Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kopra, Harga, dan Identitas

17 Juli 2020   11:13 Diperbarui: 19 Juli 2020   14:04 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kelapa adalah identitas bagi petani di Maluku Utara, dan Kopra adalah harapan bagi 238 ribu petani ditengah gempuran harga yang tak bergairah"

Siang kemarin, saya mendapat telpon dari salah satu kawan yang dulu pernah bertemu di Ternate. Pria asal Nganjuk Jawa Timur. Setelah bertanya kabar, ia langsung mengutarakan tujuan dari ia menelpon.

"Ji, saya rencana mau main kopra. Kira-kira di daerah Pulau Makian banyak nggak? Tanyanya.

"Wah, kalau main kopra mending di Halmahera mas, kalau di Pulau Makian sulit. Pertama soal produksi dan kedua akses. Kalau mas mau main di Makian, tidak setiap bulan masyarakat membuat kopra karena mereka memakai sistem ngumpul 3 bulan sekali. Nanti pada bulan ke enam baru dilakukan sekaligus. Hal ini agar volume produksi di atas 1 ton" Ujarku

"Selain itu,di Makian akses penghubung baik laut dan darat belum baik. Kalau mas main, teledoran dibiaya transport karena harus ngumpulin per desa. Apalagi tak ada mobil bisa berabe mas" Ungkapku.

Ia lantas menanyakan alternatif terbaik. Saya kemudian mengarahkan ia melihat peluang di daratan Halmahera baik Halmahera Selatan, Barat,Utara dan timur. 

"Paling tepat mas main di Halmahera Utara sama Halmahera Timur. Karena kapasitas produksinya per bulan ratusan ton per desa." Saranku.

Ia lantas tertarik dan kemudian membicarakan mekanisme mulai dari produksi hingga pengangkutan. Setelah selesai, ia kemudian tertarik untuk turun langsung mengecek kondisi lapangan sekaligus ingin langsung melakukan pembelian.

Akan tetapi, niatnya untuk melakukan pembelian langsung saya pertegas sebab mayoritas petani kopra di Malut sudah terikat dengan pedagang perantara dan dengan harga yang hampir rata-rata dibawah ongkos produksi.

"Jika mas mau main. Pertimbangan pertama bagaimana posisi tawar mas terutama dalam harga. Tidak bisa lebih rendah sebab petani akan menjual ketika ada harga yang lebih tinggi" Ungkapku.

Pembicaraan ini berlanjut hampir 6 jam tentang bisnis kopra ini. Sebelum akhirnya mengakhiri pembicaraan dengan keputusan akan melakukan pembicaraan lebih lanjut.

Saya sendiri merupakan petani Kopra. Yap, hasil warisan dari Almarhum Kakek dulu. Kelapa-kelapa kami di tanam pada 1993 silam sesaat sebelum kami kembali ke kampung setelah peristiwa meletusnya gunung Kie Besi Pulau Makian tahun 1988 silam. 

Kelapa-kepala itu kami tanam di kebun pinggir pantai dan kebun lainnya di belakang kampung. Hingga sekarang terhitung sudah mendekati 30 tahun lebih.

Produktivitasnya pun sudah menurun yang dalam teori ekonomi return. Usia segitu sudah perlu dilakukan peremajaan. Namun hingga kini tak ada lagi peremajaan karena kebanyakan pohon kelapa baik di kampung maupun di Daratan Halmahera sana kebanyakan di tebang dan diganti dengan Cengkih serta pala.

Suka duka menjadi petani kopra? lebih banyak dukanya. Mulai dari panen (Tulisan ini akan dibahas pada artikel berikut. Cara membuat kopra), hingga penjualan. Di mana harga begitu rendah dari ongkos usaha tani atau produksi. Walaupun tenaga kerja menggunakan sistem Bokyan atau babari (gotong royong) akan tetapi itu tidak menutupi biaya operasional petani.

Harga menjadi salah satu masalah utama. Bahkan, 2 tahun silam terjadi demonstrasi besar-besaran di seluruh daerah di Provinsi Malut bahkan demostrasi berlanjut hingga ke gedung DPR RI untuk menaikan harga kopra yang terbilang rendah saat itu.

Saya yang berkesempatan meliput aksi tersebut sebelum kembali ke Bogor menyaksikan betapa ruwetnya tuntutan masyarakat dari segala elemen. Bahkan anak kecil pun ikut menyuarakan tentang harga Kopra yang sudah terjadi hampir setahun belakangan (2018).

Dokpri. Demo harga Kopra
Dokpri. Demo harga Kopra
Harga kopra pada waktu itu ialah 3.500/kg dari sebelumnya 5.000/kg dan turun lagi beberpa hari kemudian menjadi Rp. 2000/kg. Memang pada saat itu, kondisi perdagangan internasional Indonesia sedang terjadi penurunan. 

Aksi demonstrasi berjalan hampir sebulan sampai pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur dan pihak-pihak terkait meneken Nota kesepakatan untuk menaikan harga dengan solusi memberdayakan Perusda (Perusahaan Daerah) dan mengundang investor.

Tapi apakah selesai? tidak. Masalah itu tidak lantas menjadikan harga komoditi bersejarah ini naik. Kenapa bersejarah? karena kopra memberikan andil pada perjuangan kemerdekaan.

Komoditi kopra Malut memiliki kontribusi yang sangat besar bagi Bangsa Indonesia. dimana pada tahun 1962 warga Malut menyumbangkan 1000 ton kopra untuk biaya pembebasan Irian Barat untuk masuk ke NKRI. (Baca; teropongmalut.com)

Hingga kini, harga kopra tidak lebih dari 6.000/kg. Di setiap daerah hanya memiliki selisih Rp 500-1000 kg. Wilayah Halmahera Timur harga kopra 6.500, Halmahera Utara 6.800 dan Halmahera Selatan 5.500.

Selain itu keterikatan petani dengan pengepul dan perantara cukup tinggi. Keterikatan ini karena pedagang merupakan sumber permodalan dan biaya bagi petani. Petani biasanya meminjam sejumlah biaya ke pedagang dan akan dilunasi saat panen. 

Artinya, saat petani membutuhkan biaya untuk sekolah anak atau membeli beras maka mereka bisa mengambil terlebih dahulu ke pedagang. Begitu juga ketika hendak melakukan produksi kelapa. Kondisi ini terjadi dihampir semua petani baik kopra, cengkih dan pala.

Kelapa menjadi identitas namun pamornya kalah oleh sawit. Sejak dominasi sawit di dunia perdagangan internasional, kelapa tetutama produk kopra menjadi tersisihkan dan petani menjadi pihak yang paling dirugikan.

Pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan pihak-pihak terkait belum mampu memberikan solusi dalam kesejahteraan. Padahal, kelapa merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomis dari daun hingga akar yang jika dimanfaatkan dengan kosep produk turunan (Value added) maka tentu 238 petani kelapa berserta keluarga dapat hidup dengan sejahtera.

Komoditas kelapa sendiri jika digambarkan secara diagram pohon maka akan terdapat banyak nilai tambah yang dapat mengalahkan nilai dari kopra. Contohnya, buah kelapa, terbagi dalam 4 bagian ekomis, yakni air kelapa, daging kelapa, tempurung kelapa, dan sabut kelapa.

Pertama, air kelapa. Pemanfaatan air kelapa dapat dijadikan berbagai produk turunan (sari kelapa, coco vinegar, kecap kelapa, minuman dari kelapa sebut saja coco drink).

Untuk permintaan air kelapa dunia sendiri, selama 5 tahun terakhir, jumlah permintaan mencapai 200% dengan nilai perdagangan dunia menyentuh angka 300 Juta USS.

Peluang ini kemudian diambil ahli oleh Filipina sebagai produsen air kelapa dunia dengan 42 persen pangsa pasar dan gerakan Pepsi serta Coca Cola dalam mengakuisi perkebunan di Brasil menandakan bahwa gairah pasar internasional terhadap perdagangan kelapa semakin tinggi.

Selanjutnya, daging kelapa yang dapat dibagi menjadi 3 produk tambah yaitu, daging kelapa parut (low fat coconut, cocmix) dari cocmix kemudian menjadi concentrated cocomix (Virgin oli, Skin Milk), Kosmetik. Kemudian, Kulit ari daging kelapa (Semi virgin oil, coco cake oil) dan Kopra yang terbagi atas dua, Minyak kelapa dan bungkil kopra.

Minyak kelapa (minyak goreng dan coco chemical) sedangkan Bungkil kopra sebagai pakan ternak. Semua produk diatas hanyalah gambaran kecil pemanfaatan kelapa yang baru dikupas dalam buah kelapa, belum batang kelapa dan daun kelapa.

Produk-produk turunan kelapa diatas merupakan produk yang memiliki nilai ekonomis tinggi ketimbang hanya mengusahakan nilai tambah pada kopra.

Hal ini dapat ditunjukkan pada kondisi permintaan pasar luar negeri. Konsumsi global untuk buah segar kelapa sendiri mencapai 30 persen di dunia. Sedangkan sekitar 27 negara kelompok Uni Eropa merupakan konsumen terbesar minyak kelapa dunia dengan pemanfaatan sekitar 743 metrik ton per tahun.  

Pemanfaatan-pemanfaatan produk turunan oleh negara-negara besar yang notabene bukan produsen kelapa justru jauh mengungguli produsen kelapa.

Menurut FAO, Cina merupakan negara dengan pemanfaatan paling besar pada turunan kelapa, diikuti oleh malaysia, USA, UEA, Singapura, Belanda, jerman dan Belgia. Sedangkan Indonesia, walaupun melakukan perdagangan, akan tetapi hanya dalam bentuk primer yaitu kopra, minyak kelapa dan buah kelapa.

Catatan positif mungkin terlihat pada tahun 2017 dimana persaingan minyak kelapa dan sabut kelapa indonesia cukup kuat menurut Kementan. Indonesia hanya unggul dalam ekspor kelapa kulit yang mencapai 58 persen pangsa pasar dunia, serta permintaan tinggi terhadap sabut kelapa yang belum mampu dimanfaatkan oleh industri kelapa. Selebihnya Indonesia kalah dengan negara lain. Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun