"Ji, kebunmu nanti kita berikan saja tanggung jawab ke om Darwis biar beliau jaga," ujar paman saya.
Saya binggung lantas bertanya,"Kenapa harus diberikan tanggung jawab ke beliau?"Â
"Biar beliau jaga sekaligus merawat kebun. Selain itu, setiap panen tidak ada yang panen, buah pala jatuh semua. Saya juga kewalahan kalau sendiri, Mau panen punya sendiri atau milik orang. Pohon pala sebanyak ini tak habis dalam sebulan," jelasnya.
"Tapi kalau dijaga bagaimana sistemnya?", tanyaku penasaran.
"Nanti hasilnya dibagi dua," jelas beliau lagi. Penjelasan ini sekaligus membuat saya berpikir. Saya belum memutuskan tawaran tersebut, Masih menghitung segala hal.
*
Buah pala hasil petik sudah menumpuk. Empat hari ini, saya bersama paman dan adik sepupu beraktivitas dari pagi hingga sore hari untuk memetik buah pala.Â
Selama empat hari ini, kami baru memanjat sembilan pohon. Masing-masing memetik tiga pohon. Buah pala yang lebat karena masuk masa panen membuat kami kewalahan. Alhasil buah pala yang kami petik belum langsung dikumpulkan. Kami biarkan berserakan begitu saja hingga esok hari.
Di hari keempat, setelah semua terkumpul kami putuskan membelah, memisahkan daging dan mengambil biji. Walaupun masih terdapat sekira 20 pohon yang belum dipetik. Toh jika sudah dikumpulkan lalu dibiarkan, maka dapat merusak bunga fuli pala yang harganya menyentuh angka dua ratus ribu rupiah per kilo saat ini.
Pembelahan dilakukan sejak pagi dan baru berakhir sore hari sekira pukul lima sore. Lalu beberapa hari kemudian kami lanjutkan aktivitas memetik buah pala seperti biasa di kebun ini.
Uniknya, kebun ini bukan milik paman saya. Beliau diberi kepercayaan pemilik kebun yang tidak berdomisili di desa untuk menjaga.Â