Bang, kalau balik ke sini bawakan saya kalung besi putih ya," pinta salah satu teman di Bogor ketika saya mengutarakan niat akan pulang kampung.
Permintaannya tersebut bukan tak beralasan. Kalung besi putih yang Ia pakai ternyata imitasi. Setelah sebelumnya ia tunjukan.
"Waduh bang, Imitasi ini. Besi putih asli bukan begini," sahutku sembari memberikan penjelasan singkat. Jawaban ini membuat Ia sedikit kecewa dan menceritakan asal usul ia memperoleh kalung tersebut.
Selain dia, sudah banyak kenalan yang meminta dibawakan survenir tersebut. Tak terhitung berapa kali saya menghadiahkan mereka sekembali dari Maluku Utara. Baik kalung, gelang, cincin, anting, dll.Â
Kerajinan tangan besi putih sudah cukup tenar. Di timur, di periode 90-an hingga permulaan 2000, memakai besi putih bermakna identitas. Saya masih ingat, semasa SMP sampai perguruan tinggi, saya masih memakai kalung besi putih.Â
Bahkan ketika di Kota besar semisal Jakarta, kami dapat mengenali mereka yang berasal dari timur hanya dengan melihat kalung, gelang atau anting besi putih yang mereka kenakan. Kalau sudah begini, kami tak ragu untuk saling menyapa.
Kerajinan tangan besi putih sudah lama dikembangkan, namun baru benar-benar tenar di periode 90 akhir memasuki Periode awal 2000-an.Â
Di periode ini, kerajinan tangan besi putih sangat diburu baik dari dalam maupun luar kota. Pemasaran keluar kota ini sangat unik sebab, dulu para pedagang menjajakan besi putih setiap kali ada kapal Pelni semisal Umsini hingga KM. Lambelu berlabuh.
Kapal yang masuk ini selain membawa penumpang lokal juga membawa penumpang dari provinsi lain. Banyaknya penumpang merupakan potensi pasar bagi pedagang. Sehingga setiap berlabuh ada puluhan dari mereka lantas naik dan menjajakan besi putih.
Mereka memiliki penampilan yang juga cukup unik. Kerajinan tangan besi putih tidak digantung di leher atau di tangan melainkan diletakan di kopor berwarna hitam hasil desain sendiri.
Adapula dari mereka yang bahkan berjualan di atas kapal hingga berminggu-minggu. Itu lantaran mereka ikut menaiki kapal dan melakukan perjalanan sesuai rute kapal. Ada yang hingga ke Papua dan sampai ke Jakarta.
Di masa sekarang, hanya tinggal beberapa dari mereka yang masih mempraktekan hasil perdagangan seperti ini. Selebihnya sudah tidak melakukan perjalanan karena keterbukaan akses dan kemajuan sistem perdagangan seperti online.
Ketenaran dan keunikan kerajinan satu ini disebabkan beberapa faktor, pertama nilai histrois, kedua fasion fasion dan yang ketiga paradigma masyarakat yang sering menggangap kerajinan satu ini sebagai pelindung diri bahkan sebagai obat beberapa penyakit. Walau, pada konteks ilmiah belum bisa dibuktikan sama sekali.
Lantas Bagiamana Kerajinan besih putih itu Sendiri?
Bongkahan alutsista ini sendiri berada di Kabupaten Kepulauan Morotai. Di sini, pada Perang Dunia II merupakan pangkalan terbesar kedua milik Amerika dibawah komando Jendral Douglas Mc. Artur.
Douglas Mc. Artur sendiri memiliki banyak peninggalan yang masih ada hingga kini dan oleh Pemda dipugar seperti Pemandian Air Mc. Artur hingga Patung Mc.Artur di pulau Bere-Bere.Â
Pangkalan ini digunakan oleh Amerika dan Sekutu ; Australia dan Belanda periode 1944-1945 dalam menjalankan strategi "Lompat Katak" menaklukan Filipina (Baca: Kompas.com).
