Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sumur, Sumber Air Penting bagi Warga Desa

11 November 2020   16:41 Diperbarui: 13 November 2020   09:04 982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang sore, ketika suara bedug masjid pertama berbunyi sebagai tanda waktu Ba'da Magrib akan tiba, suara tawa anak-anak memecah kebuntuan. Sebuah sumur (parigi, Bahasa setempat) disamping rumah sudah dipenuhi oleh anak-anak yang mengantri sehabis mandi air laut (batobo).

Satu persatu bergantian menarik timba-wadah dari ember yang dirancang dan diikat tali- dari parigi dengan kedalam kurang lebih 7 meter ini. Bunyi kron beriringan dengan gelak tawa yang pecah karena kelucuan yang mereka lakukan.

Bagi anak kecil berumur sekira lima tahun, mereka harus dibantu anak yang lebih besar untuk menarik timba. Tak jarang selain mandi mereka juga membawa jerigen untuj mengisi air bersih. Setelah selesai, mereka akan pulang ke rumah masing-masing.

Pemandangan ini terjadi setiap hari. Baik pagi, siang maupun sore. 

Foto: Dokumentasi pribadi.
Foto: Dokumentasi pribadi.
Pagi hari, anak-anak mandi kemudian ke sekolah sementara para ibu yang tak berkebun memilih mencuci baju. Siang hari hingga sore, masyarakat dengan jerigen berukuran lima liter hingga duapuluh lima liter ke parigi untuk mengisi air bersih. Air ini dipakai untuk masak dan minum serta mengisi bak air untuk mandi bagi orang tua.

Selain itu, masih banyak aktivitas lainnya yang dilakukan di parigi. Di antaranya berwudhu, membuat minyak kelapa, mencuci piring jika ada hajatan-hajatan besar dll.

Dari segala bentuk kegiatan ini, ada aturan tidak tertulis yang sudah diketahui semua warga. Aturan sederhana yakni tidak boleh mandi atau menyiram tubuh dekat dengan mulut Parigi. 

Sebab, air bekas siraman ke badan bisa memancar ke dalam. Kedua tak boleh menaruh sabun dan lain-lain di pinggiran mulut parigi karena bisa jatuh dan menyebabkan air keruh. Ketiga tak boleh dengan sengaja mengotori parigi.

Foto: Dokumentasi pribadi.
Foto: Dokumentasi pribadi.
Aturan itu dilakukan agar air yang dihasilkan bersih dan dapat digunakan oleh semua orang. Selain itu, tak ada biaya seperserpun untuk menggunakan air. Murni dipakai secara sukarela. Sebuah pahala bagi si pemilik.

Di Desa saya, Desa Mateketen, Kabupaten Halmahera Selatan terdapat 6 parigi yang digunakan oleh 300 KK. Parigi ini terletak beberapa meter dari pantai. Kurang lebih 7-10 meter dari bibir pantai. Rata-rata sudah ada lebih dari 50 tahun. 

Letaknya di dekat pantai bukan bukan tanpa alasan. Jika di gali jauh dari bibir pantai maka kedalaman menjadi cobaan. Bisa 15-25 meter. Selain itu pembangunan dekat pantai karena, demografi desa di kepulauan tidak memiliki hamparan tanah rata yang luas.

Mengali parigi juga tidak asal digali. pengetahuan sangat penting tetutama agar air yang dihasilkan tidak asin. Terlalu dekat ke pantai misalnya, air yang dihasilkan ialah salobar (keruh) dan asin. Terlalu Jauh juga demikian. Sehingga ketepatan sangat diperlukan. 

Uniknya, parigi di sini digali tanpa alat-alat modern. Menurut para tetua, mereka hanya menggunakan pacul dan sekop. Serta tangga dari bambu untuk naik dan turun. 

Untuk mengeluarkan material baik tanah maupun batu, digunakan karung yang sudah diikat dengan tali. Pengetahuan mereka didasarkan pada pengalaman atau ilmu orang tua mereka dahulu.

Foto: Dokumentasi pribadi.
Foto: Dokumentasi pribadi.
Setiap dua bulan sekali dilakukan pembersihan. Hal ini lantaran air keruh dan banyaknya material semisal daun dan lain-lain yang sengaja atau tidak sengaja masuk.

Dalam membersihkan sumur, masyarakat juga tak bisa sembarangan. Mereka harus berkonsultasi dengan para orang tua terlebih dahulu. Terutama perihal pasang surut air laut. Selain itu, perhitungan hari juga diterapkan agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan.

Setelah mendapat ijin, tuan rumah pemilik sumur kemudian mengundang beberapa orang agar membantu menggali. Proses penggalian di mulai dengan pembacaan doa yang biasa di pimpin oleh imam mesjid. Setelah selesai barulah satu atau dua orang ditunjuk untuk masuk kedalam.

Penggalian di mulai ketika air laut mulai surut. Pukul 11 siang. Dan karang-karang didepan desa sudah mulai nampak. Karena air parigi mengikuti pergerakan pasang surut air laut. Semakin surut laut, semakin bagus.

Alat yang digunakan juga sederhana. Mula-mula, dikuras telebih dahulu. Setelah dirasa cukup, dua orang akan turun menggunakan tali dan seruas bambu untuk tangga. Alat yang dibawa hanya timba. Air kemudian di kuras hingga melewati lutut. Jika air belum pasang secara sempurna maka akan merepotkan. Karena kita harus berenang-renang kecil terlebih dahulu.

Selain dua orang di dalam, mereka yang tidak masuk juga ikut menimbah air agar cepat kering. Setelah itu, segala bentuk material yang ada di dalam diangkat. Kemudian di gali untuk mengeluarkan lumpur yang mengendap.

Setelah selesai kemudian dinding parigi di sikat lalu di kuras lagi hingga bersih. Saya sendiri pernah sekali ikut turun ke dalam. Hal pertama yang dirasakan ialah sesak napas kemudian sangat lelah setelah selesai. Proses ini memakan waktu 2-3 jam.

 Setelah pembersihan, sumur belum langsung digunakan karena air masih belum layak diminum. Masih menunggu prosesi doa dari para tetua. Sumur akan benar-benar digunakan setelah seminggu.

*

Sumur atau parigi sudah menjadi tempat penting bagi warga desa. Di wilayah pesisir dan kepulauan, utamanya di Maluku Utara, parigi adalah sumber air penting bagi warga. Lantaran, tak ada PDAM atau sungai hidup. 

Berbeda jika di dataran semisal Halmahera (Pulau Besar) yang masih memiliki sungai hidup dan di Kota Ternate yang sudah memaksimalkan PDAM. Walaupun di Kota Ternate, krisis air menjadi isu utama selain dari isu sampah dan reklamasi. dan air yang dihasilkan Salobar (keruh).

Bagi desa-desa pesisir di kepulauan, PDAM tak mungkin ada. Sehingga untuk mensiasati, pemerintah lewat Dinas Pekerjaan Umum membangun bak penampung yang nantinya dialirkan ke setiap rumah.

Meski sudah ada bak penampungan, namun segala aktivitas yang membutuhkan air masih menggunakan parigi. Hal ini lantaran, bak penampung hanya dijalankan sore hari selama satu jam.

Air merupakan kebutuhan penting manusia.  Saat ini air menjadi sebuah pembahasan khusus yakni krisis air karena banyaknya perilaku merusak lingkungan. Selain itu dalam dunia bisnis, air adalah komoditi utama persaingan. 

Beberapa perusahaan bersaing dan menawarkan produk-produk di pasar. Kita sebut saja Aqua, Le Mineral, Nestle, dan lainya. Persaingan bisnis air kemasan ini lantaran manusia tak bisa hidup tanpa air. Saya percaya, kedepan air menjadi suatu komoditi penting yang bakal diperbutkan semua negara. Saya menyebutnya perang memperebutkan sumber daya air (akan dibahas kemudian). 

Air adalah bagian penting dan bernilai ekonomis tinggi. Namun, disaat air menjadi komoditi mahal di kota-kota besar, di desa masyarakat masih bisa mendapatkan dengan gratis. Parigi masih memberikan kehiduoan dan cerita-cerita bagi mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun