Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hilang dalam Kenangan

14 Juli 2022   14:23 Diperbarui: 17 Juli 2022   02:00 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Loseng tersisa di desa (Dokpri)

Kenangan saya kembali setelah melihat sebuah postingan seorang kawan yang tanpa sengaja menemukan proses menumbuk beras memakai loseng. Sebuah alat yang sudah lama tidak saya lihat semenjak meninggalkan kehidupan desa tahun 1997 silam.

Postingannya mengingatkan saya pada kenangan tentang nenek yang rajin menumbuk padi gabah dan kopi. 

Dulu, alat tersebut dimiliki oleh semua warga desa. Namun belakangan hanya tinggal beberapa. Di desa saya hanya tinggal 7 buah. Dipakai untuk membuat kue bernama Andara. Bukan sultan Andara sebutan untuk Raffi Ahmad. 

Sebuah kue yang yang ketika dibuat penuh ritual. Tal boleh ada laki-laki selama proses pembuatan kue tersebut. Kue ini disajikan pada acara-acara khusus seperti upacara adat, pernikahan dll.

Sementara untuk beras, atau kopi tidak lagi. Semua sudah serba instan. Beras atau kopi bisa didapatkan dengan mudah. Tidak ada lagi ilmu menanam padi di lahan kering pada generasi sekarang. Kebun lebih banyak di isi Pala, Cengkih dan Kelapa.

Di Halmahera Timur, lokasi transmigrasi, mengubah gabah ke beras sudah memakai alat penggiling moderen. Sehingha eksistensi loseng berlahan mulai hilang.

Dokpri
Dokpri

Kemajuan teknolgi membuat segalanya menjadi efisien. Segala hal menjadi mudah. Walau ada biaya yang harus di keluarkan. Namun bagi saya loseng memiliki cerita tersendiri.

Saya mengingat, ada interaksi dan nilai kehidupan dalam setiap tumbukan. Nenek saya sering memberikan pesan-pesan kehidupan. Setiap tumbukan dari tanganya yang memegang tongkat loseng hingga memilah sepanjang itu ia tak pernah mengeluarkan kalimat jika tak berisi pesan bijak.

Saya ingat bahasa yang sering diulanginya setiap bersama saya, "Jangan pernah mengambil milik orang lain, itu hak mereka. Namun jika itu milikmu maka pertaruhkan segalanya." Atau, "Hiduplah dengan kebebasan. Umur akan memberikan pelajaran."

Sering sekali nasihat seperti itu di terima. Dan sudah sering sekali nasihat diberikan karena saya terlampau nakal waktu kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun