Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Filosofi Kapal

2 September 2022   19:59 Diperbarui: 3 September 2022   13:55 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kapal berayun tak beraturan. Miring kiri, miring kanan, naik turun karena gelombang. Jika hanya hujan tak masalah bagi nelayan. Ombak tidak ikut serta. Namun angin adalah momok yang lain. Ia akan membawa serta ombak yang membikin kapal atau nelayan harus secepatnya menyingkir agar tidak karam.  Sungguh sebuah ujian di tengah gelap gulita malam tanpa ada penerangan memadai. Lampu suar kapalpun seakan tak berfungsi. Tak bisa digerakan. Hanya satu arah.

Aku panik, pucat, gemetaran. Celana panjang ku ganti celana pendek. Bahan pakaian diganti dengan yang ringan agar ketika terjadi apa-apa, tidak memberatkan dalam berenang. Pikiranku akan karam dan terbalik terus menghantui.

 Duduk diam dalam kamar kapten dan memanjatkan doa. Tak ada lagi yang dipikirkan selain bagaimana caranya nanti jikalau kapal mengalami keadaan yang tidak bisa terselamatkan. Bagaimana cara berenang, apa yang harus di raih duluan. Bayang-bayang ini terus menghantui.

Cukup lama kapal terhantam badai. Pria yang berdiri di depan juga tak bergerak. Masih berdiri dan mencari-cari teluk tempat teraman dari badai. Sudah pasti kedinginan menyerang. 

Kata nelayan lain, ia punya ilmu membaca cuaca dan ombak. Dan hanya dia yang bisa berdiri disitu. Ah aku jadi ingat. Di negeri ini, di wilayah kepulauan ini, hal semacam ini lumrah. 

Kehebatan sebuah kapal bergantung pada tiga sosok-kapten, masinis dan pawang pembaca arah,. Orang-orang percaya, kehadiran mereka dalam sebuah kapal dapat memberi rasa aman. Ketika badai datang, merekalah yang berdiri di samping atau depan kapal. Diam. Sembari mulut komat kamit. Matanya terus arahkan ke depan. Hujan badai tak dipedulikan. Seakan meminta izin atau bertarung dalam batin untuk dapat lewat dengan selamat.

Begitu terus hingga kapal lolos dari badai. Sosok seperti ini ada dalam setiap kapal di Maluku Utara, dari yang kecil hingga besar. Kepercayaan tertanam erat dalam kehidupan sosial.

Aku tak memperhatikan berapa lama kapal terhantam badai, aku terlanjur kaku dalam diam. Kesadaran ku hadir ketika kapten menengok ke dalam kamar sembari tertawa dan mengejek " ah katanya anak laut. Masa takut,"

"sialan si kapten masih beraninya mengejek keberanian ku," gumamku.

"Sudah tidak apa-apa, sudah aman," seruh kapten.

Aku letakan tas ransel yang sedari tadi ku peluk erat. Lalu berlahan keluar dari kamar. Sebuah tanjung depan sebuah perkampungan pesisir kapal berlindung. Ku perhatikan tanjung ini dengan seksama. Namun tetap tak dapat dikenali. Beberapa kapal nelayan juga nampak ada di sini. Sama-sama berlindung dari amukan cuaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun