Saya sendiri mengakui memang ada beberapa "Oknum" yang sering berbuat onar bahkan menjadi penguasa-penguasa dunia hitam di Jakarta. Tapi sekali lagi hanya "oknum" dan tidak mencirikan total semua orang timur sama. Sebab masih ada budaya dan adat yang di junjung tinggi. Orang timur, ialah orang yang kuat mewujudkan mimpinya.Â
Akibat Stigma yang berupa macam, terkadang kejadian-kejadian yang saya alami menjadi lucu. Misalnya, saya dan 2 orang teman pernah ngopi di emperan jalan seputaran Pramuka Jakarta Timur. Saat kopi sudah tersedia dari salah satu penjual kopi, di saat yang sama kawan saya sedang berkomunikasi lewat telpon dengan seseorang.Â
Kawan saya ini, ngomong biasa saja mirip orang tawuran. Suaranya nyaring dan besar. Mungkin karena takut, si penjual kopi pergi tanpa permisi. Alhasil kopi yang kami minum sampai sekarang belum kami bayar. Hingga kini, setiap lewat di Jalan Pramuka, kami berharap dapat menemukan si bapak penjual kopi agar menuntaskan pembayaran harga kopi 2 tahun lalu itu.
Cerita lainnya ialah saat kami di undang oleh salah satu senior kami merayakan tahun baru di Apartemen Medit yang terletak di Mall Taman Anggrek. Saat sedang menunggu Lift ke lantai 12, kami mengobrol seperti biasa. Karena pantulan suara kami, beberapa orang yang juga menunggu lift akhirnya keluar lagi ke tempat parkiran. Kami sendiri langsung cekikan sambil menegur agar volume suara kami dikecilkan.
Selain cerita-cerita diatas, banyak pula kawan-kawan saya yang tidak bisa membedakan wilayah di Timur. Padahal, pelajaran-pelajaran saat sekolah dulu harusnya sudah memberikan gambaran.
Di beberapa kesempatan, Â saya selalu menjelaskan secara detail wilayah demografi di timur baik adat, budaya bahkan bahasa dan perawakan jika ada yang bertanya seperti si tukang Ojol di atas.
Sering kali ketika terlibat diskusi dengan kawan kost dari Jawa timur  yang sering menanyakan bagaimana membedakan mana orang papua, mana orang Maluku (Ambon maupun Malut dan mana orang NTT).Â
Saya selalu memberikan contoh dengan bahasa sederhana. Contohnya, Kau (pria atau wanita) sudah makan?
Papua : Pace ( laki-laki) atau mace (perempuan) Ko su makan? . Pada umunya saya juga sering menjelaskan letak pemanggilan tersebut berdasarkan umur; kaka, ade, ko
Maluku Utara : Ngana (laki-laki maupun perempuan) so makang?Â
Ambon :Ale, Ose (Kamu) so makang?