Pihak Fakultas yang memiliki legitimasi dalam lingkungan Fakultas akhirnya ambil ahli setelah terjadi beberapa kali konflik yang melahirkan korban luka dan aktivitas perkuliahan tergangu alias tidak ada mata pelajaran sama sekali.
Rekonsiliasi diadakan namun gagal. Kelompok B yang begitu kuat akhirnya mendesak Dekan menandatangani SK pemecatan dan pengangkatan Pejabat Sementara.
Blunder terjadi, bukannya menyelesaikan masalah, justru memperkeruh keadaan. Konflik semakin memanas bahkan sampai ke tingkat Universitas. Di mana delegasi-delegasi mahasiswa dalam pemiliham senat dipertanyakan karena terdapat dua rekomendasi kandidat.
Konflik ini berakhir dengan kemenangan kelompok B karena daya dukung kelompok A semakin hari semakin berkurang. Tokoh-tokoh penting berangsur meningalkan si Ketua karena berbagai sebab.
Pjs dari kelompok B memimpin senat fakultas hingga masa kepemimpinan berakhir dengan berbagai kepentingan tercapai. Konflik benar-benar berakhir setelah diadakan pemilihan umum dan terpilih ketua baru.
Cerita singkat ini hanyalah gambaran bahwa kondisi dualisme adalah wujud yang tak terelakan dalam sebuah sistem demokrasi. Bahkan kondisi ini dianggap sebagai dinamika yang biasa. Di mana akan selalu ada kelompok yang menang dan kalah dalam sebuah sistem karena berbeda kepentingan dan tujuan.
Praktek dualisme adalah contoh nyata proses demokŕasi sudah dipelajari sedari awal. Atau sudah ditetapkan sejal masa berproses di kampus yang kemudian merembers ke luar.
Selain organisasi internal, saat ini juga banyak terjadi dualisme di luar ranah organisasi external kampus. Baik kepemudaan, kemahasiswaan hingga kekeluarhaan (OKK) di mana organisasi ini sudah memiliki akar sejarah yang panjang.
Bagi saya, dari apa yang saya alami, dualisme terjadi karena dalam sebuah sistem terdapat benturan kepentingan yang mandek dan tidak terealisasi. Kondisi ini erat kaitannya dengan kekuasaan. Menurut Irawan (2019), dualisme sendiri terjadi karena ketidakcocokan dalam suatu hubungan.
Ketidakcocokan itu dalam ranah organisasi berhubungan erat dengan representasi kepentingan yang tidak terealisasi atau mendapat hambatan yang pada akhirnya melahirkan konflik. terlepas dari kondisi internal dari sebuah kepemimpinan.
Kepentingan yang mendapat jalan terjal harus menemukan jalan agar terealisasi walaupun itu melanggar ketentuan dalam suatu organisasi. Apalagi dalam kepentingan tersebut mewakili kelompok-kelompok besar.