Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kangkung, Sekolah dan Cita-cita

24 September 2020   18:50 Diperbarui: 24 September 2020   18:54 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka akan berjualan hingga pukul 10.00 Pagi. Habis dan tak habis mereka akan pulang pada jam segitu agar tidak kepanasan. Ñamun tak jarang pula mereka berjualan hingga pukul 11 jika di rasa hasil yang diinginkan belum tercapai.

Dari hasil membantu ini, Husen dan Alan akan di upah 300-500 rupiah. Pada periode 1990-an nilai uang ini terbilang cukup tinggi. 

"Kalau semua laku, bisa dapa kase lebe (dapat diberi upah lebih besar),"

Uang itu mereka tabung dan sebagian buat jajan di sekolah. Hal ini mereka lakukan karena kedua orang tua mereka di kampung tidak sering mengirim uang. jika dikirim, paling-paling uang SPP yang saat itu sebesar Rp. 5.000 perbulan.
***
Bagi Husen, berjualan kangkung hanyalah sederet aktifitas baginya. Saat ia masih bersekolah di Kota Ternate dan tinggal dengan saudara ibunya, ia juga sudah berdagang. 

Setiap sekolah pagi maupun siang, ia selingi dengan berjualan es lilin. Es itu milik salah satu guru yang juga tetangganya di Kota Ternate. Ia berangkat ke sekolah dengan mengangkat termos es di kepala. Sesampai di sekolah, termos tersebut kemudian di letakan di depan kelas.

Saat bel jam istirahat berbunyi, saat itulah ia menjajakan es-es tersebut. Di depan kelas ia menawarkan jajajannya dengan harga Rp. 25 sen kepada teman-temannya. Begitu seterusnya selama dua tahun sebelum ia pindah ke Sidangoli. 

Husen sendiri hidup berpindah-pindah, dari satu pengampu ke pengampu lain. Lantaran ia sering mendapat kekerasan fisik. Hal yang membekas pada ingatannya hingga dewasa.

"saya so pindah sekolah 4 kali. Terakhir tamat SD di kampung halaman.," tuturnya.

Selain menjual es, sepulang sekolah ia dan teman-temannya menuju pasar Gamalama dan berjualan kantong kresek kepada konsumen. Selain itu mereka juga menawarkan jasa pengangkutan. Dimana saat konsumen berbelanja, mereka menawarkan diri untuk mengangkut barang dagangan dengan imbalan sesuai keinginan konsumen.
***
Tahun 1999, Pukul 20.00 seingat Husen, mereka dikejutkan dengan kepanikan warga desa lantaran desas-desus kampung mereka akan di serang. Bagi husen, ia tak paham dengan kejadian itu. Toh umurnya masih 12 Tahunan.

Malam itu menjadi malam terakhir ia berada di desa ini, karena semua warga sudah meninggalkan rumah masing-masing semenjak sore.

"Saya tr tau apa-apa, cuman di suru bungkus pakeang kong lari. ( saya tida tau apa-apa, hanya disuru bungkus pakaian terus lari)," 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun