Para-para yang sama, sejak pertama kali kau titipkan kelapa ke tanah dan kini telah menjulang tinggi ke angkasa.
Tak terhitung berapa jumlahnya; anak tangga yang kau buat, batang pohon yang kau panjat dan  butir buah yang terpetik. Semua menjadi rahasia tapak kaki yang tak punya kuasa berbagi.
Api menyala, angin biangnya. Kelapa hampir saja gosong dan tiang-tiang hampir terbakar. Sigapmu tak tertandingi. Lagi, dan lagi.
Pah..., istirahalah sebentar. Mataku tak kuasa  melihat kamu terjajah. Istirahatlah, biar aku yang menangadah. Akan ku padamkan api dan menjaga asap untukmu. Hingga kelapa matang dan rupiah tergengam.
Istirahatlah sebentar, duduklah. Bersandarlah dan ceritakan padaku tentang kesalmu pada angin dan gerammu pada api. Â Angin yang membawa api dan berhianat pada harap. dan, jangan ceritakan padaku tentang kelapa yang hendak kau tumbangkan diujung hasrat.
(Jumat, 19 Februari, disebuah gubuk mewah)
Ket;
Patera : daun
Para-para : tempat memasak kopra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H