Irisan fiol menggema menusuk hingga ke jiwa. Romantisme pantun-pantun, membawa kata-kata kehidupan yang dilantunkan komandan di tengah lapangan menari indah bersama pukulan tifa. Petikan Juk tak tinggal diam. Menyeimbangi kesempurnaan dan membentuk kesatuan musik bernama Togal.
Pria wanita, tua, dan muda-mudi bergandengan tangan. Baronggeng; Menari memutari tenda sederhana di bawah gemerlap cahaya lampu pedesaan. Satu dua tiga, perintah komando diikuti dengan dengan teratur. Menari berbaris sembari memungut ingatan dan kenangan.
Pria berpeci, berkameja, bercelana panjang dan wanita berkebaya berbalut jilbab adalah pakaian mewah yang diharuskan. Adat dan adab tak boleh luput dilupakan sekalipun modernitas menyibas kemurnian.
Penonton di sekitar menyaksikan dengan seksama. Betapa langkah-langkah kaki menciptakan irama yang menambah keseruan tarian bernama togal. Menyibas debu-debu seakan dari sepatu dan sandal yang mereka gunakan.
Lagu Togal menggema ke segala penjuru desa, pantun-pantun di mainkan; cinta, kehidupan dan kematian. Sesekali teriakan-teriakan karena kata-kata komando menggema seiring tarian yang semakin menggelora.
Di tenda, orang-orang menikmati dengan haru. Togal membawa mereka memungut kenangan masa lalu. Kepada orang tua yang telah tiada, kepada kenangan masa kecil di desa dan kepada cinta yang menyatukan jiwa.
Malam ini hingga beberapa malam kedepan, Tarian Togal terus dimainkan untuk menyambut mereka yang baru pulang setelah sekian tahun meninggalkan desa. Orang-orang desa yang memilih hidup merantau dan membangun kehidupan di luar desa.Â
Perantauan yang bermula dari generasi ke generasi. Dari orang tua atau moyang yang sudah keluar desa puluhan tahun lamanya. Membentuk kehidupan di luar hingga beranak-cucu hingga sekarang.Â
Togal akan menyambut mereka yang pulang setelah sekian periode kehidupan di luar desa. Sebuah tradisi yang disebut dengan Mopodo Epe;Â Kami Datang Lagi atau kami pulang.
Mopodo epe diambil dari bahasa suku kami, suku Makian Luar yang memiliki makna kembali pulang ke desa.Â
Ino te mo polu-polu ene; pulang dan berkumpul bersama adalah konsep sesungguhnya dari Mopodo Epe. sebuah konotasi kehangatan, kekerabatan, dan kekeluargaan. Keluarga yang dekat dan jauh di seluruh kota di Indonesia akan pulang ke desa dan menikmati sajian kehangatan bersama keluarga di desa.
Memungut kembali ingatan masa lalu, hingga menemui keluarga-keluarga yang tak pernah ditemui sepanjang hidup mereka. Utamanya bagi anak cucu yang telah jauh memiliki garis keturunan.
Konsep paling tinggi dari Mopodo Epe dan Ino Te Mo polu-polu ene adalah kembali ke asal dari mana mereka memulai kehidupan. Asal atau tanah dodomi bahasa timur. Warga desa akan memanggil keluarga yang jauh di seberang lautan untuk kembali pulang.
Guna menyambut mereka, tradisi Togal diselenggarakan. Togal sebagai jiwa suku Makian memainkan peran dan seni kehidupan yang dalam. Lewat Togal, rajutan kehidupan yang tercerai-berai mengikat menjadi satu ikatan kekeluargaan.Â
Kesenangan dan kesedihan berbaur menciptakan keharmonisan. Ibarat air yang mampu menghilangkan dahaga, Togal mampu menghilangkan prahara kehidupan yang kompleks.
Persiapan demi persiapan dilakukan warga desa. Di mulai dengan rapat bersama, selebaran sebagai medium informasi digalakan, dilanjutkan dengan pembersihan desa seperti pengecetan pagar, pembersihan selokan dll.
Tahap paling penting adalah persiapan panggung, berlatih menari Tarian Togal sesuai dengan adabnya atau keasliannya, persiapan konsumsi dan yang paling utama ialah berlatih memainkan alat musik togal seperti fiol, juk, dan gendang.
Acara ini biasanya dibalut dengan selamatan kampung. Sebuah tradisi meminta berkah atas keselamatan, kemakmuran, dan kejayaan desa. Upacara adat ini biasanya dipimpin oleh pemuka agama dengan memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Persiapan menyelenggarakan tradisi ini tak main-main. Seminggu sebelum acara puncak segala persiapan sudah dilakukan. Seluruh warga desa bahkan hingga ke tetangga desa ikut turut membantu suksesnya penyelenggaraan. Berbaur menjadi satu dan padu. Tak mengenal sekat atau konflik antar desa yang sering terjadi.
*
Panggilan Tanah Dodomi mendorong penduduknya untuk pulang. Setiap hari satu per satu datang hingga kampung yang sepi berlahan ramai tak terhingga.Â
Keluarga yang tak pernah dijumpai atau tak sekalipun dikenal akan saling mengenal. Masuk keluar rumah bersilaturahmi adalah pemandangan yang menarik.
Bagi mereka yang sudah puluhan tahun tak datang, selalu menyempatkan berjiarah ke makam-makam para moyang mereka. Kemudian menemui keluarga-keluarga dan menghabiskan waktu mengobrol dengan panjang.
Malam puncak di mulai. Para muda-mudi, orang tua, baik di desa sendiri hingga tetangga kampung berbondong-bondong datang. Jika biasanya togal dimainkan disela-sela pesta moderen maka acara seperti ini full togal. Tidak ada lagu-lagu moderen.
Begitupun dengan pakaian. Togal mengandung unsur tradisi dan kebudayaan. Pada perhelatan biasa, lantunan togal hanya dimainkan lewat audio maka pada kesempatan seperti ini semuanya dilakukan secara manual. Pun dengan pakaian.
Togal adalah tradisi yang menjunjung kesopanan. sehingga laki-laki diwajibkan memakai peci, kameja, celana panjang dan sepatu. Sementara wanita wajib memakai kebaya, jilbab dan sepatu. Sebuah syarat bahwa nilai kehidupan sudah ditanamkan sejak dulu. Sebelum outfit-outfit mahal dengan berbagai model yang hampir telanjang menjadi mode trend masa kini.
Ketika lagu togal mulai dimainkan, satu per satu berbaris rapi bergandengan tangan berpasang-pasangan memenuhi tenti sederhana ala desa. Baronggeng dengan petunjuk seorang komando.
Komando memegang peranan penting. Ia selain mengatur bagaimana setiap gerakan tarian togal dilakukan juga wajib melantunkan pantun dan kata-kata.
Komando atau mandor adalah wajib memiliki banyak kosakata tentang cinta, kehidupan dan kepulangan atau akhir hidup; tentang manusia yang suatu saat bakal kembali.
Ketika kata-kata cinta dilantunkan, orang-orang biasanya bersorak. Mengingat masa muda mereka yang dipenuhi kisah-kisah cinta yang dijalani. Ketika lanutunan kehidupan dan kematian menggema, air mata kadang menetes.Â
Dada terasa sesak mengingat setiap hasta kenangan orang-orang yang dicintai yang telah dipanggil lebih dulu. Tentang mereka; orang tua, kakek, nenek hingga kerabat.Â
Tak terbendung rasanya ketika mandor melantunkan itu. Baik pria atau wanita kadang sesak menahan tangis.Â
*
Itulah tradisi Mopodo epe. Sebuah tradisi yang tidak selalu dilakukan setiap bulan atau setiap tahun. Tradisi ini dilakukan tak menentu. Sehingga sekali dilakukan, tak terhitung banyaknya warga yang pulang ke desa.Â
Menikmati lantunan togal yang ketika berada di luar daerah tidak selalu ditemhkan. Togal akan mengingatkan tentang siapa manusia sesungguhnya. Apa filosofi cinta dan bagaimana seseorang akan kembali.Â
Selain itu, Togal adalah jiwa bagi setiap orang di Suku Makian, Maluku Utara. Kemanapun kaki melangkah, di manapun seseorang berada, togal selalu menjadi kehidupan dari jiwa yang hidup (sukur dofu-dofu)
Nb
fiol, biola tradisonal dengan ijuk sebagai senar
Juk, gitar tradisional bersensar 4
Tifa, gendang yang terbuat dari kulit hewan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H