Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pak Guru, Menghidupkan Tradisi yang Hilang

26 Juli 2022   22:27 Diperbarui: 29 Juli 2022   20:15 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ujud Radjiloen dengan beberapa anak didik (Dok. FB. Ujud Radijiloen)

Ujud Radjiloen, bukanlah nama tokoh terkenal yang wara-wiri diliput media. Bukan pula artis, pimpinan parpol, pejabat nasional atau daerah. Punya banyak  duit, mobil, rumah bahkan banyak istri.  Tak sedikitpun kategori di atas masuk

Ia hanya seorang kepala Sekolah Dasar (SD) di Desaku, Mateketen Kabupaten Halmahera Selatan. Namun kebajikannya menandingi elit-elit di atas sana. 

Ia mampu menularkan kebajikan yang membawa perubahan besar hingga kini. Tangan dingin dan kerja keras mebuahkan hasil yang nyata.  Semua di mulai ketika ia prihatin terhadap hilangnya budaya pada anak-anak muda. Budaya, Togal. Nadinya suku Makian, Provinsi Maluku Utara.

Tahun 2017 silam, keprihatinan itu muncul. Budaya pesta ronggeng lebih banyak di gandrungi anak muda ketimbang tarian tradisional "Togal". Selain di gandrungi, acara togal sangat jarang dilaksanakan, 1:100.

Masifnya budaya pesta joget "barongeng; menari" memang sejak awal 2000-an sangat kuat teras. Mengepung seluruh wilayah Provinsi Maluku Utara. 

Dulu jika pesta pernikahan, tarian tradisional adalah menu utama. Tetapi kini tidak lagi. Di daerah yang berkategori kota metropolitan, pesta joget mendominasi. Dan, tarian tradisional tak lagi ada di  dalam acara pesta. Jika pun ada, hanya lantunan musik yang diputar lewat pengeras suara serta gerakan yang acak. Keluar dari jalur historis.

Tarian tradisional hanya simbol peragaan menjamu tamu pada acara-acara berbauh seremonial. Seperti kehadiran tokoh-tokoh penting baik nasional maupun daerah hingga ruang-ruang keorganisasian seperti pelantikan pengurus.

Pak Ujud memahami itu sebagai dinamika zaman. Tetapi hasrat besarnya pada kemorosotan nilai-nilai kebudayaan membuatnya sempat merasa sedih. Apalagi disetiap pergelaran pesta joget,  anak muda selalu mabuk dan membuat rusuh.

Kerinduannya pada Togal mengingatkannya pada masa kecil. Di mana ia selalu menyaksikan masyarakat gembira menari tarian tradisional ini. Musik yang sakral itu selalu tergiang dalam benaknya. 

Walau hanya berbekal tenda yang terbuat dari atap daun sagu; katu, penerangan dari lampu strongkeng, dan pengeras suara dari toa, semua berjalan khidmat. 

Kerinduannya itu membawanya melakukan sebuah kebajikan. Ia membangun diskusi-diskusi dengan mahasiswa yang berkuliah di Kota. 

Jauh sebelum tahun 2017, ia getol membangun diskusi. Walaupun jumlah anak muda yang berkuliah hanya bisa dihitung jari pada saat itu termaksud saya sendiri.

"Saya miris melihat kondisi dari tradisi kita saat ini. Togal sebagai jiwa suku justru hilang entah kemana.," ungkapnya kala saya berdiskusi dengannya.

"Jadi gimana Pak Guru, apakah kita harus membuat satu gerakan kesadaran," tanyaku.

"Saya selalu bersedia dengan kapasitas saya sebagai guru. Tinggal bagaimana mahasiswa dan pemuda berkolaborasi agar sama-sama kita gerakan," ujarnya.

Saya sendiri tak menampik. Periode itu menjadi periode sulit membangun pemahaman dalam pengetahuan. Kontes kepemudaan desa dengan mahasiswa terdapat gap besar. Sehingga kesempatan kolaborasi sangat minim terjadi.

Pak Ujud sendiri tak pernah patah semangat. Kemandekan gerakan dari mahasiswa tak membuatnya menjauhi diri. Ia getol menceburkan diri menerima saran mahasiswa. Bagi saya ia salah satu guru yang sampai sekarang terbuka berdiskusi dengan mahasiswa. 

Tak pernah sekalipun ia melabelkan mahasiswa sebagai biang masalah yang tak memberikan perubahan di Desa.

Hingga pada 2017, ketika ia sudah aktif menjabat kepala sekolah. Ia mengambil keputusan. Diskusi yang dibangun dengan mahasiswa, tokoh adat, agama dan pemuda menjadi tolak ukur dari mana ia memulai.

Latihan Tarian Tradisional Togal oleh Pak Ujud Radjiloen (Dokpri)
Latihan Tarian Tradisional Togal oleh Pak Ujud Radjiloen (Dokpri)

Ia mengfokuskan diri membina anak didikannya yang masih berada di bangku SD. Baginya, perubahan harus di mulai dari dasar. Dari anak-anak yang belum terkoptasi oleh dunia luar. Dan ia percaya, perubahan kecil yang dilakukannya akan membawa dampak besar bagi generasi  di atasnya.

Pak Ujud mengistilahkan sebagai "generasi penampar". Generasi ini akan menampar kesadaran masyarakat di atas mereka agar melek dan tidak melupakan tradisi Togal. Lewat anak belia ini, harapan digantungkan setinggi langit. 

Jadilah Pak Ujud kemudian berlahan mendata satu persatu siswa maupun siswi yang secara fisik sudah mampu diajarkan menari. 

Ia memilih dari yang paling tinggi hingga paling pendek. Agar dalam satu pasukan menari terdapat variasi. Setelah terpilih, ia bergerak meminta izin kepada orang tua masing-masing. Gunanya untuk meminta sedikit waktu agar berlatih. 

Orang tua wali murid pada akhirnya tidak keberatan dengan kegiatan positif tersebut dari pada anak mereka lebih banyak menghabiskan waktu bermain di pantai.

Berjalanlah program itu. Setiap hari anak-anak ini dilatih setiap gerakan; bunga. Posisi, hingga kesesuaian antara tarian dan musik. Pak Ujud tidak sendiri. Ia di bantu beberapa guru yang secara sukarela meluangkan waktu.

Hingga puncaknya, pada Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 2018. Ia menampilkan mereka. Upacara yang diselenggarakan di desa dan dipimpin oleh kecamatan ini dihadiri semua kepala desa, kepala sekolah, siswa dan siswi hingga masyarakat.

Anak-anak ini kemudian diberi panggung untuk memperagakan tarian Togal lengkap dengan bunganya yang sudah lama tak disaksikan masyarakat. Riuh, tawa, dan semangat menyelimuti lapangan kecil itu. Warga begitu antusias menyaksikan gerakan-gerakan yang di tunjukan anak-anak ini.

Penampikan di Pesta Joget (tangkapan Layar FB. Faisal Yamin)
Penampikan di Pesta Joget (tangkapan Layar FB. Faisal Yamin)

Tak sampai disitu, dalam acara lain semisal pesta joget. Pak Ujud meminta izin menampilkan mereka. Pesta joget yang diganduringi anak muda itu tak sedikitpun menyurutkan mental anak-anak.

Mereka menari penuh semangat hingga awalnya hanya akan ditampilkan sebentar malah justru ingin ditambah oleh penonton. Pun dengan cara keagaamaan, hingga diikutikan lomba.

Gerakan perubahan kecil itu akhirnya berdampak. Sekolah-sekolah lain ikut melakukan program yang sama. SD, SMP hingga SMA. Dan di setiap akhir semester dan menjelang perayaan kemerdekaan tarian togal dilombahkan antar Sekolah.

Sekolah-sekolah pun pada akhirnya berani mengikuti lomba tarian tradisional di luar Kota. Pemantapan di sekolah pun berujung menjadi kegiatan wajib ekstrakulikuler.

Di tingkat masyarakat 8 desa, setiap desa sudah mulai berlahan mengadakan pesta ronggeng togal yang dibalut dengan upacara adat semisal, Mopodo Epe, selamatan kampung, perkawinan dll. 

Belakangan dalam dua tahun terakhir. Terjadi keseimbangan antara pesta joget dan pesta tradisional. Acara pesta joget harus wajib di isi acara togal sebagai pembuka. Di mulai pukul 8 hingga pukul 13. Bahkan dalam beberapa kesempatan pure pesta tradisional.

Pak Ujud saat ini sudah tidak lagi menjabat sebagai kepala sekolah dan sudah dipindahkan ke sekolah lain. Namun perhatiannya pada kebudayaan tak pernah lepas.

Kebajikan yang dilakukannya membawa kebaikan yang berdampak pada perubahan nyata hingga kini. Ia berjuang lewat kapasitasnya sebagai kepala sekolah dan menggunakan wewenangnya dengan baik. 

Saya tau, dalam proses awalnya berbagai sumber baik materi maupun non materi ia keluarkan. Namun tekadnya tidak pernah berubah sampai saat ini.

Kebajikan yang ditunjukan oleh Pak Ujud adalah suatu gambaran betapa perubahan itu harus digerakan melalui inovasi walau dalam perjalanannya terdapat berbagai tantangan yang dihadapi.  Usaha, kerja keras dan kebaikan memperkuat tekadanya mengembalikan sebuah tradisi besar suku Makian patut diapresiasi.

Langkah kecil berujung perubahan besar yang dilakukannya merupakan wujud dari nilai kebajikan yang luar bisa. (SUKUR DOFU-DOFU)

#kebajikanmetassik

#maybankfinance

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun