Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cerita Cinta Istri Nelayan

4 Agustus 2022   22:04 Diperbarui: 6 Agustus 2022   09:20 991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Istri-istri nelayan sedang menunggu suami pulang melaut di Jambula Kota Ternate (Dokumentasi, Marwan)

Mentari adalah saksi betapa istri-istri nelayan sigap menunggu para suami pulang melaut. Duduk di tepian pantai, di atas talud, hingga di belakang rumah sembari memandang jauh ke arah lautan yang luas.

Sesekali mereka mengangkat tangan ke kening, menutupi cahaya yang menyinari mata agar pandangan mereka jelas ketika ada perahu yang nampak dari kejauhan. Memastikan apakah itu suami mereka atau bukan. 

Kadang, mereka menunggu sembari mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu halaman belakang, mengiris sayur hingga memasak. Kondisi rumah yang tak jauh dari pantai membuat mereka bisa mengerjakan pekerjaan apapun selain menunggu.

Anak-anak juga kadang ikut menunggu kepulangan ayahnya. Bermain pasir pantai, memancing, mandi-mandi hingga tak jarang berada di dekapan ibu.

Menunggu ayah mereka pulang melaut adalah kebanggaan bagi anak kecil seperti mereka. Ikan-ikan hasil tangkapan bisa menjadi cerita kepada teman sebaya.

Ketika suami dan ayah mereka tiba, atau ketika perahu terlihat maka mereka sigap menyambut. Ibu-ibu akan langsung mengambil baskom, sementara anak-anak berlarian menuju tempat perahu akan berlabuh.

Bagi nelayan, istri adalah pihak pemasar profesional bagi nelayan di desa pesisir. Saya tidak membicarakan perikanan tangkap besar yang sudah tersistem dan melibatkan banyak pihak melainkan membicarakan tentang kehidupan nelayan pesisir yang biasa saya temukan di desa kepulauan.

Ikan hasil tangkap oleh istri kemudian dipilah dan pisah. Sesuai dengan jenis dan ikan apa saja yang terkait oleh suami mereka. Pemilahan dilakukan untuk memastikan kemana ikan tersebut di jual.

Dalam beberapa temuan saya, bermacam-macam alur dan tindakan penjualan yang dilakukan. Semua sesuai kondisi geografis mereka tinggal. Namun dapat saya petahkan beberapa.

Pertama, jika mereka tinggal di garis luar perkotaan, ikan tersebut bisa langsung dijual ke perantara atau pengumpul sesuai size ikan. Dalam beberapa kondisi, istri nelayan juga merupakan pedagang eceran pinggir jalan atau di pasar tradisional.

Kedua, jika mereka berada di desa terpencil, ikan akan dijajakan dari desa ke desa dengan berjalan kaki atau menggunakan sepeda motor.

Rutinitas para istri nelayan ini terus dilakukan setiap kali para suami pulang melaut. Persiapan demi persiapan dilakukan penuh "cinta dan ketulusan".

Ketika suami mereka akan melaut, bekal-bekal sudah disiapkan sedari dini hari. Bangun lebih awal, meyalakan api, menanak nasi, memasak lauk. Menu nelayan itu sederhana saja, tidak muluk-muluk.

Nasi, ikan dan sambal saja sudah cukup mewah untuk pengganjal perut ketika berada di atas laut.

Ketika suami sudah pergi melaut. Istri tak diam saja di kamar bermain handpone atau sekedar leha-leha di depan televisi. Mereka biasanya akak ke hutan, atau ke kebun memanen pala atau sekedar mencari sayuran untuk di masak malam nanti.

Di kebanyakan desa pesisir, kebanyakan nelayan nyambi juga sebagai petani. Utamanya nelayan handline. Kegiatan melaut giat dilakukan bila belum ada panen besar. Jika sudah panen besar biasanya mereka rehat sebentar untuk melaut atau jika kondisi laut sedang buruk maka mereka akan menengok kebun-kebun mereka.

Saat siang menjelang atau sore para istri ini biasanya sudah pulang dan menyiapkan makanan bagi anak-anak mereka yang baru pulang bersekolah. 

