Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kekuatan Mulut

28 Juli 2021   22:48 Diperbarui: 28 Juli 2021   23:01 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekuatan Mulut. sumber : Iradiofm.com

"Ah kata anaknya, Ia melihat Ibunya di tutupi bantal alias di bunuh bukan bunuh diri yang menggemparkan masyarakat di kota kecil ini".

Mendung mendulang, namun tak nampak hujan akan datang menerjang sore hari ini. Di sebuah warung kopi, kami duduk menikmati kopi seduhan ibu warung. Rutinitas sebelum berangkat berenang.

Warung yang terletak di gang dan jauh dari hiruk pikuk layaknya cafe besar. Banyak orang atau musik kencang. Warung langganan kami ini sederhana. Layaknya warkop kaum urban.

Sembari menyeruput kopi, seorang ibu yang melewati gang  itu mampir di warung kopi. Lalu berjuar " Di gang sebelah ada yang bunuh diri. Sudah banyak polisi yang datang serta masyatakat yang berkumpul,". Kemudian, ia berlalu. Tanpa mengenalkan diri. 

Kami tetap santai menyeruput kopi walau rasa penasaran tetap mengemuka. Seakan menghardik diri agar rasa penasaran terpuaskan. Mendorong agar ke lokasi kejadian, ikut nimbrung bersama warga mencari informasi. Atau sekedar menengok dari jauh sembari menerka-nerka.

Seakan menjadi sebuah budaya bahwa setiap kejadian perlu kevalidan lapangan. Wajib hukumnya mendatangi lokasi walau dihadapannya ada baku tembak sekalipun. Hanya untuk sekedar mencari versi tersendiri layaknya wartawan memburu berita.

Namun niatan itu kami urungkan. Kami tetap pada planing. Ngopi lalu berangkat berenang. Untuk mematikan rasa penasaran, saya membuka Hp dan menghubungi beberapa rekan wartawan yang kebetulan meliput kejadian itu. 

Namun minim informasi dan hanya membenarkan bahwa kejadian itu nyata. Informasinya hanya sebatas laporan lapangan dan tetap menunggu rilis pihak berwajib yang melakukan penyelidikan.

Kopi sudah habis. Kami berangkat berenang. Namun kami putuskan melewati jalan di lokasi kejadian. Lokasi yang masih satu kelurahan dan hanya berjarak sekira 1 KM.

Warga berkelompok. Dua sampai lebih. Jalan masuk dipenuhi pria wanita, baik tua dan hingga muda. Mobil polisi bertuliskan forensik parkir tepat di depan. Tak ada jaga jarak atau protokol kesehatan. Semua tumpah ruah.

Warga yang melintas juga tak mau ketinggalan. Memarkir sepeda motor dan mobil hingga jalan utama yang tak kurang empat meter jadi macet. 

Di depan pintu lokasi kejadian warga juga nampak berkerumunan. Laiknya polisi yang punya kepentingan, menyelidiki, menginsvestigasi alias kepo. Kalau di kasih seragam paslah sudah. Sayangnya tak begitu mekanismenya.

Kami berlalu begitu saja. Dan tetap menuju laut. Nanti saja baca di media. Toh sebentar lagi bakalan dipublish. Apalagi media online yang kecepatan beritanya begitu update.

*

Berbusana daster, leher wanita itu terikat dengan seutas tali di pintu dapur. Rambutnya menjuntai menutupi wajah. Jarak kakinya dengan lantai tak jauh hanya beberapa cm. Itulah gambaran perempuan muda yang diberitakan mengkahiri hidupnya yang beredar.

Di stori WA, bahkan beredar di medsos lain. Sebuah keniscayaan dari ketidaktahuan bahwa menguplod atau menyebarkan suatu gambar kekerasan tanpa melakukan pemburaman adalah kejahatan atau kesalahan.

Gambar yang dipajanh diikuti oleh spekulasi masing-masing. Konseptualisasi negatif meliputi bahwa ia korban pembuhan dll. 

Itupulah yang membuat saya geram. Bukan tentang faktor apakah kejadian itu pembuhan atau bunuh diri melainkan cerita dari mulut kemulut yang dalam kerangka pikir yang minim kebenaran. Jauh dari landasan dan hanya berhipotesis. 

Kegeraman saya bahkan menjadi-jadi, ketika menghadiri acara tahlilan. Banyak dari warga yang datang membawa versinya masing-masing. Diceritakan dengan gamblang. Katanya itu pembunuhan karena kata si A, Ia mendengarkan Si B yang mendengar langsung dari si C atau anaknya melihat ayahnya melakukan kekerasan sebelum ditemukan tergantung.

Lainpulah lainnya yang punya versi berbeda namun tetap berujung pada konklusi pembunuhan. Yang katanya suami korban bakal menjadi tersangka dan sudah ditahan polisi karena ini itu. Dalil pembenaran. 

Kemuakan memuncak ketika di medsos banyak beredar informasi percakapan atau statmen kampung pembunuh. Semuanya diceritakan secara gambalang dan percaya diri. Yang tak disadari, kejadian seperti ini bisa menyeret seseorang dalam lingkup " Berita hoaks"andai yang mereka utarakan tak benar. 

Dan anehnya, konsepsi informasi yang diterima dari mulut ke mulut ini menjadi kepercayaan yang begitu kuat dan melekat di masyarakat. Padahal rilis resmi dari penyelidikan kepolisian belumlah keluat. Dan media belum satupun memiliki informasi dari semua kejelasan ini.

Tentu ada sebuah pelajaran dari kasus apakah pembunhan atau bunuh diri bahwa kekuatan mulut mengalahkan kecepatan penyelidikan. Setiap orang yang datang pada suatu kejadian akan menerima informasi dari mulut-mulut warga lainya yang kemudian akan dibawa kembali ke lingkungannya dan diceritakan dengan versi sama atau berbeda.

Naluri penyelidikan atas dasar informasi seperti ini tentu memberikan efek positif maupun negatif. Namun dalam kasus ini saya mendaratkan kesimpulan pada sisi negatif karena kepercayaan masyarakat yang mendikte sebuah kejadian atas dasar spekulasi.

Berbeda cetitanya ketika ini digunakan sebagai strategi seperti dalam konsep marketing. Di mana strategi dari mulut ke mulut pernah menjadi strategi pemasaran yang dipakai dan diperhitungkan. 

Dibanyak lingkungan sosial kita saat ini, selain dominasi internet dengan determinan" Hoaksnya", kekuatan dari mulut masih terus mendominasi. Sebuah fakta yang kadang berujung negatif dan menyebabkan kegaduhan publik.

Jika sudah begini maka sudah pasti ada minset yang tercipta. Sungguh samgat disayangkan. Padahal sebuah kebenaran butuh penyelidikan sesuai prosedur bukan lewat mulut atas dasar informasi tal linear.

Maka sebagai kesimpulan, dalam contoh kasus diatas, atau pada contoh kasus lain yang terjadi di dimensi kehidupan, kebenaran butuh wadah penyelidikan. Kita perlu sedikit bersabar untuk menemukan fakta atas sebuah kejadian. Ini semua membutuhkan pengendalian diri yang matang. Dan membutuhkan sedikit bumbu apatis. Sukur dofu-dofu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun