Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ayam dan Telur, Makanan Favorit Anak Kos

7 Januari 2021   23:56 Diperbarui: 8 Januari 2021   00:06 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam ini makan apa? tanya seorang kawan di balik bilik pintu.

"Seperti biasa aja mas, telur," Jawabku tanpa gerak dari depan laptop.

"Oke," Jawabnya singkat. Beberapa menit kemudian terdengar bunyi suara sepeda motor tanda ia dan seorang teman lagi pergi berbanja.

Tiga puluh menit kemudian, mereka membawa sekantong telur berisi delapan buah telur yang ia beli di warung langganan. Sebuah warung sembako yang terletak di perempatan jalan Kampus Dalam Kecamatan Dramaga, Bogor.

Dalam seminggu, kami bertiga meluangkan waktu belanja dua kali. Artinya dalam seminggu kami mengkonsumsi telur 16 buah. 

Delapan buah telur kami beli seharga Rp. 12 ribu rupiah. Dan jarang melakukan pembelian perbutir. Kadang, karena sudah saling kenal, si penjual sering memberi bonus dua sampai tiga butir telur.  Jika sedang mahal, kami akan mengurangi porsi pembelian. 

Kami lebih memilih menu sederhana, ketimbang menu yang kompleks dan harus keluar mencari makanan. Entah kenapa rasa malas dan cenderung kurang meyukai bepergian keluar kosan.

Alasan lain, karena telur begitu sederhana diolah. Tinggal dipecahin, diaduk, diberi sedikit bumbu eksprimen, di goreng dan dihidangkan.

Bagian eksperimen ini menjadi keahlian salah satu sahabat saya yang berasal dari Surabaya, Jawa Timur. Bagi saya dan salah satu kawan, ia adalah jelmaan ibu kami. Bahkan, bahasa lelucon seperti " Mas, nafkahi kami"sering kami ucapkan ketika lapar mulai melanda.

Jika sudah begini, ia langsung bergegas. Memasak dan bereksprimen sesuka hati. Satu menu andalan yang sering ia olah yaitu telur dicampur tahu. 

Mula-mula, ia mengancurkan tahu, kemudian mencampur telur lalu diaduk. Sebagai tambahan, ia menambah merica, daun bawang hingga bumbu penyedap. Jika tak mau ribet, telur ceplok dan kecap manis. 

Menu sederhana tanpa ribet. Jika dipresentasikan, konsumsi kami lebih banyak telur dalam tiga tahun belakangan. Apalagi jika sudah memasuki akhir bulan. Ketika kantong celana jebol alias kehabisan uang. 

Sehingga teori efisiensi dilakukan. Minimal, bisa buat bertahan hingga awal bulan. Elastisitas permintaan dan penawaran kami seimbangkan. Benar-benar menerapkan teori ekonomi. 

Sementara daging ayam, adalah opsi. Jika, sudah dapat sedikit pemasukan. Alias kantong sedikit tebal. Untuk membeli ayam, kami bertiga biasanya "patungan" sekalian membeli persediaan bulanan seperti kecap, beras, bawang, mie instant hingga kopi.

Menu yang biasa dimasak si kawan ialah opor ayam. Kadang, digoreng lalu dibuat ayam geprek. Jika sudah agak sedikit bosan,maka sate ayam menjadi favorit berikutnya.

Kedua komoditas ini menjadi makanan pokok kami sebagai anak kost. Hampir 4 tahun kami makan ayam dan telur Walaupun secara presentase, telur lebih mendominasi. 

Ayam dan telur merupakan komoditas peternakan yang memegang peranan penting pada perekonomian Indonesia. 

Selain bergizi, keduanya juga sering menjadi bagian dari pembentukan inflasi. Apalagi, ketika memasuki hari-hari perayaan.

Telur maupun ayam juga merupakan barang subtitusi penting jika daging atau ikan mahal. Di Maluku Utara, ayam dan telur adalah subtitusi dari ikan. Apalagi di musim pancaroba, di mana ikan di pasar menjadi mahal. 

Masyarakat akan beralih membeli telur untuk di konsumsi. Sehingga, telur dan ayam menjadi dua komoditi yang memiliki permintaan yang cukup tinggi. Walaupun secara produksi, menurut BPS RI Maluku Utara hanya memiliki tingkat produksi sebesar 88.41. ton

Secara nasional, dalam kategori ayam petelur,  jumlah produksi mencapai 4.753.382 ton pada tahun 2019 meningkat dari tahun 2018 sebesar 4.668.120 ton (85.000).

Sementara untuk produksi ayam ras masih dalam BPS RI, Produksi ayam ras mencapai 3. 495.090 ton. Artinya pada tahun ini terjadi surplus  sebesar 236.964 ton dengan rata-rata surplus sebesar 19.747 ton perbulan (1). 

Secara konsumsi, ditilik dari konsumsi perkilogram untuk telur ayam, jumlah konsumsi perkilogram mingguan menurut BPS, sejak 2007-2019 tidak meningkat. 

Tahun 2007, jumlah yang di konsumsi 0.122 kg dan meningkat 2019 sebesar 0.124. (2) sementara konsumsi perkapita selama selama 2017 hanya mencapai 1,7 kg. Artinya baru mencapai 125 butir pertahun (3). Sementara komsumsi daging ayam ras  sebesar 18,16 kg perkapita pertahun (4)

Jika ditilik dari data-data diatas, presentase kenaikan baik produksi dan konsumsi masih sangat rendah. Walau, dalam beberapa data terdapat adanya surplus.

Padahal, ayam dan telur adalah komoditi penting selain dari segi manfaat untuk kesehatan juga  bagian dari ketahanan pangan. 

Ketersediaan dan keterjangkauan daging ayam dan telur sangat menjamin  keberlangsungan ketahanan pangan di Indonesia. Sudah banyak kasus di mana dua komoditi ini mengalami kelangkaan. 

Masyarakat akan mengeluh karena terkait erat dengan tingkat pengeluaran, konsumsi dan Inflasi. Apalgi, ditengah pandemi dan sebentar lagi pemerintah berencana melakikan lockdown.

Ketersediaan pangan utamannya disaat pandemi  saat ini sangat bermanfaat. Apalagi ayam dan telur. Namun perlu juga adanya stabilisasi harga dari keduanya. Sebab, bagi saya, salah satu aspek kenapa tingkat konsumsi perkapita kita rendah karena ketidakjangkauan masyarakat. 

Keterjangkauan ini dimaksudkan ialah bagimana masyarakat bisa mendapatkan ayam dan telur dengan harha yang terjangkau. Apalagi, kedua komoditi ini seringkali menjadi komoditas penyumbang inflasi.

Dalam rekap  Susenas 2018, rata-rata pengeluaran perbulan untuk komsumsi telur mencapai Rp. 39.670 (perkotaan), Rp. 23.178 (pedesaan) dan Rp 32.196 (Perkotaan +pedesaan). 

Data ini adalah data gabungan secara absolut. Jika dilihat perprovinsi maka angka pengeluaran konsumsi biasanya lebih besar karena tingkat ketersediaan yang kadang langkah.

Olehnya itu, untuk mendorong agar tingkat konsumsi dan produksi meningkat sesuai capaian target 2025 di angka 9 kg perkapita (konsumsi) maka perlu ada tindakan khusus.

Tindakan itu yakni mendorong terciptanya industri peternakan di level UMKM karena selama ini level produksi ayam dan telur masih berada pada level industri besar. 

UMKM harus di suport penuh sehingga kita dapat memutus rantai yang selama ini membelungu dunia bisnis peternakan di Indonesia yang terkenal mahal baik dari pakan, anakan hingga cost produksi yang yak bisa dijangkau UMKM.

Sementara untuk peningkatan konsumsi ayam dan telur kita perlu sebuah kampanye seperri di dunia perikanan yakni " gemar makan ikan". Di dunia peternakan, kita juga bisa menggalakan  gemar makan ayam dan telur. (sukur dofu-dofu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun