Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menelisik Kehidupan Petani Pala di Maluku Utara

19 Juni 2021   00:33 Diperbarui: 20 Juni 2021   20:42 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buah Pala sedang dijemur (Dokumentasi pribadi)

"Ji, kebunmu nanti kita berikan saja tanggung jawab ke om Darwis biar beliau jaga," ujar paman saya.

Saya binggung lantas bertanya,"Kenapa harus diberikan tanggung jawab ke beliau?" 

"Biar beliau jaga sekaligus merawat kebun. Selain itu, setiap panen tidak ada yang panen, buah pala jatuh semua. Saya juga kewalahan kalau sendiri, Mau panen punya sendiri atau milik orang. Pohon pala sebanyak ini tak habis dalam sebulan," jelasnya.

"Tapi kalau dijaga bagaimana sistemnya?", tanyaku penasaran.

"Nanti hasilnya dibagi dua," jelas beliau lagi. Penjelasan ini sekaligus membuat saya berpikir. Saya belum memutuskan tawaran tersebut, Masih menghitung segala hal.

*

Buah pala hasil petik sudah menumpuk. Empat hari ini, saya bersama paman dan adik sepupu beraktivitas dari pagi hingga sore hari untuk memetik buah pala. 

Selama empat hari ini, kami baru memanjat sembilan pohon. Masing-masing memetik tiga pohon. Buah pala yang lebat karena masuk masa panen membuat kami kewalahan. Alhasil buah pala yang kami petik belum langsung dikumpulkan. Kami biarkan berserakan begitu saja hingga esok hari.

Di hari keempat, setelah semua terkumpul kami putuskan membelah, memisahkan daging dan mengambil biji. Walaupun masih terdapat sekira 20 pohon yang belum dipetik. Toh jika sudah dikumpulkan lalu dibiarkan, maka dapat merusak bunga fuli pala yang harganya menyentuh angka dua ratus ribu rupiah per kilo saat ini.

Pembelahan dilakukan sejak pagi dan baru berakhir sore hari sekira pukul lima sore. Lalu beberapa hari kemudian kami lanjutkan aktivitas memetik buah pala seperti biasa di kebun ini.

Uniknya, kebun ini bukan milik paman saya. Beliau diberi kepercayaan pemilik kebun yang tidak berdomisili di desa untuk menjaga. 

Sudah sepuluh tahun, kebun ini menjadi tanggung jawab paman saya. Dan selama selang waktu ini, setiap musim panen tiga bulan sekali, hasil perkebunan pala dipetik.

Hasil pemetikan buah pala atau hasil perkebunan lain tidak langsung menjadi milik sepenuhnya pemilik kebun. Melainkan ada sistem pembagian hasil dalam hitungan persen. Yakni, bagi dua alias lima puluh persen hak pemilik kebun dan lima puluh persen penjaga atau yang dipercayakan menjaga kebun.

Pembagian akan dilakukan setelah hasil panen dijual. Dari hasil itu kemudian dibagi dua, tak kurang sedikit pun bahkan hingga setiap sen.

Ini pula yang kemudian saya saksikan sendiri bagaimana penjaga kebun melakukan pembagian.

Tepatnya, saat sedang rehat di sore sekembali dari kebun, sebuah sepeda motor tiba-tiba parkir di depan rumah. 

Setelah memarkir, seorang pria kira-kira berumur lima puluh tahun masuk kemudian memberikan salam, kedatangannya mencari nenek saya. 

Setelah bertemu, beliau menyerahkan sebuah kertas kemudian berbincang. Tak lama, Ia Pamit.

Termakan penasaran, saya bertanya "Nenek, siapa itu?"

Nenek saya yang hendak masuk ke kamar kemudian menjawab, "Oh, itu om Gaus, orang kampung sebelah yang jaga kebun nenek di sana. Om Gaus datang kasih harga pala."

Setelah menjawab, nenek saya kemudian menyerahkan kertas dengan lipatan uang di dalamnya kepada saya.

Ternyata kertas tersebut adalah nota penjualan dari toko. Di situ tertulis dengan detail berapa harga pala dan hasilnya, bunga pala dan pala pecah.

Sistem penjualan pala di Maluku Utara, khusunya di desa saya dihitung berdasarkan tipe. Biji pala botak atai tak pecah dihargai paling tinggi. Sementara yang pecah harganya sedikit rendah dan fuli pala tidak dikategorikan.

Setelah melihat total penghasilan, saya kemudian iseng melakukan pembagian dari total pendapatan. Hasilnya tak kurang bahkan satu sen pun, sungguh sangat luar biasa. Padahal bisa saja, penjaga kebun ini melakukan manipulasi. Akan tetapi, bukti dari kejujuran ini membuat saya begitu berdecak kagum. Andai saja para pemimpin bersikap amanah seperti ini, maka tak ada korupsi yang merajalela.

*

Di suatu siang, sehabis melakukan panen di kebun lain, saya bersama adik sepupu, Ical, kembali melakukan panen di kebun yang akan diberikan tanggung jawab ke orang lain.

Saat sedang asik memetik, Fajri, seorang anak muda berumur 25 tahun muncul. Kami memang sudah membuat janji dari semalam untuk bertemu di kebun. 

Namun, karena dia harus melakukan tradisi bokyan membantu petani lain membelah kelapa untuk di buat kopra, ia pun datang siang hari.

Selesai memetik pala, kami bertiga lalu bercengkrama sembari membelah buah pala. Di sela-sela itu, Ia lantas bersuara, "Ical, kelapa ini siapa yang kerja (maksud kerja di sini ialah siapa yang memanjat dan membuat kopra)?"

"Biasanya papa, tapi sudah berapa tahun ini tidak lagi. Bagaimana, kamu mau kerja?", tanya Ical.

"Boleh," jawab Fajri singkat.

"Kalau mau, coba bilang ke papa saya," jawab Ical.

Fajri pun akhirnya mengiyakan dan berjanji akan menemui ayahnya Ical. Walau Ia masih ragu-ragu karena segan dan sesekali meminta Ical agar ikut menyuarakan.

Selang beberapa hari, kami bertemu lagi di kebun lain tanpa janjian. Kebetulan hari itu, ayahnya Ical juga ikut ke kebun. Alhasil, Fajri mengutarakan maksud dan tujuannya.

Kesepakatan pun terjadi dan di akhir kesepakatan, Fajri akan mengerjakan kelapa untuk dijadikan kopra dan hasilnya akan dibagi dua.

Fenomena ini membuat saya begitu takjub. Dari dua kejadian ini pula kemudian mendorong saya mengembangkan pencarian informasi perihal praktek satu ini.

Ternyata, praktek ini bukan baru sekarang, justru sudah turun temurun. Dan mulai masif ketika banyak penduduk desa yang eksedus ke kota dan meninggalkan harta berupa kebun. Kebanyakan kebun berisi pala, cengkih, kelapa dan cengkih.

Karena tak asa yang menjaga, maka warga desa kebanyakan keluarga dekat yang berdomisili di desa diberikan kepercayaan untuk menjaga sekaligus mengurusi kebun yang mereka miliki.

Uniknya tak sekadar menjaga atau memetik hasil begitu saja, melainkan banyak aktivitas yang dilakukan. Seperti membersihkan kebun dari rumput liat, memelihara tanaman, memasang pagar, dll.

Pemilik kebun yang sudah memberikan kepercayaan kepada orang lain untuk menjaga kebun mereka tak lagi bisa melakukan intervensi perihal perawatan dan lain-lain, terkecuali ketika pemilik kebun ingin mengelola sendiri.

Penjaga kebun pun begitu setia dan selalu amanah. Ini tercermin dari hasil panen baik itu pala yang tidak digabungkan dengan hasil kebun milik mereka sendiri. 

Misalnya dalam penjemuran pala, saat menjemur, tidak bisa digabungkan milik mereka dan milik kebun yang mereka jaga. Ada perpisahan. Bahkan saya menemukan, satu saja biji pala yang tergabung akan dikembalikan.

Antara pemilik kebun dan penjaga kebun terjalin komitmen dan kepercayaan yang sangat kuat. Bahkan sekali pun ketika pemilik kebun ingin memindahkan kepercayaan kepada orang lain. 

Tak ada dendam, dengki atau benci. Semua dibicarakan baik-baik. Terkadang penjaga kebun sebelumnya memberikan informasi-informasi kepada penjaga kebun yang baru mengenai kebun yang akan dijaga. Baik itu jumlah pohon pala, cengkih atau kelapa hingga batas kebun. Semua dijelaskan secara detail.

Hal unik lainnya adalah praktek ini memberikan asas manfaat ekonomi yang luar biasa bagi warga desa, terutama sebagai sumber pendapatan bagi mereka yang menjaga kebun. 

Tak tanggung-tanggung bahkan mencapai juutaan rupiah. Hasil pendapatan yang sangat membantu ekonomi keluarga baik dari urusan dapur hingga sekolah anak-anak.

Selain itu, praktek ini memberikan sebuah pemahan pada diri saya sendiri bahwa menjaga amanah yang diberikan oleh orang lain begitu nikmat jika dijalankan dengan kejujuran dan keihlasan. 

Amanah adalah perkara besar yang menduduki posisi paling kuat baik dari segi budaya hingga agama. Orang yang amanah adalah orang yang tak diragukan kejujurannya. (sukur dofu-dofu).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun