Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Keranjang-keranjang Kehidupan

12 November 2020   18:23 Diperbarui: 15 November 2020   05:04 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ingatan tentang perempuan muda yang menggengam sebotol air mineral tadi terbayang. Wajah polos yang saya lihat sekilas begitu melekat dan berisik di kepala.  Pun dengan seorang ibu yang mengejar sampai ke barak dengan harapan saya mengeluarkan selembar uang.

Harusnya tadi saya sempatkan membeli air atau jagung bakar yang menggoda. Atau sebungkus nasi kuning yang isinya ikan goreng dan mie. Saya terlalu egois merogok kantong dan mengeluarkan rupiah. Menyesal tiada arti.

Toh, Bisa saja si anak perempuan tadi sedang membutuhkan uang untuk jajan sekolah atau bayar SPP. Atau si ibu yang sedang terlilit hutang. 

Saya jadi ingat sebuah kalimat bahwa " kita (manusia) adalah barisan dari kemiskinan yang sama," Kata yang saya lupa siapa penulisnya. Terangkum dalam sebuah buku yang pernah saya baca di Kabupaten Kepulauan  lima tahun silam. Kalimat yang tetiba menampar wajah dan pendirian.

Malam ini, saya lewati dengan panjang. Kantin kapal yang menyediakan makanan seadanya sering saya sambangi- walau sedikit mahal karena kena pajak kata pengelola- Sekedar mengganjal perut lewat mie instan dan sesekali minum kopi hingga kapal benar-benar berlabuh di Pelabuhan Babang, Bacan pukul lima pagi.

*

Dokpri. Penulis saat hendak naik kapal dan seorang pedagang yang menawarkan dagangan
Dokpri. Penulis saat hendak naik kapal dan seorang pedagang yang menawarkan dagangan
Tiga bulan lebih di sini, mulai Agustus hingga pertengahan November 2019. Tak terhitung berapa banyak orang-orang inspiratif yang saya temui. Orang-orang yang bertaruh di garis kemiskinan.

Di pertengahan November ini pulah, saya harus kembali ke Kota Ternate. Dan ingatan tentang kejadian di awal Agustus masih membekas. Sebab, selama perjalanan menaiki kapal laut, saya tidak senaif waktu itu. Sebuah kecerobohan yang merugikan diri sendiri karena panik.

Tak mau terulang, pukul tujuh malam saya sudah berada di pelabuhan Kupal, Bacan Selatan. Dua jam lebih awal dari jadwal keberangkatan kapal pukul sembilan. Kali ini, segala persiapan begitu matang. Walau tak bawa bekal dari rumah, saya membawa sebotol air besar.

Setelah barang bawaan saya letakan di kasur, saya putuskan turun ke dermaga. Duduk diantara para pedagang yang menjajakan makanannya dan minuman setiap kali kapal berlabuh atau berangkat. 

Saya berkenalan dengan beberapa dari mereka, mereka ibu Saida La Ode (55) dan Rakiba (17).  Ibu Saida adalah Suku Buton yang sudah lama berada di Bacan. Dan sudah menjadi penduduk lokal. Letak rumahnya tepat di depan pelabuhan dengan warung kecil di depan rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun