Sebelum pukul 8 pagi, Ibu Ati sudah menjajakan dagangnya dan menunggu pelanggan. Mayoritas pelanggan akan datang atau sekedar lewat dijalan tersebut. Pun dengan malam hari yang dimulai pukul 18 hingga 22 Wit, polanya sama menunggu pelanggan mampir.
Secara penghasilan, bisa dibilang tak untung tak rugi. Dalam sehari Ia bisa menjual 50 porsi. Bahkan kurang dari itu karena ada beberapa pedagang yang sama. Penghasilan tersebut digunakan untuk biaya hidup dengan membayar kontrakan, sekolah anak hingga biaya input produksi.Â
Sementara untuk pulang pergi dari rumah ke lokasi begitu sebaliknya, Ia mengandalkan anaknya yang berprofesi sebagai tukang ojek. Anaknya akan datang dan menarik gerobak menggunakan sepeda motor.
Bagi Bu Ati, berapapun penghasilannya yang penting diperoleh secara  halal. Apalagi mereka sebagai perantau, manajemen keuangan sangatlah penting.
Pun dengan Mas Madi. Pria berumur 40 Tahunan yang  keliling menggunakan Sepeda Motor. Mas Madi senditi berasal dari Nganjuk, Jawa Gimur.Â
Setiap pagi berkeliling hingga siang hari. Menelusuri gang-gang sembari membunyikan tetompet khas para pedagang. Banyak barang dibawa, Sayur, ikan, bawang, tomat, cabai, dll.
Kehadiran mereka sangat membantu para ibu yang malas ke pasar. Secara efisiensi hal ini menguntungkan ketimbang mengeluarkan ongkos pulang pergi pasar yang menyentuh angka Rp. 15.000-20.000 rupiah.
Mas Madi sendiri sudah berdagang dua tahun. Berkeliling dari kompleks satu ke yang satu hingga jam 12 siang. Sementara waktu setelah itu ia berprofesi sebagi tukang ojek di pasar Gamalama.
Walau begitu, dagangan yang dijualnya juga bukan miliknya. Mereka bernaung dibawah satu payung. Hasil dagangan dibagi perjualan antara 300-500 rupiah. Misalnya sayur kangkung, mereka meraup rupiah perikat 300 rupiah sementara Ikan lebih besar yakni 500 rupiah.
Pendapatan mereka tak menentu tergantung dari hasil dagangan yang mereka bawa. Jika laris maka pendapatan akan sedikit lebih besar. Pun sebaliknya.