"Om, ikan berapa," sambil menunjuk seekor ikan yang saya perkirakan berbobot satu Up atau satu kilo.
"100 ribu," Jawabnya singkat sambil membelah cakalang menjadi dua bagian untuk dijual.
"Kalau sebelah," tunjukku lagi.
"lima puluh ribu," lagi-lagi singkat jawabannya.
Jawabannya membuat saya mengurungkan niat membeli cakalang. Uang lima puluh ribu yang saya kantongi dari rumah tak cukup efisien untuk membeli beberapa barang yang saya inginkan.
Saya bergeser lagi ke lapak berikut setelah memohon maaf ke pedagang karena belum membeli ikannya dan melihat ikan pelagis dan demersal.Â
"Ci (Tante) Ikan sorihi satu tempat berapa?" tanyaku.
"Empat ekor 20 ribu," jawabnya.
Saya menelan ludah, semabri berpikir bisa apa empat ekor kecil ini jika dibawa pulang. Kalaupun membeli dua tempat juga tak cukup buat makan dua hari.
Saya kemudian lanjut lagi ke lapak-lapak lain dan hasilnya sama, ikan sedang mahal. Alhasil saya tidak membeli ikan mentah melainkan membeli ikan teri sekilo yang dibanderol dengan harga empuluh ribu. Sisa sepuluh ribunya saya beli bumbu masakan.
Sementara hari ini, saya kembali lagi ke pasar. Menjelang Ramadhan, segala kebutuhan harus jauh tempo disediakan. Baik lauk hingga bumbu dapur.