Pernahkah mendengar nama Pulau Maitara? jika belum pernah maka masih ingatkah ketika memegang uang seribu lama belatar sebuah perahu dan dua pulau?Â
Ya itulah pulau Maitara yang sekarang dijuluki "Pulau Uang Seribu". Lantas apa uniknya Pulau Maitara?
Pulau Maitara adalah pulau yang terletak di antara Pulau Kota Ternate dan Pulau Kota Tidore. Dalam beberapa kesempatan saya sudah sering menyentil, namun pada artikel ini saya akan sedikit mengulas lebih dalam.
Pulau Maitara merupakan salah satu destinasi wisata favorit warga Ternate dan Tidore. Jaraknya yang tidak terlalu jauh dari kedua kota ini menjadikan Maitara dalam setiap akhir pekan selalu diserbu para wisatawan.Â
Pulau ini sering disebut sebagai penjaga pintu masuk. Rata-rata tujuan wisatawan ke sini pun bermacam-macam, mulai dari berenang, memancing, camping dan mendaki. Gunung di sana memiliki ketinggian puncak gunung hanya 350 MDPL.
Pulau ini masuk dalam wilayah administrasi Kota Tidore Kepulauan, di bawah wilayah Kesultanan Tidore. Luas wilayah pulau uang seribu ini hanya enam kilometer atau 206 Hektar dengan jumlah penduduk kurang lebih 2000-an jiwa. Â
Pulau eksotis ini dihuni oleh suku Tidore dan suku Ternate di empat desa dengan mayoritas penduduk berprofesi sebagai nelayan dan penjual ikan fufu atau ikan asap. Â
Dalam sebuah survei yang penulis lakukan di tahun 2019, nelayan di sini menggunakan armada tangkap Pajeko (jala) dan pole and line. Hasil penangkapan kemudian dijual ke Kota Ternate dan Tidore.Â
Sementara pedagang ikan fufu (asap) juga melakukan proses produksi di Maitara dan melakukan penjualan ke Kota Ternate serta Kota Tidore. Berikut video hasil survei bekerja sama dengan reportmalut.com:
Destinasi Wisata Favorit
Pulau Maitara diapit oleh dua pulau besar dan merupakan tempat arus keluar masuk, tetapi pantai dan laut Pulau Maitara masih sangat asri dan jauh dari sampah.Â
Jika yang hobi memancing, pergerakan arus laut di sini sangat cocok untuk menyalurkan hobi memancing. Potensi ikan karang sangat melimpah karena terawatnya terumbuh karang dan adanya hutan bakau yang mulai dilestarikan oleh masyarakat setempat.Â
Dulu karang-karang di sini mengalami kerusakan yang fatal akibat pengeboman, namun sejak 10 tahun terakhir sudah ada kesadaran dan gerakan untuk melindungi potensi yang terdapat di pulau ini.
Mengunjungi Maitara tidak terlalu sulit, sebab jaraknya dapat ditempuh dengan cepat. Jika dari Tidore kita dapat menggunakan kapal kayu dengan biaya sewa sebesar Rp 5000 dengan waktu tempuh 5 menit. Sementara jika dari Kota Ternate, terdapat alternatif yakni menggunakan speed boat atau motor kayu.Â
Kebanyakan masyarakat menggunakan motor kayu karena ini merupakan transportasi utama warga Maitara. Biaya yang dikeluarkan perorang ialah Rp 10.000 dengan waktu tempuh 10 menit. Sementara speed boat kita harus merogok kocek Rp 100.000 dengan jumlah penumpang 5-10 orang. Jika disewa maka biaya yang dikeluarkan ialah Rp 200.000 untuk pulang-pergi.
Terdapat dua alternatif, yang pertama dapat langsung ke tempat wisata, sedangkan kedua turun di dermaga utama. Kebanyakan warga turun di dermaga utama dan berjalan ke lokasi wisata utama selama 15 menit dengan kondisi jalan desa yang dialokasikan dari dana desa.Â
Hal ini karena motoris sengaja menurunkan penumpang di dermaga utama ketimbang di dermaga wisata karena dapat merusak karang. Kondisi ini sudah menjadi ketentuan umum.
Salah satu motoris berkata bahwa kondisi karang sedang dalam tranplantasi oleh warga sehingga untuk mendukung gerakan tersebut, setiap kapal dilarang berlabuh di pelabuhan tersebut.
Pantai yang asri dengan pemandangan kota Ternate, Pulau Hiri dan Tidore adalah bonus yang luar biasa. Hembusan angin sepoi-sepoi berkawan dengan halusnya pasir putih yang mengelilingi sepanjang garis Pulau Maitara menambah nikmat berwisata.
Sebagai catatan, untuk mendaki gunung perlu ada izin para tetua serta beberapa aturan yang tidak bisa dilanggar seperti tidak membuang sampah sembarangan dan buang hajat sembarangan.
Sementara bagi yang ingin menginap terdapat dua alternatif. Pertama, camping dan yang kedua menyewa rumah atau cottage. Bagi yang keping, sebelum mendirikan tenda, izin harus didapatkan dari ketua RT atau yang bertanggung jawab di wilayahnya. Setelah mendapatkan izin, barulah tenda-tenda didirikan.
Kendala utama di pulau ini ialah krisis air bersih dan belum maksimalnya konsep parawista. Sebagai wisatawan kita harus berjaga-jaga dengan membawa perbekalan sendiri lantaran tak ada yang menjual aneka jajanan atau gorengan.Â
Kondisi pulau yang ditumbuhi banyak pohon sukun seharusnya dapat dimanfaatkan dan didorong oleh pemerintah desa dan kabupaten dengan menggerakan masyarakat membuka beberapa stan. Sebab, walaupun terdapat kios-kios kecil namun kios ini hanya menjual kebutuhan rumah tangga bukan untuk wisatawan. Begitupula dengan air bersih.
Pulau ini krisis air sehingga wisatawan tak jarang mengeluh karena di toilet seringkali tak dijumpai ada air untuk membasuh, mandi maupun untuk buang hajat. Walaupun tersedia sumur akan tetapi beberapa tahun belakangan keruh dan tak bisa dikonsumsi.
Pemerintah Kota Tidore telah berupaya menangani perkara ini, dengan berinsiatif menyalurkan pipa bawah laut, namun hingga kini belum terealisasi.
Warga sendiri pun tak tinggal diam, berbagai upaya dilakukan seperti menggali sumur baru serta mengajukan pembuatan bak penampungan.
Potensi ini penulis dapatkan setelah beberapa kali melakukan survei secara pribadi untuk memahami bagaimana seharusnya ekonomi pulau Maitara di galakan.Â
Secara potensi, pulau ini bisa menjadi alternatif wisata perikanan dengan memaksimalkan budaya melaut warga perikanan. Sehingga perlu desain khusus untuk memadukan parawisata moderen dan budaya orang Maitara.
Selain itu, potensi lainnya tentu saja memanfaatkan potensi wisata dengan mendorong pembentukan UKM-UKM bagi masyarakat untuk dapat melihat peluang di lokasi wisata.
Walaupun banyak kekurangan, namun jangan dulu kecewa. Di balik kekurangan ini akan ada banyak hal yang ditemukan, kita dapat membeli ikan fufu sebagai oleh-oleh. Sebab harga jual ikan fufu disini lebih murah ketimbang membelinya di tingkat pasar akhir,Â
Ikan fufu di Maitara dibanderol seharga Rp 10.000 hingga Rp 15.000 ribu per ekor. Cara mendpatkannya pun cukup mudah, kita hanya perlu menyusuri belakang rumah menuju pelabuhan utama.
Di sini kita dapat menjumpai lokasi produksi yang berada tepat di belakang rumah warga (sukur dofu-difu, jangan lupa berkunjung).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H