Hidup Minimalis Pilihannya.
Punya banyak uang, tak membuatnya meningkatkan kelas sosialnya menjadi ekslusif. Justru sebaliknya, gaya hidup rendah dan tak dipandang lebih dipilihnya.
Ngopi di pinggir jalan, belanja di warung kaki lima, makan di emperan dan senang melalawang buana ke tempat-tempat terpencil menjadi rutinitasnya.
Sekali ia ke desa, ada saja keunikannya. Warga yang membutuhkan bantuan karena terkendala biaya ia bantu dengan tak tanggung-tanggung. Semua di biayayai.
Di desa pula, ketika tuan rumah menghormatinya dengan menyediakan tempat tidur terbaikpun ia tak gunakan. Lebih senang tidur dilantai bersama orang-orang desa.
Sudah sejak lama ia menjalani hidup seperti ini. Dalam ideologinya, hidup itu untuk orang lain. Membantu merupakan hal penting walaupun diri sedang sekarat.
Di dunia kerja, ia juga menerapkan pola bekerja untuk orang banyak. Bukan untuk kepentingan pribadi. Ideologi ini diperolehnya ketika ia dulu sempat jatuh dalam berbisnis.Â
Di mana orang-orang yang membantunya hanya untuk sekedar numpang hidup adalah orang-orang kecil pereknomiannya rendah.
Ideologi ini kuat tertanam hingga kembali sukses. Gaji dan berbagai tunjangannya sering dialokasikan kepada supir atau orang-orang yang ia temui dalam perjalanan.
Bahkan saking ringan tangannya miliknya menjadi milik bersama. Dari pakaian hingga uang sekalipun. Tak segan-segan ia memberikan Kartu ATM pribadinya kepada orang lain agar digunakan hingga perkara atau sebuah masalah selesai.
Baginya uang sebanyak apapun tak akan bernilai jika tak bermanfaat bagi orang lain. Berbagi adalah cara hidup minimalis yang nikmat