Bagi saya berbagi adalah tindakan mulia. Bahkan ada keyakinan bahwa ketika kita mengutamakan kepentingan orang lain maka kita mencapai sebuah kondisi yang disebut "kenikmatan".
Setiap manusia berada pada garis kepekaan yang sama. Perbedaannya hanya pada bagaimana dan dengan cara apa setiap individu memaknai kebahagiaan.Â
Berbagi kebahagiaan bisa dilakukan dengan cara dan konsep apa saja. Bisa dengan menyantuni anak yatim piatu atau menyantuni fakir miskin ditengah pandemi saat ini.Â
Bahkan sebagai mahasiswa, di banyak kampus selalu ada fenomena di mana terdapat banyak orang-orang tua yang berjualan di dalam maupun luar kampus.
Jika ditelusuri  mereka memiliki berbagai ragam masalah dan alasan. Saya masih mengingat dua tahun silam ketika menjalankan program sosial di departemen kemahasiswaan yang saya pimpin.Â
Kami menemukan fakta bahwa mereka adalah manusia-manusia yang hidup di garis kemiskinan yang berjuang untuk bertahan hidup.Â
Ibu Rohima misalnya, seorang nenek yang rela berpanas-panasan di taman kampus hanya untuk mencari rejeki dan biaya pengobatan anak dan cucunya. Sebuah bakul besar berisi aneka jajanan yang ia beli dari pihak lain selalu ia gendong sambil tertatih-tatih.Â
Pun demikian dengan seorang pemulung, Pak Kasno, ia tak punya rumah dan bertahan hidup dari hasil penjualan rongsokan sampah yang ia jual. Harapannya, sebelum akhir hayat ia ingin melihat cucu nya dan memimpikan bermain bersama. Â
Dari keadaan itu, kami kemudian melakukan penggalan dana dan berbagi serta menyantuni anak yatim piatu.
Bagi saya, berbagi adalah pilihan hidup. Bahkan mewujudkan pesanan teman bahkan keluarga di Maluku Utara juga bagian dari berbagi.