Ada satu keunikan di desa. Semua orang bersaudara. Sehingga jika para orang tua belum pulang ke rumah, anak-anak bisa makan di rumah saudara ayah atau ibunya. Bahkan tidur hingga nanti orang tua mereka pulang. (Akan dibahas pada artikel berikutnya)

Bagi saya, peran istri nelayan sungguh sangat krusial dalam keberlangsungan kehidupan mereka sebagai nelayan. Dari mereka, kebutuhan dan jaminan ketersediaan dan asupan pangan bagi anak dapat terjamin.

Istri nelayan masuk kategori ini. Pahlawan gizi bagi rumah tangga dan penggerak ekonomi keluarga. Semuanya diatur sedemikian rupa walau pendapatan tak menentu. 

Dalam beberapa penelitian, peran krusial istri nelayan mempunyai banyak dampak. Di masa pandemi saja menurut Soputan et.,al (2020) semua peran istri sangat mendukung perekonomian keluarga nelayan. Peranan Kontribusi pendapatan istri terhadap total pendapatan rumah tangga adalah sebesar 24,04% (Firdaus dan Rahardian, 2017).

Istri memiliki peranan penting sebagai job deskription yang lebih banyak seperti mempersiapkan kebutuhan operasional, mempersiapkan bekal untuk suami, melaksanakan kewajiban sebagi istri seperti merawat suami, anak hingha menjalankan industri perikanan seperti mengolah hasil tangkap untuk dijual, (Wiyono YB, 2021)

 Peran menarik bagi saya ialah peranan mereka dalam memenuhi kebutuhan gizi dan pendidikan anak. Seperti tergambar dalam hasil penelitian l Subaidi et.,al (2015) yakni mengedukasi atau mendidik anak-anak, peran istri yang paling akhir dalam ranah domestik ialah mengedukasi anak-anak secara sosial formal dan
agama.

Masih banyak lagi peran yang ada pada diri seorang istri nelayan. Namun satu yang pasti, saya selalu terkesima dengan cara mereka membangun "cinta" dalam kehidupan yang mereka jalani. Apalagi pekerjaan suami mereka hanya seorang nelayan yang nyambi sebagai petani.

Ini menarik minat saya, dalam penelitian Harvard yang dikutip liputan6.com dari mengatakan status pekerjaan suami dapat berdampak pada proses perceraian. 

Berdasarkan data statistik 2021, antara perkotaan dan pedesaan, angka perceraian berdasarkan umur perempuan tertinggi masih berada di perkotaan, begitupun dengan laki-laki. (1).

Salah satu faktornya ialah terkait pendidikan seorang istri. Dalam jurnal berjudul "bernarkah kemampuan bekerja dan berpendidikan tinggi mempengaruhi tingkat perceraian di Jawa Barat" menemukan bahwa kecenderungan perempuan berpendidikan tinggi dan berpenghsilan hasilnya sejalan dengan perceraian. Begitu juga sebaliknya, berpendidikan rendah menurunkan kemungkinan perceraian. (2)

Sejauh ini belum ada spesifikasi tentang pekerjaan apa yang paling dominan dalam sumbangsi perceraian. Sebab latar belakang perceraian sangat berbeda-beda. Dan saya tak ingin menjustifikasi.

Satu yang pasti, keharmonisan dan kesederhanaan dalam kehidupan yang di tunjukan oleh istri-istri nelayan sangat luar bisa.

Keihlasan menjalankan kehidupan, menyelesaikan masalah, begitu sangat adem. Setidaknya dalam kehidupan saya sebagai anak pesisir, kehidupan nelayan berjalan begitu sejuk. 

Apa yang ditunjukan oleh para istri nelayan adalah cinta yang sederhana namun kuat mengikat. Keterbatasan ekonomi tidak menyurutkan niat melakukan hal-hal yang bersebrangan dengan nilai dan moral. 

Kesetiaan adalah panggung kehidupan dan komitmen adalah pemain dari jalan kehidupan yang mereka perankan. (Sukur dofu-dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun