Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rumah Baca yang Tergadaikan

3 Oktober 2020   09:45 Diperbarui: 3 Oktober 2020   09:54 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Data ini juga menunjukan bahwa tingkat literasi atau keterjangkauan terutama dalam mengakses Rumah Baca menunjukan bahwa di desa di Maluku Utara masih sangat rendah pada akses ke TPBM bagi berumur 5 tahun ketas yakni 1,76 persen.  Pun demikian dengan akses informasi bagi anak diatas 10 tahun yang tinggi.

Sumber: Statistika pendidikan dan budaya Maluku Utara
Sumber: Statistika pendidikan dan budaya Maluku Utara
Sumber: Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Malut, BPS
Sumber: Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Malut, BPS
Atas beberapa dasar itu, kemudian lahir ide untuk membangun rumah baca di wilayah pedesaan. Selain juga didasarkan beberapa masalah krusial lain.

Pada 2018 lahirlah rumah baca di salah satu desa di Wilayah Kepulauan Sula. Tujuannya memberikan pendidikan di desa tersebut sebagai contoh. Konsep literasi pun dibangun dari akar masalah dengan menambal lubang-lubang tersebut.

Pendidikan seperti, menumbuhkan minat baca, bahasa inggris, pidato bahasa inggris, dan penguatan religi serta program motivasi-motivasi lain.

Selama tahun 2018-2020 jumlah peserta TMB bahkan sudah mencapai 100-an lebih peserta didik yang berasal dari beberapa desa sekitar. Bahkan, sudah akan lahir rumah baca kedua di salah satu desa lainnya.

Jumlah peserta relawan yang terlibat bahkan sudah mencapai 10 orang yang secara sukarela mengajar selama dua tahun ini.

***

Dok. Arman Panigfat
Dok. Arman Panigfat
Sekuat-kuatnya mimpi memperkuat literasi di desa tak semerta-merta berjalan mulus. Rumah baca yang di bangun secara swadaya oleh masyarakat desa ini tinggal puing. Fisiknya sudah rusak.

Padahal saat pembangunan dulu, masyarakat sangat antusias. Mereka begitu bersemangat bergotong royong. Masuk ke hutan, mengambil bambu, memotong kayu, merakit atap, hingga lahir sebuah bangunan sederhana.

Tak ada bantuan dari pemerintah, bahkan setingkat memberikan buku. Hanya beberapa bantuan dari komunitas yang sama dalam dan luar Kabupaten.

Siang itu, bangunan yang berdiri kokoh rata dengan tanah hanya dalam waktu dua jam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun