"Pangan menjadi salah satu faktor penting ditengah pandemi yang melanda dunia, salah langkah sedikit saja bakal berakibat fatal bagi kondisi sosial ekonomi 260 juta jiwa penduduk Indonesia".
Pangan menjadi bahasan penting untuk dikemukakan karena sejalan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah untuk menangangi kemungkinan terburuk mengatasi wabah corona.Â
Apapun poin penting dari kebijakan pemerintah baik partial lockdown, lockdown dan yang terbaru New normal kekuatan pangan dalam negeri tidak bisa diabaikan begitu saja karena dapat menimbulkan kekacauan ekonomi baik mikro maupun makro.Â
Sebut saja India, dimana terdapat pelajaran berharga dari upaya lockdown di India. Kebijakan melakukan lockdown tanpa pertimbangan matang berimbas pada kegagalan karena masyarakat tak mampu menjangkau pangan yang disediakan oleh pemerintah.Â
Walaupun bisa dijangkau akan tetapi jaminan keamanan begitu longgar dan tidak sistematis. Masyarakat dengan naluri bertahan hidupnya kemudian menggagalkan sistem lockdown karena urusan perut yang harus dipenuhi.
 Begitupula yang terjadi dengan Italia, dimana yang diterapkan hampir sebulan ini meggoyahkan perekonomian Italia. Dampaknya, mulai melakukan penjarahan ditoko makanan akibat distorsi ekonomi yang mulai terjadi. Lantas bagimana dengan Indonesia? Apakah kekuatan pangan kita terjamin?Â
Tulisan ini menitikberatkan pada kondisi kekuatan pangan tanpa mengabaikan apa system yang tepat menangani pencegahan virus corona (covid -19).
Berdasarkan laporan indeks ketahanan pangan GFSI yang dikutip dari Tirto.id, pada tahun 2018 keterjangkauan pangan Indonesia berada pada urutan 63 dengan skor 55,2, Indeks ketersedian pangan 58,2 dengan posisi ke 58, kualitas kemanan 44,5 menempati posisi ke 84 dan faktor sumber daya alam 43,3 dan menempati ururtan ke 111 dari 113 negara.Â
Dari data ini, kekuatan pangan Indonesia berada pada urutan ke 58 namunn tingkat keterjangkauan masih berada diurutan ke 63 tentunya ada perbaikan dari tahun-tahun sebelumnya akan tetapi kondisi ini belum mampu menggambarkan kondisi secara geografis.
The Economics Intelligence Unit (EUI) menyimpulkan selama periode 2014-2018, indeks kenaikan pangan Indonesia mengalami peningkatan cukup sinifikan dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1.7 persen atau menduduki peringkat ke 65 didunia dank e 5 di Asean. Lantas bagaimana dengan kekuatan pangan dalam negeri?
 Berdasarkan koridor yang dihimpun oleh Badan Keamanan Pangan pada Tahun 2018, terdapat 81 kabupaten dan 7 kota rentan terhadap ketahanan pangan. Dimana Maluku Utara masuk pada kategori kelompok 1 dengan Kota Tidore sebagai salah satu dari 7 Kota yang memiliki Indeks Ketahanan Pangan Rendah. Mayoritas pengeluaran di 81 Kabupaten dan 7 Kota memiliki rata-rata pengeluaran sebesar 63 persen dari total pengeluaran. Â
Sementara, berdasarkan peringkat dan skor Indeks ketahanan pangan per Kabupaten 2018, Kabupaten Halmahera Utara menempati urutan ke 105, Halmahera timur (194), Halmahera Selatan (221), Pulau Morotai (214), Halmahera Barat (324), Kepulauan Sula (341), Pulau Taliabu (372), dari 412 Kabupaten.