Banyak kejadian yang terjadi. Sudah banyak menelan korban. Seperti jatuh, tabrakan hingga tawuran. Yap kadang tawuran terjadi ketika mereka berpapasan dengan tim yang barusan kalah.Â
Pun dengan tim kalah. Bagi banyak fans fanatik yang notabenenga berbasis di setiap kelurahan memalang jalan, membakar ban, dan siap adu jotoa jika ada  fans keseblasan yang melintasi kelurahan mereka.
Di masa pandemi ini, belum sekalipun terdengar ada adu jotos. Namun pawai kemenangan tetap jalan. Dan tentu saja mengabaikan apa yang disebut dengan protokoler kesehatan.
Itulah kelakuan sepakbola di sini. Walau terkesan negatif akan tetapi masih banyak unsur positif. Sebab tidak semua ikut-ikutan hal-hal semisal pawai kemenangan. Hanya mereka yang benar-benar fanatik.
Tidak semua orang sefanatik mereka yang fanatik. Mereka lebih memilih beradu argumen dan membuka tabir-tabir sejarah pertandingan.
Kekocakan analisis pun sering menjadi bahan sakit perut karena masing-masing mempertahankan argumen yang entah dari mana dasarnya. Walaupun sesekali memori atas catatan pertandingan dihadirkan.
Kata orang maluku utara ialah baku malawang atau berdebat. Kalau sudah begini sudah pasti tak ada yang mau kalah. Â Tidak semua pula memakai landasan ideologi atau nasionalisme. Berbeda jika Indonesia yang main, hampir rata-rata nasionalis mendukung timnas.
Yap itulah gambaran euforia singkat dari perhelatan sepakbola. Tentunya ini menjadi sebuah hiburan setelah carut marutnya kehiduoan perpolitikan negeri. Minimal masyarakat masih punya suguhan akal sehat. " sukur dofu-dofu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H