Setelah penanaman, lantas dipublikasi ke media. Dan, hingga kini tak terdengar lagi gerakan tersebut dan bagaimana nasib mangrove yang ditanam. Apakah sudah tersapu ombak ataukah sudah mati. Apakah ada perawatan dari pihak tersebut atau tidak.
Fenomena ini hanyalah sekian dari kasus di mana menanam pohon hanyalah gerakan sesaat. Gerakan yang saya anggap gerakan pencitraan.
Saya sering kali diajak ikut gerakan menanam pohon. Baik dari komunitas, mahasiswa, pejabat, partai politik hingga gerakan individu.
Gerakan-gerakan ini bermula dari diskusi tentang lingkungan yang menggugah diri. Di mana eksitensi keseimbangan alam menjadi perhatian utama,Deforestasi menjadi ancaman nyata. Â Tak jarang pula gerakan berawal dari keinginan semisal politisi atau pejabat sebagai bentuk keperhatinan.
Gerakan tersebut memang berjalan. Pohon-pohon di tanam dengan segala bentuk rangkaian acara jika yang menginisiasi ialah tokoh publik. Di tanam di lokasi-lokasi yang kebanyakan di pantaran pantai.Â
Namun seiring perjalanan, gerakan tersebut hanya sebatas gerakan. Habis di tanam dibiarkan tumbuh sendiri dengan nasib yang tak menentu. Pohon-pohon tersebut tidak pernah dipantau dan hanya menjadi bahan kebesaran diskusi pihak-pihak tertentu.
Padahal butuh manajemen khusus yang suistinable agar pohon tersebut dapat terpantau dalam jangka waktu yang lama.
Kegiatan-kegiatan seperti ini banyak sekali ditemui. Di mana menanam hanya sebatas gerakan pencitraan atas dasar keprihatinan. Pada akhirnya buah dari gerakan tersebut justru tidak berdampak sama sekali pada perubahan yang diingkan. Jatuhnya hanya membuang-buanh energi dan biaya.
Sepatutnya kita perlu belajar pada  pihak-pihak yang melakukan gerakan menanam pohon bukan untuk pencitraan. Banyak sosok-sosok inspiratif yang meluangkan waktu dan hidupnya menamam ribuaan hingga jutaan pohon.
Sebut saja Jadav Payeng (60 tahun) manusia hutan India yang menanam pohon di sebuah pulau hingga menjadi hutan. Ia pria yang hidup sederhana di India Utara. Janed tergerak oleh inspirasi krisis alam (deforetasi) yang sama di mana Ia melihat pohon-pohon sekarat, sungai-sungai  banjir dan hilangnya habitat alam dan tanah yang hilang.
Dari situ, Ia menanam pohon setiap hari. Melewati sungai hingga berjalan ke lokasi tujuan. Ia lakukan setiap hari dengan hanya bermodal tangan kosong selama 40 tahun.