Jaman memang berubah, tapi selama manusianya tidak berubah, maka segala sesuatu tetap stagnan,"
Kurang lebih itulah yang tertangkap dalam obrolan via mesengger dengan salah satu warga desa. Tegas ia bilang bahwa praktek persantetan masih merajalela. Orang-orang pun tak luput dari sebutannya. Ironi memang, tetapi itulah kondisi sosial masyarakat desa.Â
Kepercayaan turun temurun akan praktik aniyaya lewat lewat ilmu sakti begitu kuat. Â Orang-orang kuat ini mendapat label sosial kuat di masyarakat. Label itu melekat bahkan anak kecil pun akan mawas diri dalam nasihat orang tua. Jaga-jaga agar hati-hati bergumul dengan mereka.Â
Tuduhan tanpa dasar ilmiah ini memang patut dipertanyakan. Namun pengadilan sosial seperti menjadi hakim lebih kuat dalam masyarakat. Apalagi pengalaman sosial adalah bukti valid atas kuatnya pengadilan ini.
Tak bisa dipungkiri juga, walau masih menjadi perdebatan benar tidaknya, dunia satu ini menempati urutan teratas dalam kepercayaan dan kehidupan masyarakat. Utamanya di desa, di pelosok-pelosok.Â
*
"Aktifitas sekarang lagi merombak dapur, mau di perbaiki," ungkap pria muda yang berprofesi sebagai guru honorer dan juga ketua pemuda desa.
" Siapa yang jadi tukangnya,( mandor)," tanyaku lagi
"Tukang batu saya sama papa," jelasnya dengan bangga. Anak dan bapak ini rupanya nyambi jadi tukang. Tak ada mandor kepala yang dipakai.Â
Di desa, rata-rata anak muda memang pandai dan punya skil membangun rumah. Keahlian mereka seperti menyusun tela, plesteran, membuat plafon hingga memaku seng, atau atap.Â