Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Asa di Ujung Para-para

28 Agustus 2020   12:22 Diperbarui: 29 Agustus 2020   09:11 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Felliwet (pencungkilan)

Kelapa adalah identitas kejayaan 
"Bunyi tusukan liliwet menerjang daging-daging kelapa. Gesekannya terasa merdu di telinga. Sementara, aduan parang dan kerasnya kulit kelapa ikut mengiri, menciptakan nada dan asa ekonomi. Mereka sedang membuat kopra".

Proses pembuatan Kopra memerlukan beberapa tahapan. Mulai dari pemanjatan kelapa, pengumpulan, perbaikan para-para (tempat mengasapi daging kelapa), pembelahan, felliwet (membuka daging dari batok kelapa), pengasapan hingga penjualan. 

Semua kegiatan tersebut dibalut dengan unsur gotong royong, bokyan, tradisi saling membantu di kampung kami. 

Kegiatan pembuatan kopra terbilang cukup menguras tenaga. Inilah kenapa motivasi para orang tua begitu besar kepada anak-anaknya agar bersekolah setinggi mungkin.

Saya sendiri besar dan dibesarkan dari hasil kopra tetapi terhitung baru dua kali benar-benar membuat kopra secara mandiri. Sebelumnya, setiap kali pulang ke kampung saya hanya ikut membantu dalam kegiatan pembelahan dan pencungkilan atau mengeluarkan daging kelapa dari batok.

Kegiatan pembuatan kopra di mulai dari petani memanen kelapa yang sudah tua. Kategori tua dan sudah bisa di olah menjadi kopra ada 3 jenis. Pertama, yang kulitnya sudah coklat. Kedua, kulitnya setengah hijau setengah coklat dan ketiga kulit yang masih hijau namun sudaj masuk kategori tua.

Buah kelapa yang paling sulit dipilih atau di panen ialah buah yang masih hijau. Bagi yang belum berpengalaman, harus hati-hati. Sebab salah petik, bukan untung yang di dapat melainkan rugi. Di makan tak jadi, di buat kopra tak masuk kategori.

Pengalaman tentu memegang peranan penting dalam pemetikan. Buah kelapa yang masih hijau akan di ketok memakai parang. Jika bunyi padat (seperti memukul sebuah benda yang terisi penuh) maka kelapa sudah tua dan siap di petik. Namun, jika belum padat maka belum tua.

Kegiatan pemetikan kelapa adalah pekerjaan yang paling sulit. Saya sendiri, selama 6 bulan melakukan produksi hanya bisa menanjat 10 pohon kelapa per hari. Berbeda dengan petani yang sudah lama berkecimpun di bidang perkebunan ini, dalam sehari bisa memanjat 20 pohon kelapa. 

Kesulitan itu karena pertama, rata-rata pohon kelapa berumur 20 tahunan lebih, tingginya di atas 10 meter. Sehingga ketika pemanjatan, angin menjadi resiko paling besar. Kedua, dibutuhkan fisik terutama pegangan dan kaki yang kuat. Salah sedikit patah dan nyawa jadi taruhan. Ketiga, celah pada ranting pohon kelapa yang menutupi buah kelapa. Kondisi ini menyulitkan bahkan petani kadang mikir kalau memanjat pohon kelapa seperti ini. 

Setelah pemetikan kemudian dibiarkan sampai semua buah kelapa sudah di petik habis. Jika ada 500 pohon kelapa maka waktu yang di butuhkan rata-rata 1 bulan. 

Di daratan Halmahera bahkan lebih, karena seorang petani bisa memiliki 1000-an lebih pohon kelapa. Maka bayangkan saja berapa lama melakukan panen.

Kelapa yang sudah habis di petik kemudian di ley atau kumpulkan satu persatu di dari bawah setiap pohon yang di panjat sebelumnya. Titik pengumpulan biasanya di dekat Para-para. Kegiatan ini bisa berjalan berhari-hari. Alat yang digunakan bisa menggunakan parang, dan memakai saloy.

Dokpri. Ibu-ibu dan Saloy
Dokpri. Ibu-ibu dan Saloy
Setelah pengumpulan, maka tahap selanjutnya ialah perbaikan para-para alias tempat pengasapan daging kelapa menjadi kopra. Para-para di buat petani berbentuk segi empat. Bahannya ialah batang pohon mentah dan bambu yang di bentuk seperti jaring. Selain itu, bisa di pakai atap juga bisa tidak. 

Perbaikan biasanya pada tiang sangga utama sebab sering terbakar api. Jika tidak dilakukan perbaikan maka dikhawatirkan pada saat daging kelapa di asapi, para-para bisa jebol.

Kegiatan selanjutnya ialah pembelahan dan pemisahan daging dan cangkang kelapa; Felliwit. Kegiatan ini dilakukan setelah petani merasa kelapa yang di panen sudah mencapai target.

Di kampung saya, mereka akan melakukan pembelahan ketika sudah mendekati 1-2 Ton. Memang terbilang sedikit sebab mayoritas petani saat ini tidak lagi melakukan peremajaan dan memilih mengganti pohon kelapa dengan cengkih atau pala.

Selain itu untuk mencapai angka 1-2 ton, dilakukan dua kali proses panen selama 3 bulan sekali. Pada bulan ke 6 barulah dilakukan pembelahan.

Dokpri. Pembelahan
Dokpri. Pembelahan
Kegiatan pembelahan bagi saya sendiri cukup menarik. Setiap kali di ajak atau dalam istilah kami basiloloa, saya tak menolak. Kegiatan ini sangat mengasyikkan, banyak orang yang terlibat dan bahu -membahu membantu.

Setiap petani yang akan melakukan pembelahan atau filliwet akan terlebih dulu mengajak (basiloloa) petani kelapa lain 1 minggu atau H-3 sebelumnya agar petani yang diajak tidak punya jadwal lain pada hari H.

Uniknya si petani yang mengajak orang lain dalam pembelahannya wajib membayar dengan melakukan hal yang sama ketika petani yang diajaknya nanti melakukan pembelahan. 

Tidak ada denda bagi yang menolak. Jika petani merasa tidak bisa membalas atau ikut serta dalam pembelahan orang yang sudah dia ajak, maka petani bisa menggantinya dengan kegiatan lain diluar pembelahan.

Kelapa hasil pembelahan. Dokpri
Kelapa hasil pembelahan. Dokpri
Dokpri
Dokpri
Namun, opsi membantu kegiatan lain jarang di lakukan karena semua petani membayar hutang dengan cara yang sama. Kegiatan pembelahan dan felliwet dilakukan dari pagi hingga selesai. Jika tidak selesai maka akan dilanjutkan pada esok hari.

Kegiatan ini unik, masyarakat yang datang hanya perlu membawa liliwet, alat pencongkelan dari besi yang di buat masyarakat. Ukurannya tergantung si pemilik, ada yang pendek dan ada yang panjang.

Selain itu, ada tuga masing-masing. Biasanya yang lincah membela kelapa, sudah tau tugasnya. Ia akan membela kelapa hingga selesai. Sementara yang lain ialah felliwet setelah kelapa hasil belah sudah cukup untuk di kerjakan.

Pemilik hajatan harus sigap menyediakan permintaan para petani yang datang membantu. Seperti rokok dan menyediakan makan siang dan minum teh sore. 

Kegiatan ini berjalan cukup meriah. Sesuatu yang saya sukai dari kegiatan ini ialah cerita-cerita lucu, humor dan saling ejek-ejekan. Tak kenal tua atau pun muda, semua melebur menjadi satu. Biasanya yang sering di ejek ialah yang belum nikah dan baru nikah alias rumah tangga muda.

Dokpri. Persiapan felliwet
Dokpri. Persiapan felliwet
Tetapi, bukan berarti para orang tua juga tidak kena buly. Mereka juga akan diserang balik lewat cerita-cerita yang di alami. Tidak ada rasis, cacian atau makian. Sebab saling ejek hanya pada taraf humor.

Selain itu, adu skill juga menjadi pertunjukan yang menarik. Petani biasanya mengadu siapa yang paling cepat melakukan pemisahan daging dari cangkang kelapa. Ukurannya ialah jika karung masing-masing sudah penuh.

Petani yang sudah berpengalaman pastinya menang. Kecepatan dan efisiensi felliwet adalah ukuran. Semakin cepat semakin baik karena bisa selesai pada tengah hari. 

Daging-daging kelapa yang sudah di pisahkan kemudian di isi ke karung kopra hingga penuh, lalu kemudian di angkut ke para-para. Petani umumnya sudah tau berapa kilo yang mereka hasilkan dari jumlah karung yang dipakai. Untuk 100 ton, biasanya 6.5 karung kopra, begitu seterusnya.

Setelah selesai, daging kelapa akan diasapi memakai batok-batok kelapa sisa hasil pembelahan. Biasanya dilakukan sehari setelah pembelahan.

Dokpri. Pengasapan
Dokpri. Pengasapan
Pengasapan juga mempertimbangkan faktor cuaca. Semakin berangin maka kecepatan untuk mematangkan daging kelapa menjadi kopra makin lambat. Petani cenderung melakukan pengasapan di malam hari namun juga terkadang siang hari. Proses pengasapan bisa sehari hingga tiga hari. 

Proses pengasapan terbilang cukup sulit sebab kematangan daging kelapa tidak merata bersamaan. Daging kelapa yang sudah menjadi kopra harus di pilih satu-satu dan dipisahkan dari yang belum matang. Salah memilih atau terlambat memantau yang sudah matang maka kopra akan menjadi gosong

Selain itu, perlu menjaga volume bara api agar tidak menyala luas murni menggunakan bara api. Selama proses ini, api harus di jaga dengan sesekali menyiram air asin serta ke tiang penyangga utama agar tidak terbakar.

Kopra yang sudah matang. Dokpri
Kopra yang sudah matang. Dokpri
Kopra yang sudah matang kemudian di isi ke karung dan di angkut ke tempat penjualan. Biasanya petani mengangkut sendiri atau menyewa orang lain. Harganya tergantung jarak. Namun harga biasanya ialah Rp.10.000 per karung.

Proses penjualan dilakukan petani ke pengepul desa dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar. Setelah menghitung hutang alias biaya produksi dan lain-lain, barulah petani menerima hasil penjualan bersih.

Hutang diakibatkan oleh mahalnya biaya produksi yang tak sedikit, terutama saat pembelahan karena makan dan keperluan lain di tanggung petani. Salah satu sumber terdekat untuk mendapatkan modal awal ialah ke pedagang perantara dengan jaminan kopra hasil produksi di jual ke mereka.

Kegiatan pembuatan kopra dari tahap awal hingga akhir cukup berat. Namun, harga kopra tak begitu meyakinkan. Petani selalu di hadapkan pada resiko harga yang sangat rendah dari biaya yang di keluarkan. Rata-rata, pendapatan petani di kampung saya hanya berkisar 5 juta-an per 700 kg. 

Rendahnya harga kopra terutama di Maluku Utara beberapa tahun belakangan cukup menyita perhatian. Bahkan setiap panen, petani selalu mengeluhkan kondisi ini. Padahal, kelapa sebagai identitas menjadi mata pencaharian utama petani di Indonesia. Walaupun demikian, selama 10 tahun belakangan harga kopra selalu stagnan pada angka 8.000 rupiah.

Kopra kalah dengan sawit. Salah satu komoditi andalan ekspor Indonesia yang pro kontra. Kebijakan dan perhatian khusus selalu diberikan oleh pemerintah. Sementara Kelapa, hingga kini tak berdaya. Hanya menjadi kebanggaan semata sebagai produsen nomor 1, namun kalah jaya dari komoditas sawit.

Terima kasih, salam kopra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun