Kegigihan mereka membangun negeri dari pelosok sungguh patut diacungi jempol. Mereka yang juga sebagian dari luar Maluku relah datang dan tinggal berbulan-bulan untuk memberikan dan memotivasi anak-anak desa yang jauh tertinggal di dunia pendidikan. Salah satunya di rumah baca yang kami dirikan dengan masalah krusial yang kami hadapi.
Papan nama sisa peninggalan rumah baca Tinta Manuru kemudian di ambil dan diletakan di teras rumah milik orang tua Arman Panigfat.
Keduanya melanjutkan proses belajar mengajar di rumah tersebut. Walau tidak seintens sebelum pengrusakan rumah baca. Sambil mengajar mereka sembari menimbang langkah selanjutnya mendirikan bangunan rumah baca.
Kadang mereka dirundung pilu ketika anak-anak desa menanyakan perihal kapan bisa belajar lagi. " Kasihan,anak-anak sering tanya kapan beta (saya) Â deng (dan) Fat bisa ajar lagi, saya tidak tau mau jawab apa," Ujarnya di suatu kesempatan.
Arman sendiri tak menampik bahwa kondisi ini mengalami kemuduran yang sangat vital. Padahal selama dua tahun berdiri, sudah terdapat progres yang begitu luar biasa.Â
Anak-anak rumah baca sudah mempunyai sebuah lingkungan ilmiah yang mendorong mereka berekspresi dan belajar di luar sekolah. Mereka sudah terbentuk secara disiplin. Mempelajari banyak bahasa dan sedikit demi sedikit membentuk mental.
Namun, akibat pengrusakan tersebut, semua kembali berubah. Anak-anak, Kata Arman, menjadi tak terkontrol. Sudah kehilangan gairah belajar yang sebelumnya sudah terbangun.
Kehadiran para relawan kemudian menumbuhkan harapan tersendiri. Baik bagi kami hingga anak-anak. saya sendiri begitu riang. Sementara anak-anak nampak begitu antusia dari video pendek yang saya saksikan.
Berbagai permainan hikmat diikuti. Sementara para orang tua juga sesekali ikut andil dalam game-game yang dimainkan.