"Geladak-geladak kapal berbunyi kencang, cakalang-cakalang beterbangan. Menghantam lantai-lantai kapal. Penabur umpan sigap melemparkan ikan teri hidup dan pemancing-pemancing di depan anjungan tak kenal lelah menurunkan menarik cakalang".
Riuh camar dan burung lain ikut berpesta. Ikan-ikan naik, mengundang datang mengambil jatah makanan gratis. Dari dalam laut, aku pandangi ikan perenang cepat ini secepat kilat menyambar umpan ikan teri hidup yang ditebar boy-boy; pelempar umpan.Â
Ramai ikan bermain di bawah kapal, mengikuti arah kemana umpan di lempar dan tertarik oleh percikan air dari alkon kapal. Sesekali aku lihat Hiu besar hingga kecil turut dalam gerombolan.Â
Berburu apa saja yang bisa diraih mulutnya. Ikan jenis lain juga nampak turut hadir, tuna, tongkol, madidihan, sorihi, dll. Semuanya kupandangi dari pinggir kapal.
Riuhnya ikan-ikan ini tak berlangsung lama. Gerombolan paus nampak hadir dam mengacaukan semuanya. Kapten di balik kemudi  menginstruksikan berhenti memanancing, dan menekan gas kapal sedikit tinggi, menghindar." Kalau sudah ada paus, ikan kabur. Kita juga harus pindah. Jangan sampau berada di jalurnya, kapal bisa di tabrak,".
Benar saja, gerombolan ikan paus itu memang menuju ke kapal. Tak berpindah, mengejar gerombolan ikan yang berkumpul. Sirip punggung yang sedikit bengkok oleh nelayan paling di takuti. Â Kata nelayan, paus ini jahat dan sudah beberapa kali menabrak kapal nelayan.Â
Kerusakan memang tidak berarti namun biaya memperbaiki kapal tetaplah mahal dengan ketidakpastian pendapatan nelayan seperti mereka.
Kami pindah, menuju spot lain yang sudah ditetapkan. Lagipula, di spot ini sudah banyak pemancing tonda; handline dan kapal nelayan lain. Peluang untuk mendapatkan hasil cukup kecil.Â
*
Kapal menghindar, menuju ke spot berikutnya. Pagi masih menggantung. Tidak elok untuk pulang dan menimbang hasil tangkapan yang hanya separuh palka. Pelan demi pelan kapal menuju titik koordinat.Â