Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidup Minimalis Itu Pilihan

19 Juli 2022   18:28 Diperbarui: 19 Juli 2022   19:46 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Telisikid.com

Pria itu duduk di loby Hotel Bidakara ketika saya dan teman menyambanginya. Ia seorang Dokter yang bekerja untuk pemerintah. 

Bayanganku tentang dokter ialah penampilan necis, rambut yang tertata rapi, harum dan berwibawa. Namun saya salah. Pria yang saat ini saya panggil sebagai Abang justru berbeda. 

Kucel, berkaos oblong, bercelana panjang hitam dan bersendal jepit. Rambutnya acak-acakan. Penampilan dan sematan gelarnya tak sesuai.

Bertemu kami lalu menuju ke depan hotel, minum kopi. Di sini, kami bercengkrama lebih akrab. Sejam kami ngopi ia mengajak kami bertemu seorang kepala daerah. Setelah selesai, kami naik ke kamar lalu mengambil tas pakaian dan pergi menuju kosan. 

Hotel berbintang nyatanya tak membuatnya nyaman. Dan, memilih menginap bersama kami di kosan sempit berukuran 3x4 di bilangan Matraman. Kosannya Mahasiswa rantau dengan Budget 700 ribu perbulan.

Sebulan lebih ia bersama kami. Tanpa malu, geli atau gengsi. Apa yang kami makan, itulah yang dia makan. Di kasur jelek yang kami tiduri, di situ pulah ia tidur. Ia tidak membedakan statusnya sebagai dokter atau orang kaya punya banyak duit.

Setelah sebulan, Ia pergi. Ia mendapat jabatan di salah satu instansi kesehatan. Namun dua bulan kemudian ia balik lagi. Menyambangi kami dengan penampilan yang masih sama. 

Sebuah pemadangan yang waktu itu belum kupahami.

Walau sudah punya posisi penting, ia masih tetap humble. Tidur di kosan setiap kali bertandang ke Jakarta. Makan dan ngopi di pinggir jalan, hingga mencuci pakaian sendiri. 

Padahal jika dipikir-pikir, ia cukup punya banyak uang. Tapi ia tidak memilih itu, setiap kali punya uang ia berikan kepada mereka yang membutuhkan. Rekeningnya pun sering nol setiap kali di cek.

Hidup Minimalis Pilihannya.

Punya banyak uang, tak membuatnya meningkatkan kelas sosialnya menjadi ekslusif. Justru sebaliknya, gaya hidup rendah dan tak dipandang lebih dipilihnya.

Ngopi di pinggir jalan, belanja di warung kaki lima, makan di emperan dan senang melalawang buana ke tempat-tempat terpencil menjadi rutinitasnya.

Sekali ia ke desa, ada saja keunikannya. Warga yang membutuhkan bantuan karena terkendala biaya ia bantu dengan tak tanggung-tanggung. Semua di biayayai.

Di desa pula, ketika tuan rumah menghormatinya dengan menyediakan tempat tidur terbaikpun ia tak gunakan. Lebih senang tidur dilantai bersama orang-orang desa.

Sudah sejak lama ia menjalani hidup seperti ini. Dalam ideologinya, hidup itu untuk orang lain. Membantu merupakan hal penting walaupun diri sedang sekarat.

Di dunia kerja, ia juga menerapkan pola bekerja untuk orang banyak. Bukan untuk kepentingan pribadi. Ideologi ini diperolehnya ketika ia dulu sempat jatuh dalam berbisnis. 

Di mana orang-orang yang membantunya hanya untuk sekedar numpang hidup adalah orang-orang kecil pereknomiannya rendah.

Ideologi ini kuat tertanam hingga kembali sukses. Gaji dan berbagai tunjangannya sering dialokasikan kepada supir atau orang-orang yang ia temui dalam perjalanan.

Bahkan saking ringan tangannya miliknya menjadi milik bersama. Dari pakaian hingga uang sekalipun. Tak segan-segan ia memberikan Kartu ATM pribadinya kepada orang lain agar digunakan hingga perkara atau sebuah masalah selesai.

Baginya uang sebanyak apapun tak akan bernilai jika tak bermanfaat bagi orang lain. Berbagi adalah cara hidup minimalis yang nikmat

Di balik kesederhanaannya, tentu selalu ada bahasa miring yang terlempar. Bahasa seperti "Kelebihan baik hingga lupa diri sendiri" sering di terima namun ia tak peduli.

Hidup dengan memperkaya diri, membeli barang branded atau menikmati hidup di singapura merupakan konsep hidup yang sempit.

Baginya berbagi merupakan tindakan mengalirkan uang ke bawah. Sehingga dapat membantu perekonomian seseorang. Tak akan miskin seseorang jika jiwanya tentram

Saat ini ia masih menerapkan pola hidup minimalis seperti itu. Bahkan saya sendiri sering terheran-heran atas perilaku hidup yang ditunjukannya. (sukur dofu-dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun