Menurut penuturan pemiliknya, awalnya ia sendiri tak menggunakan alat tersebut. Ia dulu sering mengejar orang-orang yang menggunakan alat tersebut dalam menangkap ikan. Namun lambat laun, ia justru ikut memakai alat tersebut karena hasilnya yang lumayan. Dalam sekali turun ke sungai ia bisa mengantongi 5-10 kilogram ikan yang sebagian di jual, dibagi ke tetangga hingga konsumsi.
Walau sudah aktif memakai alat tersebut, dalam percakapan kami, ia menyesal ikut memakai alat setrum. Namun kondisi saat ini, ia masih tak mampu berhenti lantaran banyaknya warga yang masih menggunakan alat tersebut.
*
Kami mengobrol hingga dua jam lamanya. Selama itu, joran pancing hanya berbunyi sekali. Ketika ditarik tak ada satupun ikan yang terkait. Saya ingat, waktu hampir pukul empat sore. Ketika pamit, ia masih terus berharap ada salah satu dari empat joran terkait ikan.
Setelah darinya, saya masih duduk dan melihat-lihat kondisi sekitar. Terutama pada aliran air yang ikut membawa banyak sampah. Sungai ini merupakan salah satu sungai penting bagi irigasi sawah warga di desa Karanggude dan sekitarnya.
Aliran sungai ini bahkan sampai ke desa-desa lain. Namun dibalik manfaat bagi irigasi warga, terdapat suatu sisi mulai hilang yakni kondisi habitat yang mulai hilang karena praktek dan hasrat bisnis dari oknum-oknum yang menyebabkan terjadi ketidakseimbangan.
Pemancing tadi hanya satu case. Andai saja ditelusuri lebih dalam maka akan ada banyak kal yang bakal nampak terutama harapan-harapan akan keseimbangan. (sukur dofu-dofu)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H