Setelah meningglkan Morotai, sisa alutsista yang digunakan sebagian ditinggalkan. Seperti Tank, senjata berat, pesawat, panci, gelas, selongsing peluru dll inilah yang menjadi bahan utama pembuatan kerajinan besi putih yang terjamin anti karat.
Puing-puing ini diambil oleh pengrajin baik dari masyarakat lokal hingga luar. Bahkan dalam beberapa cerita, para pengrajin bahkan menyelam hingga ke dasar laut untuk mengambil besi dari bangkai pesawat dan lain-lain.
Dari puing alutsista inilah kemudian diubah menjadi benda atau survenir bernilai seperti cincin, gelang, kalung dan lain-lain. Dari sini kemudian di pasarkan ke dalam dan luar daerah salah satunya Kota Ternate di mana terletak pusat kerjainan besi putih terbesar.
Artefak serajah sebagai bahan utama kerajinan ini saat ini sudah mulai di perhatikan oleh Pemda Mororai, sekira 10 tahun setelah pemekaran.
Selain itu, berbagai komunitas juga terus melakukan pencarian dan adovokasi agar artefak bersejarah tersebut tidak lagi di ambil sebagai bahan kerajinan besi putih.Â
Oh iya, selain Amerika, Jepang juga pernah mendiami pulau ini sebelum diambil ahli oleh Amerika dan sekutu. Jejak Jepang pernah berada di sini ialah ketika ada salah satu tentara bernama Nakamura ditemukan hidup-hidup setelah perang usai.
Nakamura bertahan dihutan karena berpikir masih terjadi perang selama 30 tahun dan sebelum ditemukan oleh warga. Ia lantas pulang ke Negaranya. Baca : Kompas.com
Untuk menghargainya dan mengenang perang Dunia Dua, pemerintah daerah membangun Monumen Terou Nakamura di Desa Dahigila.Â
Bisnis yang Menguntungkan
Seorang kenalan yang biasa disapa Aan, pria asal Bugis yang terhitung sudah 15 tahun berdagang besi putih mengungkapkan dalam sehari mereka bisa meraup penghasilan sebesar 300-500 ribu rupiah. Jika ramai pengunjung pendapatan mereka bisa lebih.
"Kalau rendah tu ya 100 sampe 200 ribu. (Pendapatan terendah ya 100-200 ribu perhari)," ungkapnya disela-sela percakapan saya.
Sementara Bayu, masih kerbat dekat Aan yang sudah berdagang sekira 20 tahun lebih juga mengungkapkan bahwa dari segi penghasilan cukup menguntukan walau tidak sama setiap hari.
Selain itu, Kata Bayu, pedagang di sini rata-rata membeli bahan kerajinan dari pengrajin Morotai. Jenis pesanan pun berbeda-beda. Ada yang langsung sorvenir jadi ada yang setengah jadi.Â
Bahan setengah jadi ini akan diukir lagi sesuai dengan konsep dan desain yang mereka inginkan untuk menambah keunikan maupun menambah nilai tambah.Â
Penjualan yang mereka lakukan juga mulai berubah dan kadang memanfaatkan sosial media untuk menjangkau konsumen luar kota.
Aan dan Bayu hanyalah dua dari puluhan pedagang dan pengrajin besi putih di Kota Ternate. Lokasi khusus ini berada Kelurahan Gamalama Kota Ternate Tengah masih di dalam kota dan bisa diakses dengan muda. buka dari pukul 08.00 Wit hingga 22.00 Wit.
Adapula sistem pejualan terpisah. Misalnya membeli kalung dan menambhakan mata rantai. Kebanyakan pembeli melakukan pembelian terpisah karena ingin memadukan berbagai desain yang tersedia.
Salah satu yang menarik ialah kita bisa merequest desain yang kita inginkan atau menulis nama di mata rantai yang kita beli.Â
Biasanya kita bisa menunggu atau datang esok hari. Untuk mengukir nama, dibandrol dengan harga 10.000 ribu hingga 25.000 ribu tergantung kesulitan dan jenis font. Maka jika berkunjung ke Ternate, jangan lupa mampir ke Pusat sorvenir kerajinan Tangan Besi putoh. (Sukur Dofu-dofu).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H