Ikan-ikan menjadi langkah, bahkan untuk memanipulasi hukum permintaan dan penawaran yang sifatnya sangat dasar pun tidak mampu. Jikalau kapal dan peralatannya moderen, hujan badai pun diterjang demi memenuhi permintaan.
Aku tanyakan lagi maksud dan tujuan Nek membeli ikan. Setahu ku, kebanyakan mereka yang datang ke pelabuhan ini membeli ikan untuk keperluan konsumsi, UMKM dan bisnis antar pulau.
"Saya jual kembali dari desa-ke-desa, keliling,". Jawabnya membuatku tak habis pikir. Rasa iba menyerang urat saraf.
Dugaanku setengah benar. Nek Siti seorang pedagang kecil, tetapi pedagang yang berkeliling dari desa-ke-desa di Pulau Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Pulau ini tak seperti Jakarta yang berdiri gedung-gedung pencakar langit dan berjibun alat transportasi. Walaupun menjadi ibu Kota Kabupaten, tetapi segala kemajuan pembangunan masih isapan jempol.Â
Jarak antar desa satu dengan yang lain memang bisa ditempuh dengan berjalan kaki, namun jika Nek Siti dengan usia senja ini berkeliling 4 hingga 5 desa dalam sehari, maka membayangkannya saja membuat lulut ku terasa ngilu.
Kadang jika kondisi fisik sudah tak memungkinkan, Nek Siti hanya menjajakan ikan di desanya , tak kemana-mana. Meskipun kata orang rezeki harus di jemput, tapi rezeki selalu tahu kepada siapa harus tertuju.
Di usia senja ini harusnya Nek Siti berdiam saja di rumah. Menikmati masa pensiun dengan menonton layanan streaming atau scrolling video pendek di aplikasi gratis. Ah, bermain sama cucu atau menonton televisi lebih masuk akal, menurutku. Toh, tower BTS Â pun kadang menghilangkan jejak jaringan ketika cuaca sedang bergemuruh.
Suasana hati sudah menjadi kalut dan hasrat bertanyaku susut. Pikiranku melayang teringat nenek di seberang laut, dan mataku sedikit berkabut. Tak biasanya ini terjadi. Padahal aku sering lugas bertanya hingga ke dapur rumah seseorang. Tapi apalah daya, baru sampai ruang tamu aku benar-benar menjadi tamu yang hampir tak tau diri.
Nyaris 60 menit kami duduk tanpa sepata katapun terucap seperti gambaran lagu Jamrud "tiga puluh menit kita di sini tanpa suara". Ku lihat Nek siti sesekali berdiri dan menajamkan penglihatannya kearah laut menunggu kedatangan kapal nelayan.
Tak berselang lama, kulihat di kejauhan ada kapal nelayan berukuran 25 Grosston memasuki teluk. Nek Siti dan rekan sesama pedagang receh mulai bergegas merapat ke pelabuhan. Dan, kalau menakar ukuran ember hitam dan jumlah rekan-rekannya, berhasil mendapatkan 50 kilogram ikan mungkin sudah menghabiskan seluruh keberuntungannya untuk hari ini.
Tak sempat aku mengucapkan terima kasih, sosok Nek Siti dan beberapa rekannya sudah berlalu. Lapak menjadi cukup lenggang dan hanya tersisa pemilik lapak. Kulihat pokok-pokok hujan bertebaran di atas sana, tak lagi ku lanjutkan keinginan para pedagang, pedagang receh khususnya