Selanjutnya ialah konversi lahan untuk pembangunan masif terjadi terutama di daerah-daerah rawa yang ditimbun; reklamasi, pendirian rumah oleh warga, penebangan hutan, pembukaan lahan perkebunan sawit, dan ekpansi pertambangan khususnya di Maluku Utara. Pada akhirnya, pohon-pohon sagu harus rata dengan tanah dan tak tersisa.
Pohon sagu sendiri hidup di sekitar rawa yang berair tawar, rawa bergambut san daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber mata air dan hutan-hutan rawa yang kadar air garamnya tidak terlalu tinggi, Suripatty et,al. (2016).Â
Dalam sebuah kesempatan saat melakukan survei di kabupaten Halmahera Selatan, saya melihat banyak pohon sagu ditebang karena pembangunan jalan dan pembangunan kawasan ekonomi terpadu. Jalan yang meliputi tiga kecamatan, Bacan Timur, Labuha, dan Bacan Tengah.
Selain masifnya reklamasi, ekpansi pertambangan di Maluku Utara juga turut memberikan andil hilangnya lahan-lahan tumbuhnya sagu. Apalagi belakangan, izin-izin pertambangan juga masif dikeluarkan bahkan sebelum konsep perizinan ditarik ke pusat.
Beroperasinya tambang telah mengancam dengan nyata pada lahan maupun pada aliran-aliran air sungai. Material yang mengotori sungai atau mempengaruhi kualitas air hingga sifat fisik tanah yang berdampak pada pertumbuhan sagu di sepanjang aliran sungai seperti yang terjadi di Kabupaten Halmahera Timur dan Halmahera Timur (3).
Tentu permasalahan ini jika terus dibiarkan maka tiba saatnya pangan lokal ini tinggal cerita. Dalam data produksi Kementrian Pertanian, prosuksi sagu secara nasional mengalami peningkatan dari tahun 2016 -2020. Sumbangsih terbesar ialah Provinsi Riau.
Sementara, khususnya di Maluku Utara menunjukan bahwa terjadi penurunan signifikan produksi sagu dari tahun 2016 dengan tingkat pertumbuhan minus 49.87 persen. Sebuah fakta dari dampak yang mengiringi pangan lokal satu ini.
![Sumber : Kementrian Pertanian.go.id](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/10/screenshot-20210210-101357-whatsapp-60234fd08ede486404528022.jpg?t=o&v=555)
Sagu adalah identitas. Selain identitas juga bahan pangan yang dikelola secara turun temurun. Bahan pangan satu ini adalah identitas Indonesia dan menjadi keunggulan komparatif yang tak dimiliki negara lain.Â
Indonesia adalah produsen sagu terbesar layaknya kelapa yang sekarang mengalami nasib tak berunjung. Atau menurut Kementan, Indonesia punya lahan seluas 5.4 juta Ha dari total lahan sagu diseluruh dunia sebesar 6.5.Â
Tentu jika dikelola dengan baik dan mengedepankan lingkungan seimbang maka akan menjadi sumber pangan penting terutama di masa pandemi saat ini. (sukur dofu-dofu)