
"Waduh. Saya saja baru tau kalau sekarang sudah tahapan Pilkades. Namun untuk jejaring, jujur saya tak punya.," ujarku.
Mantan ketua ranting salah satu partai ini pun memaklumi. Dan sekalipun saya punya jejaring, tak elok rasanya mengangu jalannya aktivitas demokrasi. Menganggu sama saja ikut serta mencederai proses terlaksananya demokrasi yang sudah sangat minim pemahaman dan pendidikan politik.
Ia lalu membeberkan visi misinya yang terdengar berapi-api dan saya hanya mendengarkan. Di akhir telepon ia membutuhkan komitmen dari saya agar mau memihaknya. Rupanya sekalian kampanye.
"Anak main sama saya saja. Biar mahasiswa juga nanti bisa memilih saya. Supaya jangan pilih yang lain. Nanti mereka korupsi" ujarnya begitu tersirat. Rupa-rupanya ia hafal betul posisi saya dalam organisasi kemahasiswaan berbasis desa. Entah dari mana juga ia tau saya pembina utama para mahasiswa itu.Â
Saya tak mengiyakan. Dan, hanya memberikan harapan agar kelak jika terpilih bisa jadi pemimpin yang pintar mengolah anggaran desa. Anggaran yang jadi cikal bakal fitnah itu karena penyelewengan dan korupsi.